Chereads / It's A Secret Mission / Chapter 36 - Thirty Six

Chapter 36 - Thirty Six

Entah udah berapa kali aku menunjukkan pergerakan yang tidak nyaman di hadapan Alana.

Bukan tanpa alasan aku seperti ini, karena Alana sedaritadi terus saja menatapku lurus tapi tidak mengatakan sepatah kata sedikitpun. Sebenarnya ya dia memang berbicara saat aku baru datang, walaupun hanya sekedar "kamu udah pesen minum?". Tapi setelah itu dia tidak lagi mengeluarkan suaranya, hanya diam dan menatapku.

Aku berharap dirinya bisa peka dengan pergerakanku, tapi nyatanya tidak. Hampir 15 menit dia terus menatapku seperti itu. Siapa yang nyaman jika ditatap terus oleh orang yang belum kalian kenal cukup dekat. Jangankan sama orang yang belum kenal deket, sama orang yang udah deket aja aku selalu ga nyaman. Tidak terlepas siapa orang itu, mau laki-laki ataupun perempuan.

Aku jadi menyesal karena tidak memaksa Anya untuk bergabung.

"Eum... maaf Alana, tapi kalau kamu terus mau ngeliatin saya gitu. Saya pulang aja kalau begitu" ucapku yang mulai tidak tahan lagi.

"Kenapa buru-buru? Saya aja belum ngomong apa-apa sama kamu" bales Alana dengan nada bicara yang terkesan dingin.

"Tapi kamu daritadi cuman diem aja, dan ga ngomong apa-apa" ujarku lagi.

"Oh maaf. Saya cuman ngerasa gapercaya aja, makanya saya terus ngeliatin kamu. Buat mastiin diri saya sendiri"

"Gapercaya gimana?" Tanyaku heran.

"Iya, saya gapercaya kalau Arya punya temen seperti kamu" ucapan Alana barusan sukses membuatku terkejut dan juga bingung. Kalimatnya membuatku sedikit ambigu, tapi aku sebisa mungkin berusaha terlihat tenang. "Emang saya kenapa? Maaf, tapi saya ga ngerti maksud kamu apa" jawabku sambil tersenyum. Senyuman yang sedikit dipaksakan.

"Kamu yakin temennya Arya? Karena setau saya Arya gapernah gaul sama perempuan, kecuali keluarganya"

"Soal itu... mungkin kamu bisa tanyakan langsung ke Arya. Lagipula saya sama dia emang kebetulan belum lama ini deket-"

"Kalau gitu kalian bukan temen" sambernya cukup ketus.

"Kalian baru kenal kan? Kenapa kamu bisa ngeklaim kalau kalian itu berteman? Se berani itu kamu sama kakak saya?"

Aku semakin tidak mengerti dengan situasi sekarang, Alana yang tiba-tiba saja menjadi ketus kepadaku dan terus membahas soal pertemanan ku dengan Arya. Aku tidak paham apa yang menjadi masalahnya.

"Begini, saya emang belum lama ini kenal sama Arya, saya kenal sama dia itu karena teman dekat saya adalah partner kerjanya dia. Tapi walaupun begitu,bisa dibilang kami sering bertemu dan dia pun baik sama saya, dan obrolan kitapun sama-sama nyambung. Jadi ya.. saya rasa itu udah bisa dibilang kalau kita berteman. Dan saya juga gangerti kenapa kamu tiba-tiba jadi ketus sama saya" ucapku se tenang mungkin, tapi lain dengan respon Alana yang tiba-tiba tatapannya menjadi sangat tajam. Jujur saja, aku sedikit takut melihatnya.

"Kamu gatau ya siapa kakak saya itu?"

"Saya cukup tau seperti apa kakak kamu Alana, dia orang yang baik" jawabku apa adanya tapi respon dari Alana kembali membuatku keheranan, karena dia menunjukkan seringaiannya sambil menatapku sinis.

"Ada apa ya? Apa ada masalah?"

"Kayanya emang bener.. apa yang ada di pikiran saya sekarang ini kayanya emang beneran" ucapnya yang semakin membuatku tidak mengerti.

"Maksud kamu apa ya?"

