Chereads / Cinta dan Pengorbanan / Chapter 24 - Chapter 24 Ketahuan

Chapter 24 - Chapter 24 Ketahuan

Zhang Han pun mengendarai mobilnya untuk menemui Zhou Cheng Cheng, tekadnya sudah bulat untuk mengajak Zhou Cheng Cheng kembali padanya. Pikiranya sudah tak tahan ingin melihat anaknya dengan Zhou Cheng Cheng. Zhang han melarikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Mobilnya pun memasuki daerah yang tak begitu ramai, lingkungan di situ nampak sepi-sepi saja. Zhang Han pun melihat ke kiri dan ke kanan mencari nomor rumah Zhou Cheng Cheng, ia agak lupa dengan jalanan di situ. Terkadang ia berhenti dan bertanya para orang yang lewat. Dan kemudian mobilnya begerak jalan lagi dengan perlahan.

Ternyata Zhang Han salah jalan, ia mengantar mobilnya balik dengan kesal dan wajahnya yang mulai berkeringat dingin itu nampak kesal sekali. Bekali-kali ia mendesah kesal… Bodoh amat aku ini, masak bisa lupa rumahnya… Oh!! Zhang Han amat kesal sambil memukul-mukulkan telapak tangannya pada stir mobilnya.

Ia pun bertanya pada seseorang yang baru keluar dari warung rokok…

"Pak, tahu rumahnya pak Zhou Cheng An… yang orangnya punya kumis agak tebal dan pakai topi hitam setiap harinya?" tanya Zhang Han pada seorang lelaki.

"Wah, saya orang baru di sini, Om… coba tanya di sebelah sana deh…" jawab lelaki itu lalu berlalu.

Zhang Han kembali kesal. Ia lalu menjalankan mobilnya lagi pelan dan menikung ke kanan. Mungkin jalan ini, gumamnya lirih dalam hati. Dan ternyata benar, ia ingat pagar rumahnya. Segeralah Zhang han menghentikan mobilnya dan cepat keluar. Memandangi rumah itu sejenak dan lalu melangkah memasuki halaman rumah itu.

Pintu terdengar di tekuk dari luar beberapa kali. Dan pak Zhou yang duduk bersama seorang anak kecil mungil dengan tangan kanannya memegang botol susu.

"Siapa di luar? Siapa yang datang malam-malam begini?!" bentak Pak Zhou.

Karena kesal akhirnya Pak Zhou meletakkan botol susu itu dan dengan malas menuju ke pintu depan. Begitu membuka pintu Pak Zhou menatap Zhang Han dengan tajam.

"Kau!" desisnya waktu melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.

"Apakah…" kata Zhang Han gugup.

"Zhou Cheng Cheng tidak ada di rumah!" ujar lelaki ini dengaan penuh rasa marah. Ia merasa ketenangannya dengan cucunya telah terganggu. Ia sedang menikmati saat-saat memberi minuman susu pada cucunya yang mungil ini, ketika Zhang Han datang mengganggunya. Sebenarnya Zhang Han sudah mau angkat kaki ketika Pak Zhou mengatakan, Zhou Cheng Cheng tidak ada di rumah. Tapi matanya tiba-tiba terpaku melihat anak yang masih berumur enam bulan itu.

"Apakah anak ini…" kata Zhang Han tidak meneruskan kalimatnya.

"Ada apa dengan anak ini, hm?" bentak orang tua ini tidak sabar. Ia kemudian mengacungkan anak ini seolah-olah menunjukkan hartanya yang paling berharga itu.

"Ketahuilah, anak ini memang tidak punya ayah, tapi ia mempunyai seorang kakek seperti aku ini!" sambung Pak Zhou bangga.

"Apakah… apakah anak ini anaknya Zhou Cheng Cheng?" tanya ZhanG Han dengan tubuhnya yang mulai lemas.

"Apakah kau pikir aku telah memungutnya di tepi jalan?" balas orang tua ini balik bertanya.

"Kalau begitu benar… ini anak Zhou Cheng Cheng?" seru Zhang Han terpekik dan kemudian maju ke depan.

Kalau sedang mabuk orang tua ini mampu tidur di kuburan. Tapi dalam keadaan sadar seperti sekarang ini tubuhnya begitu lincah. Ia berkelit dan mengulurkan sebelah tangan, menghalangi majunya pemuda yang ada di hadapannya itu.

