Kening satpam itu pun semakin mengerut, mendengar jawaban lelaki tua itu yang tegas. Menandakan kalau dia itu benar-benar orang tua Zhang Xiao Nan. Tapi memang sulit untuk mempercayainya, kalau ada orang miskin yang mengaku ayahnya Zhang Xiao Nan. Orang yang terpandang dan terhormat di Guang Zhou itu.
"Bapak berasal dari mana…?" tanya satpam itu.
"Shang Hai." jawab lelaki tua itu.
"Bapak punya anak berapa…?" tanya satpam itu lagi.
"Dua. Zhang Xiao Nan dan Zhang Xiao Qing." jawab lelaki tua itu.
"Istri Bapak siapa namanya…?" tanya satpam itu lagi, berusaha mencocokkan apa benar keterangan lelaki tua yang mengaku ayahnya Zhang Xiao Nan itu dengan keterangan majikannya. Mengenai Zhang Xiao Nan punya adik, memang benar. Tetapi Zhang Xiao Nan tidka pernah mengatakan siapa nama adiknya itu. Zhang Xiao Nan mengaku ayahnya itu adalah pejabat di luar negeri. Masih ada keturunan dari Parisnya. Tetapi di lihat dari keadaan lelaki tua yang kini berada di hadapannya itu, rasanya tidak sesuai dengan penuturuan Zhang Xiao Nan. Masa keturunan luar negeri pakaiannya kumal dan lusuh begitu? Itulah yang membuat satpam rumah Zhang Xiao Nan masih menaruh rasa curiga pada lelaki tua di hadapannya itu.
"Istri saya bernama Xing Qiu." jawab lelaki tua itu.
"Xing Qiu…?" Satpam itu sempat berkerut dahi.
"Iya." jawab lelaki tua itu. "Kenapa Anda terus bertanya? Masihkah Anda tidak percaya kalau saya ini adalah orang tuanya Zhang Xiao Nan?"
"Bukan begitu, Pak. Saya percaya Bapak adalah ayah dari tuan Zhang. Namun keterangan yang Bapak berikan, tidak sesuai dengan apa yang di katakan oleh tuan Zhang. Saya hanya seorang satpam, yang di perintahkan untuk menjaga keamanan rumahnya saja. Bila terjadi sesuatu, tentu saya orang pertama yang bertanggung jawab. Saya harap Bapak mau mengerti…" kata satpam itu berusaha menjelaskan kedudukannya yang memang serba sulit. Inginnya bertanggung jawab atas pekerjaan yang di percayakan kepadanya, tetapi kadang tamu menganggapnya orang yang bikin susah. Padahal apa yang dia lakukan, semata-mata untuk menunjukkan loyalitasnya pada majikannya. Lain tidak.
"Suruh dia keluar, pasti dia akan mengakui aku ayahnya." perintah lelaki tua itu.
"Wah, kebetulan tuan Zhang sedang keluar, Pak." jawab satpam itu.
"Keluar…?" lelaki tua itu pun hampir tidak percaya.
"Ya." jawab satpam itu membenarkan.
"Kemana…?" tanya lelaki tua itu.
"Saya tidak tahu, Pak." jawab satpam itu.
"Istrinya?" tanya lelaki tua itu.
"Nyonya juga sedang keluar." jawab satpam itu.
"Kapan nyonya mu pulang…?" tanya lelaki itu lagi, ingin tahu kapan istri anaknya pulang.
Mesti dengan istri Zhang Xiao Nan, mungkin dia akan bisa mendapatkan sambutan. Dan sudah lama sekali ingin bertemu dengan A Nan, anaknya yang sudah lama menghilng. Tepatnya semenjak Zhang Xiao Nan berusia tujuh belas tahun. Ah, tentunya dia sudah menjadi orang yang terpandang dan terhormat. Betapa bahagianya dia sebagai orang tua, melihat keberhasilan anaknya. Sayang sekali, ibunya A Nan telah pergi mendahuluinya tiga tahun yang lalu. Kalau saja ibunya A Nan masih hidup, tentu akan turut senang melihat keberhasilan anak pertamanya.
"Mungkin nanti sore, Pak." jawab satpam itu.
