"Apakah ada orang yang dapat meggantikan kedudukan suami mu?" tanya Han Shan Yan.
"Belum… apa kau kira segampang itu membeli kacang goreng?" ujar Ling Long sambil tertawa.
"Mungkin kau terlalu tinggi mengajukan persyaratannya?" kata Han Shan Yan lagi.
"Ah… justru itu bukan masalah, karena aku pernah menjadi seorang istri jutawan dari bangsa-bangsa Eropa, seperti Spanyol, Perancis, Inggris, dan aku telah merasakannya semua. Sebenarnya aku mengadakan pesta itu, hanya untuk menutupi rasa kesepian ku saja." ujar Ling Long.
"Kau hebat sekali… aku bangga mempunyai teman seperti kau." ujar pemuda ini menghibur.
Ling Long tersentak, tampak bahunya tergetar mendengar ucapan itu. Agaknya ia senang dengan pujian Han Shan yan.
"Oh… yah… aku sudah lam atidak bertemu Zhou Cheng Cheng, bagaimana kabarnya?" ujar Ling Long sambil membetulkan letak duduknya.
"Aku juga tidak pernah bertemu setelah ia pindah mengajar dari kantor ku!" jawab Han Shan Yan.
"Kelihatannya ada sesuatu yang kurang beres padanya." ujar Ling Long serius.
"Yah… cacat dalam jiwanya adalah keturunan ayahnya, aku ingin membantunya, tapi tidak tahu apa yang harus ku perbuat?" ujar Han Shan Yan.
"Kau rupanya jatuh cinta padanya?" tanya Ling Long sambil tersenyum.
Han Shan Yan terperanjat mendengar ucapan wanita ini. Ia kemudian bertanya dalam hati dan pada dirinya sendiri. Apa mungkin ia jatuh cinta pada gadis semacam Zhou Cheng Cheng? Dan pertanyaan itu terus mengganggu pikirannya.
***
Sebuah mobil Suzuki Forsa Esteem berhenti di dekat tanah kuburan. Tampak seorang gadis keluar dari mobil itu dan berlari ke arah salah satu kuburan yang terletak agak lebih dalam di belakang kuburan yang lainnya. Kemudian di susul oleh seorang laki-laki dari belakang. Mereka itu tidak lain adalah Zhou Cheng Cheng dan Han Shan Yan. Begitu sampai di kuburan ibunya, Zhou Cheng Cheng berlutut menjatuhkan tubuhnya dan menangis sejadi-jadinya. Air matanya mengalir tak tertahankan, bagai hujan yang membasahi tanah kuburan itu. Sementara Han Shan Yan berdiri kebingungan di belakang gadis itu. Ia ingin menghibur dan mengusir jauh-jauh perasaan sedih yang menghantui jiwa gadis ini.
"Aku harus minta tolong pada ibu ku! Aku telah di sakiti oleh orang tua kekasih ku. Kekasih ku akan menikah dengan tunangannya, tapi ia tetap yakin kalau akulah yang akan menjadi istrinya." ujar gadis ini di antara sedu sedannya.
Han Shan Yan membiarkan Zhou Cheng Cheng mengeluarkan uneg-uneg di hatinya. "Aku di bawa ke rumahnya, tapi orang tuanya mengatakan aku wanita tak tahu sopan santun. Mereka menuduh aku pengeretan… dan masih banyak lagi yang mereka katakan terhadap ku. Aku tidak tahan mendengar cacimakian itu, sehingga aku cepat-cepat meninggalkan rumah itu saat itu juga. Entah apa yang harus ku perbuat sekarang, kecuali mengadukan semua pada ibu ku. Aku yakin ibu ku akan mendengar semua keluhan ku!" ujar Zhou Cheng Cheng sedih sekali.
Han Shan Yan mendengar cerita gadis ini dengan perasaan haru. Ia baru ingat kalau ia harus menghibur gadis ini. Han Shan Yan pun membelai rambutnya dan memeluknya erat-erat. Zhou Cheng Cheng pun merebahkan dirinya dalam pelukan Han Shan Yan, dan menyadarkan kepalanya di dada pemuda itu, sambil terus bercerita dengan tenang.
