Chereads / L O V E Me. [on going] / Chapter 7 - 06. Love Me, [keinginan berupa ambisi]

Chapter 7 - 06. Love Me, [keinginan berupa ambisi]

Menunjukan jam 08:29.

Hati dan perasaan Ulliiyy msih terasa sakit karena kejadian tadi pagi tapi mau bagaimana lagi. Dirinya harus kuat karena takut jika Ibu akan merasa sedih melihat putrinya sedih.

Malam ini didepan rumah banyak Anak-anak yang bermain badminton dan Ulliiyy juga ikut bermain dengan mereka. Tawa canda malam ini membuat hati nya lumayan terasa hangat. Ada saja tingkah mereka yang suka iseng, ada pula yang tengah cerita tentang hantu. Hahahah_ suasana yang sudah biasa dilihat jika malam tidak hujan. Ini kampung jadi seharusnya beginilah keadaan dan tidak sepi. Banyak juga tetangga-tetangga yang duduk di kursi dekat got yang memang disediakan, membicarakan hal apa saja atau bergosip.

Ulliiyy dapat melihat Ibunya juga ikut mengobrol bersama tetangga lain, dari arah sini ditempat Ulliiyy berada juga masih terdengar jelas walau samar.

"Bulek, yang tadi pagi itu siapa?" Tiba-tiba terdengar anak kecil bertanya ke pada Ulliiyy. Ulliiyy yang mendengar segera melihat kearah samping.

"Yang mana?" Katanya.

"Ih Bulek kok gitu to." Si Ipah cemberut.

"Ituloh. Cowok yang tadi pagi cariin Bulek." Tunjuknya. Mengarah kearah samping kanan.

Disitu ada cowok dengan jaket biru, sudah berdiri disamping motornya tanpa Ulliiyy sadari. Mendengar itu Ulliiyy hanya_ "Bukan siapa-siapa." Jawab Ulliiyy seadanya.

"Ish, Bulek nih. Kalau bukan siapa-siapa kenapa datang lagi." Dengus Ipah melihat kearah buleknya.

Mendengar kata datang lagi Ulliiyy segera mengalihkan perhatian nya. Dia kaget, loh kok si Adim2 itu datang lagi? Ulliiyy segera berdiri terdiam, ketika Adimas berjalan kearahnya.

"Assalamualaikum. " ucapnya sopan melihat Ulliiyy dan anak kecil disamping Ulliiyy canggung.

"Waalaikumsalam. " Jawab kedua nya.

Ipah segera pagi meninggalkan keduanya. Ulliiyy yang ditinggal adik nya hanya bisa diam, bingung mau ngomong apa. Sampai_

"Maaf. Uhm_ bolehkah aku meminta surat itu lagi." Itu katanya.

***

Malam ini Adimas duduk diemperan rumah sibuk berbalas pesan dengan seorang perempuan yang akan dijadikan istri dimasa depan. Mama pergi kerumah temannya, sedangkan Papa nya belum pulang.

Breemm

Terdengar suara motor memasuki perkarangn rumah. Dapat Adimas lihat itu sang Papa yang sudah pulang dari acara. Memarkir motor digaransi samping motor nya.

"Dari mana Pah?" Menaruh ponsel diatas meja, dan minum kopi susu dari cangkir terbuat dari kaca. Ponsel yang dibeli baru dikonter lokasi.

"Biasa kumpul-kumpul." Membuka jaket kulit hitam, meletakan diatas kursi. "Oh iya, tadi Pagi Papa ada titip amplop diMama untuk mu." Jelas sang Papa.

Mendengar itu Adimas kaget. "Amplop apa surat Pah?" Kata Adimas semakin salah paham.

"Amplop pita hitam ada gambaran hatinya. Memang kenapa?" Melihat ke putra semata wayang nya.

"Itu mah surat pah."

"Lah, memang nya Amplop gak bisa begitu ya. Sekali-kali dong harus beda." Kata Papa dari Adimas.

Ya Allah. Dosa apa hamba mu ini. Mengamati sang Papa berkata begiru tanpa dosa. Itu surat dari Papa bukan dari perempuan itu. Astaga. Kalau balik lagi malu dong, kan udah marah-marah. "Memang surat itu isi nya apa Pa?" Ucap Adimas masih sok.

"Bukan surat dek. Tapi Amplop." Kata Papa membenarkan sang Anak.

"Sama aja Pah." Menatap lurus ke luar teras. Berfikir bagaimana harus mengambil surat itu dari perempuan itu. Waduh.