"Gini aja deh.. dari awal saya udah ngira kamu pasti udah dibayar sama kakak saya, karena saya yakin kamu pasti bukan temen kakak saya. Sekarang jujur aja sama saya, kamu di bayar berapa sama kakak saya? Atau... kamu udah ngabisin berapa malem sama kakak saya?"

lagi dan lagi aku terkejut karena ucapan yang dikatakan oleh Alana barusan. Tapi untuk yang kali ini aku benar-benar terkejut setengah mati bercampur dengan rasa kesal.

Aku tidak bodoh, aku cukup paham maksud dari ucapan Alana barusan. Aku benar-benar tidak terima, lagipula siapa dia bisa seenak itu merendahkan aku.

"Kenapa kamu ga jawab? Ayo jawab pertanyaan saya" lanjutnya lagi.

"Saya rasa obrolan kita udah selesai, kamu udah menyampaikan tujuan kamu. Dan saya rasa cukup, terima kasih karena sudah mau menunggu" ucapku, menghiraukan perkataannya barusan. Kemudian aku beranjak dari sana, tapi tangan Alana langsung menahan langkahku.

"Mau kemana kamu? Kamu belum jawab pertanyaan saya!"

Aku masih diam, terlalu malas untuk menjawab.

"Atau jangan-jangan ucapan saya bener? Jadi kamu beneran dibayar? Atau kamu sengaja deketin Anya buat narik perhatian dari Arya? Secara Anya itu kan adik kesayangan.. jadi niat kamu sebenarnya apa Valerie?" Ucapan Alana di telingaku terdengar omong kosong, bahkan dirinya sudah terlalu ngelantur.

Aku menghela nafas kasar kemudian menepis tangan Alana dan balik menatapnya tajam, rasa takut yang sebelumnya menghampiriku seketika langsung hilang begitu saja. "Pertama-tama kamu harus tau kalau kamu ini orang asing untuk saya, yang kedua harusnya kamu tau dimana batasan kamu untuk berbicara. Dan yang ketiga, kamu tidak pantas untuk merendahkan saya seperti itu tanpa tahu yang sebenarnya" ujarku lalu segera pergi meninggalkan Alana sendirian. Tidak peduli dengan dirinya yang memanggil namaku berkali-kali.

Mungkin ini yang Anya maksud. Aku tahu sekarang.

--

"Kenapa sih lo? Dateng-dateng langsung cemberut gitu, Anya aja sampe kabur gara-gara takut ngeliat muka lo" ucap Andrea sembari menyerahkan segelas kopi yang baru aja di buatnya untukku.

Aku meraih gelas tersebut tapi tidak dengan menjawab pertanyaan Andrea. Suasana hatiku masih buruk, dan aku tidak mau semakin memperburuk.

Ucapan Alana tadi masih sangat membekas, dan itu sangat menyebalkan.

"Nanti malem mas Arya ngajak kita makan malem di tempatnya"

"Gue ga ikut" jawabku dengan ketus. Sontak Andrea langsung menatapku heran, karena dia tidak berbuat apapun tapi balasanku malah ketus.

Aku tau ini berlebihan, bahkan aku juga terus diam seakan tidak peduli dengan Anya saat pulang tadi. Aku merasa bersalah sedikit kepada Anya tapi emosiku saat ini terlalu mendominasi.

"Lo kenapasih?"

"Gapapa, lo makan aja. Gue ga ikut, salam buat Arya sama Anya" ucapku kemudian hendak beranjak tapi tangan Andrea menahanku untuk tetap di tempat.

"Lo kenapa? Sumpah ya... ini pertama kalinya banget lo kaya gini. Gue bingung tauga harus gimana"

"Yaudah, lo gausah ngapa-ngapain. Gausah peduliin gue, beres kan?"

"Sayangnya gue gabisa Valerie... gue tinggal sama anak perawan yang biasanya gapernah marah, tapi ini tiba-tiba dia marah-marah gajelas. Bikin canggung tauga nantinya.."

"Ndre.. sumpah gue lagi gamau bahas dulu. Lo bisa kan ngerti? Mood gue beneran lagi ancur" jawabku dengan nada yang memohon, Andrea melihat itu langsung menganggukkan kepalanya sambil menepuk-nepuk pundakku pelan.

"Yaudah, lo istirahat aja. Ntar gue pesenin makanan buat lo"

"Gausah, gue pesen sendiri aja"

"Yaudah iya.."