"Mau apa?" bentak Pak Zhou.

Zhang Han tertegun. Ya, apa haknya atas diri anak ini? Apa alasan yang dapat menjadi bukti, sehingga ia dapat menyentuh anak ini? Zhang Han berdiri bagaikan patung, menatapi wajah kecil yang hampir menangis itu. Susunya sudah di cabut oleh kakeknya, sedangkan perutnya masih lapar.

Ya, wajah kecil ini begitu serupa dengan wajah Zhou Cheng Cheng yang di cintainya. Ia merasa dadanya hampir meledak, karena desakan emosi yang berkobar-kobar. Mungkin karena ia telah berhadapan dengan darah dagingnya sendiri.

Akhirnya ia membalikkan badannya, bergegas meninggalkan rumah papan itu. Tiba-tiba otak jernih orang tua ini teringat akan sesuatu hal yang hampir di lupakannya.

"Hai… tunggu dulu…" serunya membuat Zhang Han menghentikan langkahnya.

"Engkau siapa?" tanyanya lagi.

Zhang Han pun membalikkan badannya dan berjalan kembali ke hadapan laki-laki tua ini. Dan seketika itu juga Pak Zhou dapat meneliti wajah pria ini.

"Aku ingat sekarang." kata lelaki tua ini. "Kau yang pernah datang ke sini, yang mengatakan ingin mengawini anak ku, tidak salah bukan?" ujarnya.

Zhang Han pun tidak berani menatap laki-laki tua ini, kecuali hanya memandangi wajah kecil yang ada dalam tangan kakeknya itu. Betapa ia ingin membelai wajah anak kecil itu.

"Yah, memangnya kenapa?" katanya menarik nafas.

"Ternyata aku masih belum pikun ya?" kata laki-laki tua ini sambil menyeringai. Tiba-tiba sikapnya berubah menjadi baik.

"Aku… aku ingin bertanya… aku kan orang tua dari Zhou Cheng Cheng sekaligus kakek dari anak ini. Maaf kalau aku menyinggung perasaan mu. Apakah benar kau… ayah dari anak ini?" tanya orang tuanya.

Zhang Han menyentuh tangannya pada pipi anak manis yang sedang di gendong orang tua ini. Betapa ia ingin selalu dekat dengan anak yang selama ini di dambakannya itu.

"Yah, aku memang ayah anak ini!" jawab Zhang Han dengan tenang.

"Kalau begitu, benar apa yang selama ini ku pikirkan!"

Terjadilah perubahan pada diri orang tua ini, yang tadi tampak begiu baik kini berubah menjadi galak. Serentetan caci maki berurutan di keluarkan orang tua ini. Mungkin saja kalau ia tidak sedang menggendong anak, pasti dia sudha memukul pria yang ada di hadapannya itu.

"Jahanam… anak pelacur…! Jangan menghina anak ku yang sejak kecil tidak punya ibu… dan sekarang anak itu melahirkan bayi tanpa ayah… lekas kau akui bahwa ini adalah anak mu!" geram lelaki tua itu dan Zhang Han pun di hajarnya.

"Ayah!" tiba-tiba suara Zhou Cheng Cheng menghentikan ocehan ayahnya. Bentakan halus itu seakan-akan sambaran petir, membuat orang tu yang mencak-mencak itu tutup mulutnya.

Di bawah penerangan lampu jalan yang seram. Wajah Zhang Han tampak begitu memelas. Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah pintu yang tertutup. Bayangan wajah mungil itu tidak pernah lepas dari benaknya. Tadi begitu banyak yang ingin di bicarakannya dengan wanita ini. Tapi tenggorokannya serasa tersekat duri, begitu nyeri hampir saja air matanya menetes. Lama sekali mereka berdiri tanpa kata-kata. Kemudian Zhang Han berhasil menelan ludahnya, dan kemudian berbisik, "Aku sama sekali tidak menduga kalau akan begini jadinya… Aku malah sering menanyakan tentang keadaan kau ke rumah sakit tempat kau bisa memeriksakan kandungan mu. Aku ingin tahu tentang keadaan mu!"

*****

To Be Continue…