"Kenapa harus tanya Papa. Ya dicek sendiri, bukannya amplop ada pada mu." Kata sang Papa terheran akan kata Anaknya.

Adimas yang Mendengar itu hanya terdiam. Segera bergegas berdiri mengambil kunci motor dikamar buru-buru memasukan ponselnya. Pergi tanpa sepatah kata meninggalkan Papa terdiam bingung melihat anaknya yang aneh.

Breemm breemm

Motor meninggalkan garasi dan melaju ke arah barat menuju rumah perempuan itu. Melewati perempatan, masjid besar, melewati jembatan kayu_ dan sampailah dia didepan rumah perempuan itu yang rame banget, banyak Anak-anak bermain badminton. Segera diparkiran motor depan pekarangan rumah perempuan yang bernama Ulliiyy. Terdengar suara anak kecil bertanya ke Ulliiyy, tiba-tiba arah tunjuk anak itu mengarah ke dia.

Melihat Ulliiyy yang kaget, Adimas melangkah kearah Ulliiyy dengan pelan. Berdiri didepannya. "Assalamualaikum." Ucap Salam nya terasa canggung, namun sopan.

Keduanya menjawab bersama. "Waalaikumsalam. " Anak tadi segera berlari pergi meninggalkan mereka berdua yang terlihat canggung.

Duh, bagamana dong nih. "Maaf, uhm_ bolehkah aku meminta surat itu lagi. " pada akhir bisa mengatakan.

Terdengar nada yang ragu-ragu diucapkan.

Ulliiyy mendengar itu terdiam. Surat. Tapi kenapa? "Maaf, surat yang tadi pagi? Tapi mengapa? Bukannya tadi pagi kamu datang ke sini dengan raut marah-marah dan berkata akan surat ku yang kamu anggap itu__" belum selesai Ulliiyy melanjutkan perkataannya Adimas segera untuk diam.

"Syuuut!!"

"Itu surat sebenarnya dari Papa ku dan yah, ku kira gue yang salah sangka aja. Dan soal surat yang gue maksud dari lo tuh, surat yang waktu itu dikasih sama putri." Jelasnya. Canggung. Menggaruk kepala yang tidak gatal. "Jadi, bisakah aku mengambil suratnya kembali. Maaf." Ucap Adimas. Yang sudah memenangkan kegugupan tadi.

Ulliiyy meng-anggukan kepalanya. "Tunggu sebentar ya. Atau mau masuk terlebih dahulu." Kata Ulliiyy masuk kedalam rumah untuk mengambil surat yang dia taruh diatas meja dikamarnya.

"Ah_ tidak usah gue disini aja."

Adimas duduk ditempat yang Ulliiyy tadi duduk.

Melihat teman anaknya datang, Arin bergegas menghampiri. Meminta Ipah untuk mendorong pulang kerumah. Ipah yang disuruh nge-iyain. Demi melihat lebih dekat pacarnya Bulek seperti apa? Ganteng atau tidak.

Melihat itu Adimas segera berdiri, dan bersamaan dengan Ulliiyy yang datang dari arah rumah.

"Loh, nak Adimas." Kata Arin melihat sosok tegap Adimas yang barusan berdiri ketija melihat dirinya datang menghampiri.

"Assalamualaikum, Bu." Salam Adimas, bersalaman dengan Arin dan mengecup tangan kanannya.

"Waalaikumsalam." Jawabnya. "Masuk dulu ya Nak Dim kedalam." Lanjutnya menyuruh Adimas untuk masuk sebentar.

Ragu. Adimas sebenarnya habis mengambil surat langsung pulang. Tapi rasanya tidak enak jika menolak. Apa lagi melihat dan mendengar dari Ibu Ulliiyy berharap dia mampir sejenak.

"Nggeh, Bu."

"Nduk, buatin wedang untuk Nak Adimas." Kata Arin. Memberikan perintah kepada Ulliiyy.

Ulliiyy ingin memberikan surat itu tapi Ibunya menyuruh untuk membuat minuman, Ulliiyy bergegas berjalan ke dalam lagi menuju dapur.

"Mari Nak Dim, masuk." Katanya. "Ya wes pah, sampai sini aja. Nanti mbah edok seng dorong." Ipah hanya menurut dan pulang.

Adimas yang Mendengar itu langsung berkata. "Adimas aja ya Bu yang dorong."

