Lelaki tua itu pun menghelanya napas dalam-dalam. Meski matanya sebenarnya sudah mengantuk sekali, namun setiap kali dia ingat akan perbuatan anaknya yang kasar dan durhaka kepadanya itu, membuatnya sult untuk bisa memejamkan mata meskipun hanya sebentar atau sedetik saja. Sehingga akhirnya lelaki tua itu kembali termenung lagi, memikirkan nasibnya yang malang sekali itu. Dari dulu, hidupnya senantiasa di lilit oleh penderitaan. Silih berganti penderitaan yang telah di alaminya. Dia tak tahu, sampai kapan dia dan anak perempuannya itu bisa hidup enak dan mewah seperti orang-orang kaya pada umumnya. Harapannya yang semula itu pun, dia limpahkan kepada Zhang Xiao Nan, kini musnah seketika, setelah mengetahui kenyataan yang ada. Jangankan mau membahagiakan dia dan adiknya sendiri, mengakuinya sebagai ayah saja Zhang Xiao Nan bersikeras tidak mau. Bahkan tadi mengusirnya secara kasar, menganggap dirinya tak ubahnya seperti seekor anjing kudisan yang menjijikan.