"Ibu ku adalah seorang wanita gila…" kata Zhou Cheng Cheng terus terang. "Sebenarnya ia tidak berhak menikah dan tidak berhak melahirkan anak…" Wajah gadis ini memperlihatkan perasaan benci dan dendam. "Ayah ku seorang pesuruh di rumah sakit di mana ibu ku di rawat. Saat ibu ku meninggalkan rumah sakit itu, dokter yang merawatnya yakin kalau ia akan sembuh. Ayahnya kemudian menikahinya. Tapi ternyata belum setahun, penyakit itu kambuh kembali… sayang sekali, janin di dalam rahimnya itu telah terbentuk waktu itu. Aku membenci masa kecil ku…. membenci masa-masa yang pernah ku lalui. Aku ingat bagaimana perlakuan ayah terhadap ibu ku seperti seekor anjing saja. Tak jarang ayah menendangnya dan mencacinya dengan kata-kata kotor. Kalau memberi makan pada ibu, selalu di lemparkan ke hadadpannya, sehingga makanan dari piring kaleng itu jatuh berserakan di lantai. Karena lapar, ibu selalu menjilati makanan yang berceceran itu sampai habis. Yah… aku di besarkan dari keluarga yang hidup tanpa harga diri. Pada saat aku berusia delapan tahun, ibu ku meninggal dunia dengan cara tragis. Ia berlari mengejar anak kecil yang membawa makanan… dan ketika itulah ibu tertabrak mobil. Pengendara itu kemudian mengganti rugi pada ayah. Ketika itu kami baru mampu membeli rumah yang aku tempati sekarang. Ayah selalu membenci ibu… juga membenci ku… dan suatu kali berharap agar ada sebuah mobil yang menabrak ku sampai mati…"
Han Shan Yan pun tertegun mendengar cerita gadis ini, yang begitu tragis dan memilukan. Setelah menghapus air matanya, gadis ini meneruskan ceritanya.
"Aku takut sekali… penyakit gila ibu ku akan menurun pada ku di kemudian hari. Aku tak pernah melupakan wajahnya yang begitu datar, tanpa perasaan. Aku selalu inga lenguhnya bagaikan binatang terluka bila mendapatkan perlakuan buruk dari ayah… aku tidak mau seperti ibu ku… itulah sebabnya aku belajar lebih giat dari orang lain. Setelah besar, ayah tidak mau lagi membiayai sekolah ku. Ketika itulah aku bekerja pada sebuah restoran, sambil sekolah. Aku… aku ingin meninggalkan kemiskinan ini…" Zhou Cheng Cheng menggeleng-gelengka kepalanya, seolah-olah ingin melupakan apa yang selama ini selalu menghantui pikirannya itu.
"Aku ingin membuktikan, bahwa dalam syaraf ku tidak terdapat penyakit seperti ibu ku. Aku ingin membuktikan kepada semua orang, bahwa aku adalah wanita normal…" ujar gadis ini. Ia kemudian melepaskan diri dari pelukan Han Shan Yan, dan berjongkok sambil memukuli batu nisan yang ada di depannya.
"Aku tidak ingin gila seperti kau… aku tidak ingin menjadi gila… aku tidak ingin menjadi anak mu!" Zhou Cheng Cheng benar-benar kalap.
Han Shan Yan menarik gadis ini agar berdiri. Melihat tangannya yang halus dan putih itu penuh goresan luka dari batu nisan itu, ia kemudian membersihkannya dengan penuh kasih sayang menggunakan sapu tangannya sendiri. Zhou Cheng Cheng diam saja membiarkan Han Shan Yan melakukan itu, sambil memandangi wajahnya.
"Apakah kau juga mengira aku orang gila?" tanya Zhou Cheng Cheng.
"Kenapa kau bertanya begitu kepada ku? Tentu saja kau seperti aku juga!" jawab Han Shan Yan.
"Bohong jangan berdusta!" desis Zhou Cheng Cheng dengan air mata berlinang. "Xue Shan Shan telah mengatakan begitu, itu sebabnya aku tidak ingin hidup lagi… rasanya… aku tidak normal… aku memang tidak normal…"
***
To Be Continue…
Sampai jumpa di chapter berikutnya~