Arin yang mendengar langsung mengangguk. Adimas segera mendorong kursi roda dari pegangan dibelakang kursi. Kedua nya masuk bersamaan,_ "Duduk disana aja Nak dim." Menyuruh Adimas duduk disofa dekat meja kaca. Sedangkan Arin inginnya tetap duduk dikursi roda tapi sama Adimas keburu mengangkat dan medudukan disofa yang sama dengan nya. Melihat itu Arin sadar bahwa pria didepannya cocok. "Terima kasih banyak".

"Sama-sama Bu." Kata Adimas.

Ulliiyy yang berada didapur tengah sibuk menunggu air yang direbus mendidih, ia sudah menyediakan gelas kaca yang diisi kopi susu sasetan. Tinggal diseduh dengan air panas. Tapi karena Air panas belum mendidih, Ulliiyy menyediakan beberapa hidangan seperti kue atau jagung rebus. Jagung manis hasil kebun, yang sudah beberapa siap dipanen tidak banyak memang. Yang terpenting cukuplah untuk dimakan. Beberapa menit, air telah mendidih. Ulliiyy segera mengambil gayung yang memang khusus untuk mengambil air panas. Panci yang tadi sudah kosong, air berpindah kedalam gelas. Diaduk rata, isi dalam gelas telah menyatu dengan air. Ditaruh nya gelas berisi kopi susu keatas nampan hijau dan piring kue dan jagung manis. Ulliiyy segera membawa nampan menuju depan, ruang tamu.

Langkah kaki pelan melangkah, ketika sudah sampai Ulliiyy segera menaruh nampan itu diatas meja. Menyediakan gelas berisi kopi susu, piring berisi kue dan jagung. Menyisahkan nampan yang ditaruh di meja sebelah sofa kanan. Ketika Ulliiyy akan duduk, sebelum sang Ibu pergi Adimas membantu Ibunya Ulliiyy untuk duduk diatas kursi roda dan mempersilahkan mereka untuk mengobrol. Tapi Ulliiyy tidak tahu apa yang Ibunya obrolin bersama Adimas. Yah telat dong.

Setelah Ibunya pergi ke belakang. Kini mereka berdua. "Maaf ini surat nya." Menyodorkan surat yang sudah sejak tadi dibawa.

"Terimakasih." Jawab Adimas memasukan surat itu kedalam saku.

Suasana yang canggung lagi. "Gue boleh minum kan nih." Katanya menunjuk gelas berisi kopi susu.

Melihat itu Ulliiyy hanya mengangguk.

Hanya melihat reaksi itu dari perempuan itu Adimas mendengus. "Setidaknya kalau ada orang ngajak ngomong tuh dijawab, bukan gitu. Gak sopan." Keterangannya. Mengambil gelas berisi kopi susu tapi ketika akan diminum ia memuntahkan lagi. "Duuuh, panas.." Lanjutnya kesakitan menahan rasa panas yang menyengat pada bibir dan juga lidahnya. Sepertinya melepuh.

Melihat dan mendengar itu Ulliiyy tertawa. "Sudah tau air panas kok gak hati-hati, hahahaaahah." Ucapnya sambil tertawa melihat Adimas yang ceroboh.

"Lo tertawain gue."

"Ouups!" Meletakan telapak tangannya untuk menutup mulutnya. "Maaf." Katanya dan tersenyum. "Terimakasih. " ucapnya pelan.

"Untuk apa?" Katanya menatap jagung rebus. Tangan kanan mengambil jagung itu dan mulai mengigitnya dan mengunyah.

"Soal Ibu ku."

"Itu hal wajar." Katanya meletakan janggel jagung.

Ulliiyy yang menatap Adimas hanya melongo, melihat cepat banget makan itu jagung.

"Kenapa?" Tanya nya.

"Bukan apa-apa." Segera mengalihkan pandangan kearah lain.

Dirasa sudah tidak ada lagi yang dibicarakan. "Ya sudah gue pamit pulang dulu. Ibu Lo mana. Gue mau pamit."

Ulliiyy beranjak dari duduknya. "Sabar ya aku panggilan dulu." Sebelum Ulliiyy mencapai pintu yang tersambung ke ruang keluarga dari arah dapur Ibunya datang membawa kantong plastik berisikan beberapa jagung rebus.

"Loh Nak Dim arep neng endi?" Ucap Arin melihat Adimas berdiri.

"Ini Bu, Adimas mau pulang." Jawab Ulliiyy bukan Adimas. Mewakili Adimas.

