Zhou Cheng Cheng memang tak ingin begitu terus menerus. Sebagai manusia ia punya cita-cita yang tinggi. Suatu saat nati, bila sekolahnya telah selesai dan ia berhasil mencapai apa yang di cita-citakannya, ia akan lepas dari Om Hans dan segala kemaksiatannya. Ia akan berdiri tegak sendiri dan memerangi mereka. Ia sendiri yang akan turun tangan menghukum mereka. Ia sendiri juga lah yang akan menghajar mereka.
Tetapi ia telah jatuh cinta. Ini mestinya tidak terjadi, pikir Zhou Cheng Cheng. Cepat atau lambat Han Shan Yan juga akan tahu siapa sebenarnya Zhou Cheng Cheng itu.
Ah… Zhou Cheng Cheng tak bisa berpikir lagi dengan baik. Ia sangat menyayang Han Shan Yan, tetapi ia takut. Takut kalau Han Shan yan sampai tahu kelakuannya. Ia pasti akan sangat membencinya. Zhou Cheng Cheng berusaha menghilangkan bayangan wajah Han Shan Yan dari benaknya, tetapi tidak bisa. Semakin keras Zhou Cheng Cheng berusaha, maka semakin jelas jugalah bayangan itu hadir. Zhou Cheng Cheng pun menangis tersedu-sedu…
Untuk menenangkan pikirannya, Zhou Cheng Cheng pun menghilang dari Guang Zhou dan pergi ke rumah tantenya di Shang Hai untuk beberapa hari. Ia tak sanggup lagi untuk menemui Han Shan Yan. Karena lelaki itu telah mengetahui tentang dirinya. Zhou Cheng Cheng merasa malu pada Han Shan yan walaupun lelaki itu dapat mengerti dan memakluminya.
Tantenya memang menerima kedatangan Zhou Cheng Cheng dengan gembira sekali karena keponakan satu-satunya muncul setelah hampir delapan tahun tak bertemu. Tidaklah gampang bagi Zhou Cheng Cheng untuk memberitahukan kepada tantenya, bahwa ia sedang hamil. Betapa pun tantenya itu penuh rasa sayang, lemah lembut dan penuh pengertian.
Zhou Cheng Cheng memandangi tantenya yang sedang membuat pepes ikan teri di dapur. Wanita setengah baya itu bicara sambil terus mengerjakan pepes ikan teri dan tongkol kesukaan Zhou Cheng Cheng, sejak kecil.
"Kok ce e lu suka ciak e ai sek liau, lu e ciak kak sio pui (Sebentar lagi makanan kesukaan mu ini sudah matang, kau bisa makan dengan nasi panas itu)." kata tantenya dengan medok Hokkien campurannya.
"Kamsia (Terima kasih)… Tante…" kata Zhou Cheng Cheng senang dan ia pun bersiap untuk mengabil piring dan menyiduk nasi panas yang sudah matang itu. Zhou Cheng Cheng memasng senang pepes ikan. Ia bisa makan dua piring kalau sudah makan pepes tongkol atau teri, dengan sambail petisnya khas Shang Hai. Lahap sekali Zhou Cheng Cheng makan siang itu.
Sudah lima hari ia berada di Shang Hai dan jarang sekali keluar. Selain etak rumah tantenya di pinggiran kota Shang Hai, ia juga malas keluar untuk shopping atau jalan-jalan. Memang ia mencari ketenangan di rumah tantenya itu.
Kerjanya makan, tidur, baca buku komik, novel, majalah, denger musik dan membantu tantenya memasak atau paling-paling pergi ke pasar yang tak begitu jauh dari rumah tantenya itu. Tantenya tinggal bersama seorang gadis kota yang di angkatnya menjadi anak angkat, semenjak suaminya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Zhou Cheng Cheng sangat kasihan melihat keadaan tantenya. Sebenarnya ia ingin terus menemani tantenya, tapi ayahnya selalu melarangnya dan kepergiaannya ini pun tak setahu ayahnya.
Pada suatu malam tantenya menegur ketika sama-sama duduk di serambi menghirup angin mala dan cuaca yang cerah malam itu.