Lelaki tua itu termenung sesaat, seakan tengah berpikir untuk menentukan apa dia akan menunggu sampai A Nan pulang atau tidak. Kalau tidk menunggu, mau ke mana lagi dia? Di Guang Zhou, dia tidak punya sanak family. Dia dari Shang Hai jauh-jauh datang ke Guang Zhou semata-mata untuk menemui anak pertamanya.
"Boleh aku menunggu…?" tanya lelaki itu setengah berharap, kalau satpam itu mau memberinya ijin masuk untuk menunggu sampai anaknya atau menantunya datang.
"Silakan, tetapi di luar saja." kata satpam itu masih tetap pada prinsipnya, siapapun lelaki tua itu kalau belu jelas kedudukannya dia tidka boleh memberi ijin begitu saja.
Lelaki tua itu hendak menurut duduk di trotoar jalan, ketika arah jalan masuk sebuah mobil ferrari menuju ke tempat itu. Mobil berhenti tepat di depan lelaki tua tersebut. Dari dalam mobil, keluar seorang wanita cantik jelita berusia sekitar dua puluh enam tahun.
"Bapak siapa? Dan kenapa Bapak duduk di sini…?" tanya waanita cantik itu dengan ramah.
"Anu Nyonya, Bapak itu mengaku ayahnya tuan." samper satpam itu.
Wanita cantik jelita itu, sesaat memandang ke arah lelaki tua yang kata satpamnya mengaku sebagai ayah dari suaminya itu. Kemudian dengan haru, wanita cantik itu mendekati lelaki tua itu.
"Pak, kenapa tidak masuk ke dalam saja…?" tanya wanita cantik itu dengan sopan dan halus, seakan wanita cantik itu mau mengakui kalau lelaki tua itu benar mertuanya, ayah dari suaminya.
Meski suaminya mengaku kalau dia masih ada darah biru, ayahnya seorang pejabat di luar negeri, tetapi wanita cantik ini menerima kedatangan lelaki tua lusuh yang mengaku sebagai ayah dari suaminya atau mertuanya itu.
"Biar saya menunggu anak saja di sini, Nak." jawab lelaki tua itu.
"Tidak, Pak. Lebih baik bapak masuk saja. Mas Xiao Nan mungkin nanti malam pulangnya." kata wanita cantik itu, terus berusaha mengajak lelaki tua yang mengaku ayah suaminya itu untuk masuk ke dalam rumahnya. "Ini rumah kami, berarti rumah Bapak juga. Silakan masuk, Pak…"
"Tapi apa anak percaya, kalau saya ayahnya Xiao Nan?" tanya lelaki tua itu, meragukan itikad baik wanita muda dan cantik itu yang ternyata adalah istri dari Zhang Xiao Nan.
"Mengenai benar tidaknya Bapak adalah ayah dari suami saya, hanya suami saya yang tahu, Pak. Karena selama ini, saya tidak pernah melihat orang tua suami saya. Saya sudah sering mengajaknya ke rumah orang tuanya di Shang Hai. Tetapi suami saya tidak mau, dia selalu menolak. Ya, bagaimana juga, Bapak harus di hormati sebagaimananya orang tua." jawab wanita cantik itu.
"Tapi saya bawa foto keluarga untuk meyakinkan anak, kalau saya adalah ayah Zhang Xiao Nan. Ini fotonya." pak Zhang Xiao Tian pun mengeluarkan sebuah foto hitam putih dari saku bajunya yang lusuh. Foto itu kenang-kenangan setiap kali dia ingat akan anak pertamanya, yang pergi ke Guang Zhou dan tanpa kabar berita sampai sebelas tahun lamanya.
Istri Zhang Xiao Nan menerima foto itu, kemudian di pandanginya. Dan memang di foto keluarga itu, ada suaminya. Meski waktu foto masih berusia tujuh belas tahun, namun wajah suaminya tidak berubah. Memang tampan dan matanya menggambarkan keuletan. Zhang Xiao Nan sedang duduk bersama orang anak wanita berusia sekitar sepuluh tahun, di apit oleh kedua orang tuanya. Dan orang tua lelaki Zhang Xiao Nan, kini berada di hadapannya. Jadi tidak bisa di sangsikan lagi, kalau lelaki tua bernama pak Zhang ini orang tuanya suaminya.
***
To Be Continue…