"Bener tuh Nak Dim."

"Nggeh, Bu. Udah malam tidak enak juga nanti. " jelas Adimas menjelaskan kepada Ibunya Ulliiyy supaya mengerti.

"Oh kalau gitu nih, buat kamu. Dibawa yo, jantung rebusnya."

Melihat itu Adimas segera menerima apa yang diberi oleh Arin untuk nya. "Terimakasih banyak Bu."

"Kapan-kapan mampir atau main-main disini yo." Keinginan seorang Ibu, berharap dia datang untuk sekedar mengunjungi atau mengobrol.

"Insya Allah, ya bU."

Angguk Arin.

"Assalamualaikum." Salam Adimas.

"Waalaikumsalam." Jawab keduanya. Ulliiyy segera mengantarkan Adimas menuju emperan depan rumah.

Adimas berjalan menuju motornya yang diparkir. Menyalakan dan segera dikendarai.

Breemm breeeemmm

Suara motor Adimas meninggalkan halaman rumah. Setelah itu Ulliiyy segera masuk kedalam membersihkan apa saja yang tersedia di meja, tapi sebelum itu Arin menyuruh Ulliiyy untuk meletakan dan mengajak mengobrol.

"Nak,." Kata sang Ibu.

"Iya Bu."

"Umur mu wes tuo, wes pantas untuk rabi. Kenapa ndak menikah karo nak Asimas aja. Dilihat -lihat Nak Adimas wes mapan." Jelas sang Ibu melihat anaknya.

"Ndak bisa bu."

"Kenapa ndak bisa?" Tanya sang Ibu kepada Anaknya.

"Adimas mungkin wes duwe pacar." Meyakinkan sang Ibu yang menyuruhnya untuk menikah dengan Adimas

"Hanya pacar Ndok. Dudu istri. Noh lihat tadi ditangannya apa ada cincin yang dikenakan." Jelas Ibunya, menjelaskan ke Ulliiyy.

"Tapi Bu, Ulliiyy tetap Ndak bisa." Mata ulliiyy berkaca-kaca, menandakan akan menangis.

"Apa kamu ingin lihat ibu mu ini Mati dahulu baru koe nikah.." terdiam. "Bapak mu wes muleh duluan dari pada Ibu mu iki. Setidaknya dimasa Ibu sehat gini walau harus duduk di kursi roda, tapi Ibu ingin melihat mu segera nikah." Jelas Arin menggenggam tangan Ulliiyy. "Coba dipikirkan disek." Ucap Arin melepaskan tangan nya. Beranjak dari sofa dibantu Ulliiyy. Ibunya pergi meninggalkan Ulliiyy sendiri diruang tamu.

Teringat pesan Ibu, Ulliiyy bergegas menghubungi teman nya. Siapa lagi jika bukan Putri. Dia tidak bisa berfikir jernih akan sesuatu hal. Kedua kaki melangkah menuju kamar yang dia tempati untuk beristirahat, disana diatas kasur ada sebuah ponsel nokia tulalit. Diraih segera ponsel itu, mencari sebuah nama.

Putri

+6281234××××××

Jari jempol menekat tombol berisikan tulisan memanggil, ditekan. Beberapa menit hanya suara druuut druuut tidak lama kemudia panggilan nya diangkat dan terdengar suara laki-laki.

"Maaf siapa?"

Eh,?

Ulliiyy berfikir, kenapa sura pria tersebut bertanya bahwa dia siapa? Apa nama nya tidak tertera di ponsel putri. Bukan seharus nya Putri menyimpan nomer miliknya? Keadaan ini membuat dia bertanya-tanya? Tapi segera diurungkan. "Assalamualaikum." Salam Ulliiyy kepada orang disebrang panggilan telepon yang tadi sempat bertanya bahwa Ulliiyy siapa? Bukan mungkin tertuju pada nomer milik Ulliiyy.

Hening. Tidak lama kemudian terdengar ponsel berpindah tangan dan dijawab oleh suara perempuan yang dikenalnya. Putri. "Hallo, maaf ya Liy tadi aku sibuk. Ugm, ada apa ya?" Kata putri yang terdengar suara aneh. Akan tetapi Ulliiyy dapat menyimpulkan apa yang tengah Putri dan pria itu lakukan.