"Cheng Er, Tante lihat kamu sering melamun akhir-akhir ini, ada apa sebenarnya? Tante senang kalau kau tidak berbohong pada tante dan au menjelaskan kesusahan mu, Nak."
Suara tantenya begitu lembut dan penuh kasih sayang, sampai-sampai membuat Zhou Cheng Cheng hampir saja mengutarakan keadaannya. Tapi untungnya ia cepat sadar dan menjawabnya dengan dusta, "Aahh… tidak ada apa-apa kok Tante. Cheng Er hanya teringat masa lalu waktu masih kecil dan sering datang berkunjung ke mari bersama ibu dan ayah… Tapi sayang kini kita sudah jauh, jauh sekali."
Tantenya menatap Zhou Cheng Cheng dengan saksama, wanita itu tahu kalau Zhou Cheng Cheng sedang berbohong kepadanya, tapi ia tak mau mendesak keponakannya itu. Wanita itu hanya menarik nafas panjang.
"Ya, sudah. Tapi, Tante pesan kau harus mawas diri tinggal di kota seperti Guang Zhou. Eeeh, kamu ini sudah kawin belum sih, Nak?" tanya tantenya ingin tahu seraya memegang pipi Zhou Cheng Cheng dengan lembut.
Zhou Cheng Cheng tersentak kaget dengan pertanyaan itu. Kembali sekilas ia terbayang masa pahit dan getir bersama Zhang Han yang di cintainya, namun tak berani melawan orang tuanya dan saudara-saudaranya untuk dirinya. Zhou Cheng Cheng pun menunduk tak berani memandang mata tantenya, ada rasa malu dan takut. Ia tak ingin tantenya mengetahui keadaannya yang sebenarnya.
Maka Zhou Cheng Cheng cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
"Oh, ya… Tante… sudah lima hari saya di sini belum ke Huang Shan… bagaimana kalau besok kita jalan-jalan ke sana, kepingin udara dingin, sejuk… mau kan Tante…?" kata Zhou Cheng Cheng manja sambil membaringkan kepalanya di pangkuan tantenya.
Wanita itu sedikit curiga karena Zhou Cheng Cheng tak menjawab pertanyaannya. Sambil mengelus-elus rambut dan kepalanya, Tantenya manggut-manggut seraya berkata, "Hao ba (baiklah)… besok bangun pagi-pagi… biar nggak panas sampai di Huang Shan…"
"Oke, Tante… pokoknya saya mau istirahat total deh, kita nginap sehari atau dua hari di sana ya Tante…" kata Zhou Cheng Cheng lagi dengan manja.
"Iya… yang penting Tante nggak mau kau melamun saja… Tapi jangan lewat dua hari lho kasihan Ai Qing di tinggal sendirian di rumah…" kata Tantenya mengingatkan Zhou Cheng Cheng.
Zhou Cheng Cheng pun menengadah memandang tantenya seraya berkata, "Lho? Ai Qing di ajak saja Tante, kan Cheng Er jadi ada teman… kasihan dia loh Tante…"
"Ya udah deh terserah kamu aja… kalau begitu rumah ini Tante titip sama Pak Li tentangga sebelah kiri itu…" sahut tantenya lembut.
Zhou Cheng Cheng gembira sekali dan mencium tantenya berulang kali.
Hawa dingin di Huang Shan membuat Zhou Cheng Cheng lebih segar dan ceria lagi, sementara ia bisa melupakan kejadian dan persoalan di Guang Zhou. Zhou Cheng Cheng siang itu nampak berenang di kolan renang di dekat penginapannya. Sedangkan tantenya serta Ai Qing menunggu di bawah tenda di pinggir kolam sambil menikmati makanan kecil dan mimuman kaleng.
Tubuh Zhou Cheng Cheng yang seksi dan menggiurkan itu membuat semua mata lelaki tak henti-hentinya memandang dan berdecak kagum. Ada beberapa anak muda coba mendekati dan menggodanya ingin berkenalan ketika Zhou Cheng Cheng naik ke permukaan air kolam renang dan meniti tangga. Ia pun duduk di pinggir kolam renang itu sambil meremas rambutnya yang basah.
***
To Be Continue…