Cukup lama Arya menangis di pangkuan ibunya, yang membuat dirinya menangis saat ini bukan lagi perasaan sedih yang menyelimuti. Tetapi perasaan haru dan juga bahagia yang tiada tara, dirinya bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya bersimpuh seperti ini kepada ibunya.
Selagi Arya menangis, tangan lembut ibunya terus mengusap surai Arya dengan penuh kasih sayang. Sesekali air mata beliau juga ikut menetes dari pelupuk matanya karena perasaan senang yang amat terangat sangat bisa kembali melihat putra semata wayangnya setelah sekian lama.
Saat tangisannya sudah mereda, Arya menegakkan badannya sambil menatap ibunya teduh. Kemudian sudut bibirnya menukik, membuat senyuman yang tercetak di wajah tampannya, lalu Arya menarik ibunya untuk masuk ke dalam dekapan. Tidak ada lagi isak tangis, yang ada hanya senyuman yang terus terlihat di antara keduanya.
"Arya kangen bunda.." ucapnya sambil memeluk ibunya dengan sangat erat.
Jika melihat Arya sekarang ini, imagenya yang biasa dia perlihatkan ketika tidak ada ibunya mungkin akan sangat kontras. Sosok Arya yang tegas, berwibawa, berkharisma, menarik perhatian, dan juga gagah perkasa langsung runtuh seketika saat ini.
Semua image tersebut hilang saat Arya berhadapan dengan ibunya.
"Bunda juga kangen sama kamu nak.. kangen banget" jawab beliau yang juga memeluk Arya tak kalah erat, seakan beliau tidak mau lagi terpisah sangat jauh dari anaknya.
"Arya.." ujar ibunya lagi saat pelukan keduanya sudah terlepas.
"Kenapa bun..."
"Kamu tau bunda ada di sini dari mana?" Tanya beliau yang mendadak ekspresinya berubah jadi ragu, dan juga gugup.
Arya bisa melihat perubahan ekspresi tersebut dengan sangat jelas, batinnya mengatakan kalau bundanya ini takut jika Arya ketauan oleh ayahnya datang kemari.
"Kalau Arya jawab dari temen Arya bunda percaya ga?"
"Maksud kamu? Temen kamu ada yang orang sini?" Tanya ibunya lagi yang dibales dengan kekehan serta gelengan kepala dari Arya.
"Arya tau kalau bunda pernah dateng ke kantor Arya, sekertaris Arya bilang sama Arya. Dan setelahnya.. Arya minta tolong sama sahabat deket Arya untuk cariin bunda. Jadiya.. begitu kurang lebihnya" jelas Arya tapi tidak mengubah ekspresi dari ibunya.
"Arya ngelakuin ini semua atas inisiatif Arya aja bun, gaada yang tau juga selain sahabat Arya.." lanjutnya lagi. Dan setelahnya, ekspresi ibunya Arya berubah lagi seperti semula. Batin Arya pun mengatakan kalau ibunya saat ini mungkin merasa lega karena tidak ada sangkut paut antara dirinya dengan ayahnya. Walaupun itu hanya spekulasi tapi Arya sangat yakin dengan itu.
"Bun..." panggil Arya.
"Kenapa sayang?"
"Arya boleh tanya sesuatu?" Ibunya hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum menjawab pertanyaan dari Arya barusan.
"Bunda selama ini kemana aja?"
"Bunda ga kemana-mana sayang..." jawab ibunya dengan lembut seraya mengusap pipi Arya.
"Kalau gitu kenapa bunda gapernah ngehubungin Arya? Bunda gatau ya kalau Arya kesiksa banget selama ditinggal sama bunda?"
"Kamu udah gede, udah dewasa.. tapi sifat manja kamu masih ada ternyata ya.." bales ibunya, tidak menggubris ucapan Arya barusan.
"Bun.. jawab pertanyaan Arya, jangan ngalihin pembicaraan" ujarnya sambil menggenggam tangan ibunya erat.
Hanya sebuah helaan nafas panjang yang keluar dari mulut ibunya, setelah itu beliau hanya tersenyum kemudian melepaskan genggaman tangan Arya.
"Kamu udah makan? Bunda masakin makanan kesukaan kamu yah.." ujar beliau yang tentu saja bukan jawaban yang diinginkan oleh Arya.