Tiba-tiba wajah Ulliiyy padam akan merah karena malu. Dia mengetahui jika putri dan suami nya tengah melakukan itu. Apa dirinya menelepon pada waktu yang salah ya? Memikirkan itu tambah membuat dirinya semakin panas. "Ah, itu. Uhm_" kata-kata yang disimpan tadi buyar entah kemana. Waduh, karena memikirkan itu membuat dia melupakan akan tujuan dia menghubungi Putri.

"Kenapa?" Tanya putri penasaran. "Apa soal Adimas lagi." Tebaknya.

Mendengar nama Adimas disebut, teringat apa yang akan dipertanyakan dan meminta bantuan. "Ah, iya benar banget." Katanya. "Oh ya aku mau meminta tolong." Lanjut Ulliiyy meminta tolong kepada Putri. Memikirkan itu membuat dia mempunyai ide yang mungkin akan membuat dia terjebak dalam kubangan penderitaan.

"Uhm_ mau minta tolong apa?"

"Huh, aku tidak bisa menjelaskan. Tetapi bisakah kita berdiskusi sesuatu ketika kita berdua atau keadaan dimana tidak ada yang mendengar. Maaf, maksud ku." Yah, Ulliiyy tidak ingin orang lain mengetahui terutama pada suami Putri sendiri.

Disisi lain putri paham akan Ulliiyy. " oke,aku mengerti. Nanti aku akan menghubungi mu oke. Tenang aja." Kata putri.

Mendengar itu Ulliiyy merasa lega. "Y sudah aku tutup telepon nya. Assalamualaikum. " salam Ulliiyy, menyelesaikan panggilan tersebut.

"Waalaikumsalam. "

Ulliiyy berfikir apakah ini tepat, untuk meminta tolong kepada Putri. Dia binggung meminta tolong kepada siapa? Hah. Ulliiyy segera meletakan ponsel diatas meja. Kembali lagi ke ruang tamu untuk beres-beres. Meletakan gelas sisa kopi susu dibak cucian piring, berjalan menutup pintu dan ngecek jendela. Tidak lupa membantu sang Ibu.

Setelah didapat surat, Adimas pulang menuju rumah. Sesampai dirumah Mama sudah pulang dan sedang berbincang-bincang denga Papa diteras menikmati segelas kopi susu dan juga cemilan.

"Assalamualaikum pah mah." Ucapnya. Yang sudah memarkirkan motornya digarasi. Ia meletakan jagung rebus diatas meja.

"Waalaikumsalam." Jawab keduanya. Melihat anaknya meletakan jagung rebus diatas meja.

"Dari mana Dim?" Kata Dina.

"Biasa Mah."

Dina melirik sang suaminya, sedangkan suaminya hanya mengangkat kedua bahu menandakan dia juga tidak tahu apa-apa. Asimas langsung duduk disamping Papanya menyodorkan surat yang dari tadi menjadi perbincangan.

"Bukannya itu surat yang tadi pagi ya Pa?" Kata mama menunjuk itu surat.

"Amplop Mah, bukan surat."

"Sama aja Pah." Kata mama tidak mau kalah.

"Iyain aja."

Mendengar itu Dina mendengus. "Terus kenapa dikasihkan ke Papa lagi itu surat. Bukannya tadi pagi Mama udah kasih ke kamu ya Dim." Jelas Dina. Segera mengambil jagung tadi yang dibawa anaknya dan digigit terus dikunyah.

"Coba dicek Dim." Kata papanya. Menyuruh Adimas untuk mengecek itu amplop.

Adimas segera membuka surat itu, mengeluarkan isi nya dan ada tiga tiket disana. Tiket pesawat garuda, ia melihat papa dan Mama. "Tiket siapa nih Pa?" Katanya menunjukkan ketiga tiket kepada Papa nya.

Dina yang melihat mulai tersenyum. "Itu tiket untuk papa dan Mama liburan ke jakarta. " kata sang Papa. Mengambil dua tiket dari tangan anaknya. "Sedangkan yang satunya untuk mu."

"Makasih pa." Melihat tiket yang berada ditanganya. "Tapi? Kenapa tanggal 16, kan Adim masih lama disini, apa lagi libur nya diajukan dua atau tiga minggu lagi." Jelasnya kepada Papa nya.

"Dicek bulannya Dim." Kata Dina.

Adimas segera mengecek bulannya. Ternyata hanya tanggalnya saja yang sama tapi bulannya berbeda. "Berarti papa dan Mama pergi duluan?" Tanyanya.

