Kemudian lamunan Zhang Han terbang ke beberapa waktu lalu. Mengingatkan dia pada seorang gais yang usianya hampir dua puluh empat tahun, tapi kelihatan lebih tua ari pada usia yang sebenarnya. Karena make-up yang terlal tebal. Mengenakan busana yang begitu indah, serasi dengan bentuk tubuhnya yang molek itu, dengan rambut yang panjang berombak. Sekali-kali tampak cahaya yang terpancar dari permata berlian yang berkilauan di dadanya. Siapa lagi gadis ini kalau bukan Hu Bi Qing yang pernah mencampingi Zhang Han ketika mobilnya hampir menabrak Zhou Cheng Cheng suatu siang. Hu Bi Qing duduk berhadapan dengan Zhang Han di sebuah restoran mewah, sambil menikmati ice cream kentucky-nya.
"Kalau bukan aku yang menelpon mu tentunya kau tidak akan mencari ku, bukan?" katanya geram.
"Tampaknya kau terlalu manja. Kau memang anak tunggal, tapi aku tidak suka kemanjaan mu itu!" kata Zhang Han.
Hu Bi Qing memandangi pria yang di cintainya itu dengan sorot mata yang sangat memelas.
"Apakah tidak ada kebaikan sama sekali pada diri ku yang kau lihat?" tanya Hu Bi Qing.
"Tak ada gunanya kita bicara soal ini terus, lebih baik kita bicarakan soal lain saja." ujar Zhang Han sambil menepuk punggung tangan gadis yang ada di hadapannya itu.
"Sudah lebih dari sebulan kau tidak menemui ku lagi. Kenapa?" tanya Hu Bi Qing yang sadar bahwa Zhang Han mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
Zhang Han tidak memperdulikan pembicaraan itu lagi. Ia pura-pura sibuk dengan bistiknya. Hu Bi Qing semakin curiga dengan sikap pria yang di gandrunginya ini. Karena itulah ia pun langsung saja mendesaknya.
"Mungkin kau sedang sibuk dengan gadis yang pernah hampir kau tabrak itu, bukan?" kata Hu Bi Qing menyelidik.
"Cepatlah makan, Bi Qing! Kalau dingin nanti semakin keras daging ini!" ujar Zhang Han mengalihkan pembicaraan dari persoalan yang sebenarnya. Diam-diam tanpa di ketahui gadis ini, Zhang Han pun meliriknya sambil terus mengerat daging yang ada di hadapannya.
Tiga tahun sudah hubungan mereka, dan rasanya hubungan itu hambar saja tak ada rasanya sama sekali. Hu Bi Qing berasal dari keluarga kaya raya, ia senang berdandan, memakai perhiasan yang mahal-mahal. Ia berusaha memanjakan dirinya untuk tidak tenggelam dalam rasa cinta yang menyakitkan itu. Tapi bagi gadis ini hanya Zhang Han yang di kenalnya, lain tidak. Zhang Han membayar rekening makanan, kemudian menggandeng tangan gadis ini dan mengajaknya keluar. Tiba di suatu tempat yang sepi, ia kemudian mencubit pipi gadis ini, dan bertanya:
"Kau mau menikah?" tanya Zhang Han.
Hu Bi Qing terbeliak mendengar pertanyaan itu dan sebelum ia sempat menjawab, Zhang Han berkata lagi:
"Kalau kau mau, kau utus orang tua mu untuk melamar ku!" ujarnya santai.
"Gila! Mestinya aku yang kau lamar, bukan aku yang melamar mu?" kata Hu Bi Qing manja, kemudian tertawa sambil mencubit lengan kekasihnya.
"Okey… okey… aku akan membelikan kau sebentuk cincin perunggu… kau kan sudah banyak memiliki barang-barang yang mahal-mahal harganya?" kata Zhang Han.
"Yang kaya bukan aku, tapi ayah ku, tahu!" tegas Hu Bi Qing.
"Kalau kau mau hidup dengan ku, kau harus belajar hidup sederhana!" kata Zhang Han sambil tersenyum.