Karena terus saja mengalihkan pembicaraan, Arya hanya bisa mengalah. Dia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum simpul menjawab pertanyaan ibunya.
--
"Ka Valerie.. ini Fanya. Boleh masuk ga?" Ujar Fanya setelah dirinya mengetuk pintu kamar Valerie dengan ragu.
Tak butuh waktu lama bagi Fanya karena setelahnya pintu kamar Valerie terbuka. Merasa dipersilahkan masuk, Fanya pun berjalan masuk ke dalam kamar Valerie dan tersenyum canggung kepada kakak sepupunya itu saat mata mereka bertemu.
"Kenapa Fan?" Tanya Valerie dengan nada bicara yang biasa saja. Tapi tidak membuat Fanya terlihat biasa juga, perasaan ragu dan juga takut masih menyelimuti dirinya.
Terlebih lagi saat dirinya sudah mengetahui masalah apa yang sedang menimpa kakak sepupunya itu dari kedua orang tuanya. Tapi di lain sisi Fanya juga sudah di amanatkan untuk memberikan sesuatu kepada Valerie, tidak mungkin juka Fanya mengabaikan begitu saja.
"Eum.. ini- apa... eum-"
"Kamu kenapa Fanya? Ko gugup gitu sih?" Tanya Valerie sambil terkekeh. Merasa lucu melihat sikap Fanya saat ini, seperti orang yang sedang tertangkap basah habis mencuri.
"Fanya bingung ka mau ngomongnya gimana"
"Gapapa, ngomong aja.. kenapa?"
"Kakak jangan gimana-gimana tapiya... ini, aku mau ngasih ini. Titipan buat kakak" ujar Fanya sambil menyerahkan satu paper bag kecil. Terdapat tulisan di badan paperbag tersebut, salah satu brand perhiasan yang cukup ternama dan harganya pun lumayan mahal menurut Valerie.
"Dari siapa ini?" Tanya Valerie agak sedikit terkejut.
"Dari Anya. Tadi pas pulang Sekolah Fanya ketemu sama dia, terus dia sempet nitipin itu ke Fanya. Katanya dia kangen sama ka Val" ucap Fanya. Mendengar itu Valerie langsung tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, "makasih ya Fan.. nanti kakak bilang juga ke Anya" jawab Valerie masih dengan nada yang biasa dan cenderung tenang. Membuat Fanya langsung menghela nafasnya lega, karena dirinya takut jika Valerie mendadak berubah jadi murung atau apapun itu jika ada yang menyinggung soal keluarga pak Heri.
"Yaudah ka, Fanya keluar duluya"
"Iya" jawab Valerie yang masih menunjukkan senyuman yang sama.
Tepat saat pintu kamarnya kembali tertutup, senyuman di wajah Valerie langsung menghilang.
Paper bag yang berada di tangannya Valerie simpan di atas meja namun pandangannya masih tidak teralihkan sama sekali.
Bukan tidak suka, Valerie bahkan ingin berterima kasih dengan sangat kepada Anya karena sudah membelikan dirinya perhiasan yang cukup mahal. Mengingat Anya memang anak dari orang kaya.
Tapi, yang membuat Valerie kemvali murung adalah rasa bersalah yang tiba-tiba saja menghinggapi dirinya.
Valerie menyimpan rahasia Anya yang tidak diketahui oleh keluarganya yang lain, termasuk Arya. Valerie juga ikut merasakan sedihnya saat Anya mencurahkan isi hatinya. Tapi, saat Valerie dihadapkan oleh satu kenyataan.. Valerie merasa dirinya juga seperti sudah menyakiti hati Anya. Valerie saat ini seperti sedang memeluk sebuah bom waktu, hanya tinggal menunggu waktu kapan bom itu akan meledak. Karena mau bagaimanapun kenyataan tersebut pasti akan diketahui oleh Anya.
Dalam benaknya saat ini, Valerie sudah membayangkan bagaimana kacaunya dan kecewanya Anya saat dirinya mengetahui kalau Valerie yang sudah dipercaya sepenuhnya oleh Anya dan sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri oleh Anya harus mengkhianati dirinya.
Kalau boleh, dalam hatinya saat ini Valerie sangat ingin menghilang dari semua orang.