"Bener banget. Betul gak pa?" Kata Dina, menaruh janggel jagung yang sudah habis. "Iya bener banget apa kata Mama mu." Menyetujui apa kata istrinya.

"Tapi_"

Melihat keragu-raguan sang Anak, Ordin papa Adimas menepuk punggung anaknya pelan. "Papa dan Mama selalu percaya kamu."

Mendengar kata itu dari Papa, Adimas berterimakasih kepada Papa dan Mama untuk selalu percaya kepadanya. "Terimakasih Pa Ma. Sudah percaya kepada Adimas."

Kedua orang Tua Adimas hanya mengangguk.

"Yuk masuk sudah malam." Ajak Dina kepada suami dan anaknya. Kedua nya menyetujui mengikuti masuk kedalam untuk beristirahat karena sudah malam.

***

Kamis, 09 26.

Kegiatan dikampus seperti biasa hanya tinggal beberapa bulan lagi akan diadakan wisuda. Tapi hari istimewa tidak bisa ditemani olehnya. Mengapa harus bertambah dua atau tiga minggu lagi sih. Terik matahari membuat jalan yang ditempuh cukup jauh padahalkan hanya tinggal beberapa meter saja. Banyak teman-teman nya sudah memesan baju toga untuk wisuda sedangkan dirinya? Sebenarnya tinggal ambil saja sih. Langkah kaki memasuki koridor kampus, didekat pintu masuk sudah ada Amel teman yang satu jurusan dengan dirinya.

"Maaf lama nunggu nih." Berdiri disamping Amel.

"Tenang aja mbak bro."

"Sudah lama nunggu?" Katanya. Membuka tutup botol air minum yang diambil dari tas cangklung kecilnya. Dan meneguk airnya.

"Gak juga sih. Btw, gimana dengan kak Adim.?" Tanyanya.

Menyudahi acara minum. Menutup kembali dan memasukan kedalam tas. "Bisalah. Lewat WA maupun TELE . Kenapa?"

Keduanya masuk kedalam ruangan sambil ngobrol.

"Gak papa. Yuk kesana nunggu antrian."

Dia hanya meng-anggukan kepala. Amel dan dia pergi menuju untuk mengantri. Lumayanlah hanya beberapa orang saja. Mengantri menerima baju toga yang akan dikenakan dihari istimewa yaitu wisuda.

"Oh iya, berarti dia gak datang dong."

Mendengar itu wajahnya lesu, "ya gitulah." Amel yang melihat mulai tersenyum. "Tenang aja, masih ada gue disini. Lo gak perlu khawatir. Lagian pasti kak Tony bakalan datangkan?"

Mendengar nama Tony disebut, wajah lesu nya cemberut. "Iish, ngapain tuh nama Tony dimasukan kedalam list.!" Mendengar itu Amel tertawa pelan.. "hahahahhaaahhaa.. siapa tau." Katanya lagi.

"Gak ah, mending Kak Rangga aja." Jawabnya. Mendengar nama Rangga disebut Amel diam sejenak. Rangga siapa yang dia maksudkan? Bukan Kak Rangga pacar ku kan. "Rangga siapa?" Katanya penasaran.

"Eh, memang tadi gue ada sebut nama itu." Katanya ragu.

"Ada."

"Oh, itu. Kak Rangga teman nya kakak ku." Katanya. "Memang nya Rangga siapa lagi." Jelasnya.

"Ughm_ bukan siapa2. Lagi pula nama Rangga gak hanya satu kan."

"Bener banget."

Keadaan semakin canggung tidak bagi Amel. Tapi baginya. Amel hanya bersikap biasa tapi dirinya berbeda. Dia berharap ini segera berakhir dan dirinya tidak lagi harus berurusan dengan Amel, padahal dia hanya dijadikan sesuatu demi kepentingan dirinya dan pria tersebut. Sejenak mengalihkan dan menyibukkan diri membalas pesan yang ia kirim kepada pria itu.

Bersambung..

***

Baru kemarin malam update, sekarang update lagi. Bagaimana menurut kalian soal Adimas dan Ulliiyy? Minta pendapat dong. Yang rindu akan Ulliiyy atau Adimas. Jangan lupa ya dukungannya, dukung "LOVE ME". Semoga Adimas dan Ulliiyy bisa naik cetak. Kan seneng kalau kita bisa memegang Adimas dan Ulliiyy kedalam pelukan kita. Jangan lupa juga menyemangati buat Author nya si Ulliiyy aslinya.

Ulliiyy Arianiy Cravond