Mungkin secepat itu Zhang Han memutuskan akan menikah dengan Hu Bi Qing? Atau hanya sekedar menghibur gadis ini? Tidak. Memang semenjak terakhir bertemu dengan Zhou Cheng Cheng, ia akan berusaha melupakan gadis itu. Ia ingin membunuh bayangan gadis itu yang telah mengganggu ketenangan jiwanya. Lebih baik ia meraih Hu Bi Qing yang selama ini menjadi kekasihnya.
***
Zhang Han sedang duduk santai di belakang meja kerjanya, ketika sekretarisnya memberitahukan dia ada seorang wanita yang bernama Zhou Cheng Cheng sedang menunggunya di ruang tamu. Direktur muda yang duduk bersandar dengan maya terpejam itu, tiba-tiba membuka matanya dan melompat bangun tatkala mendengar nama gadis itu di sebut. Tentu sja sekretarisnya heran menyaksikan sikap bossnya itu.
"Nona Zhou sekarang sedang menunggu di tempat tunggu." begitu kta sekretarisya melapor.
Tanpa mendengar laporan berikutnya lagi, Zhang Han langsung berlri menuju ruang tamu yang kini telah di penuhi oleh asap rokok milik Zhou Cheng Cheng, seolah-olah ada sebuah loko motif di dalamnya. Tampak asbak yang tersedia di atas meja tamu yang telah penuh dengan puntung rokok. Zhang Han berdiri di depan gadis yang berpakaian serba merah itu. Ia mengenakan sepatu yang lebih tinggi dari baisanya, dan tangannya menjijing sebuah keranjang yang di tutupi dengan serbet. Zhou Cheng Cheng tetap duduk dengan santai sambil tersenyum menyambut kedatangan Zhang Han, direktur muda sebuah perusahaan besar itu. Sikapnya begitu tenang, seolah-olah perpisahannya dua minggu yang lalu itu tidak pernah terjadi.
"Bagaimana kalau kita makan di luar? Ku kira bosan kalau setiap hari makan di rumah. Ya... kan? Kita pergi yuk!" ajak Zhou Cheng Cheng manja seraya menarik tangan Zhang Han.
Bukan hari Minggu atau hari libur Zhou Cheng Cheng mengajak pergi, tapi justru di saat ia sedang sibuk. Ide ini hanya ada dalam pikirn gadis itu saja. Berat rasanya meninggalkan pekerjaannya yang begitu banyak, tapi pemuda ini mengikuti juga ajakan tersebut untuk pergi meninggalkan kantornya. Ia upa pada janji makan siang dengan calon istrinya.
Zhang Han mengemudikan mobinya menuju ke arah Ocean Kingdom, dengan Zhou Cheng Cheng duduk di sampingnya. Mereka tiba di tepi pantai Ocean Kingdom dan duduk di tanah dengan beralaskan platik dan koran-koran bekas yang sengaja di bawa Zhou Cheng Cheng dari rumahnya.
"Menyenangkan sekali, bukan?" ujar Zhou Cheng Cheng sambil mengeluarkan makanan kecil dari keranjang yang ia bawa, dan meletakkan makanan tersebut di depannya.
Zhou Cheng Cheng pun mengoleskan mentega dan selai roti, kemudian di sodorkannya pada pemuda ini. Zhang Han tidak langsung menerimanya.
"Kenapa kau ganggu aku lagi?" ujar Zhang Han.
Dengan santai Zhou Cheng Cheng menghidupan radio yang di bawanya, tanpa memperdulikan kata-kata pemuda ini. Ia asyik mengikuti irama lagu yang di kumandangkan lewat radionya.
"Kau pernah mengatakan, kalau aku tidak mungkin memberikan cinta yang kau dambakan. Kenapa kau masih mencari aku? Ku harap kau tidak mempermainkan aku! Aku akan segera menikah." ujar Zhang Han sambil memandangi gadis yang sedang bersenandung itu.
Zhou Cheng Cheng tersentak mendengar pernyatan itu. Tangannya yang sedang mengulurkan roti itu, pelan-pelan di tariknya kembali, dan meletakkan roti itu di tempatnya. Ia tertunduk sambil menahan perasaan yang berkecamuk dalam hatinya tak menentu. Di cabutnya sebatang rumput liar yang ada di depannya.
***
To Be Continue…