Chereads / A Trip Of Our Youth / Chapter 44 - Safe Attractions (?)

Chapter 44 - Safe Attractions (?)

Demi kerang ajaib, apakah Yora sudah bilang kalau ia phobia ketinggian?!

Sepertinya sudah banyak kali momen ia menguji nyali menantang gravitasi selama 2 minggu belakangan. Seakan beum cukup, Sera dan Aruna kembali membawa gadis berhighlight itu memacu jantung.

Di sini ia berdiri, mendongak dengan tatapan tidak percaya pada cable car yang bergantian menghilang di kejauhan.

"Baru kemaren loh gue nyaris pingsan naik roller coaster, sekarang lo nyuruh gue naik ginian? Kalian pengen gue cepet mati ya?"

"Hush, mulut kanunu cakrawalanya dijaga dungs," ucap Sera dengan bahasa ajaibnya. Yora tidak membalas, tapi mulutnya komat-kamit dengan ekspresi semenyebalkan mungkin.

"Mau ikut apa tinggal?" final Aruna.

"Ikut."

Akhirnya mau tidak mau Yora mengikuti dua sahabatnya. Sedikit banyak menyesal karena selain super tinggi, kereta gantung itu juga sangat panjang.

Jika Sera dan Aruna sangat menikmati pemandangan, bagi Yora ini justru amat menyeramkan. Perjalanan melintasi laut dan perbukitan itu jadi 25 menit terlama yang pernah Yora alami.

"Heh, duduk! Duduk! Bahaya!" titah Yora saat Sera berdiri dari duduknya.

Aruna? Gadis berkulit pucat itu harus rela jadi objek cengkraman Yora. Anak tunggal penerus Hanan Group itu terus memeluknya dengan sangat sangat erat, seakan nyawanya bergantung pada Aruna.

"Santai sistur. Lo peluk aja tuh temen lo ampe gepeng, biar gue yang ambil foto," kata Sera dengan kamera di tangan. "Oke Aruna?"

"Hmm…" jawab Aruna dengan malas. Aruna mau protes juga tidak akan menang. Yora hanya akan melepaskannya saat mereka sudah menginjak tanah.

"Fotonya sambil duduk aja! Diam… tenang… gak usah banyak gerak!" titah Yora lagi.

"Kalo berdiri lebih bagus," jawab Sera seraya mengeluarkan ponselnya. "Sekalian gue fotoin juga mau gak? Update instastory dulu."

Seketika air muka Yora berubah rileks dan siap berpose, seakan ketakutannya tadi terbang terbawa angin. "Boleh. Tag gue ya!"

"Idih, dasar narsis," timpal Aruna.

Sera lalu mengupload foto dengan Yora yang tersenyum sambil memeluk Aruna sementara Aruna memasang senyum kecut. Tidak lupa ditambah caption 'si penakut dan si pasrah'.

Tidak perlu waktu lama, instastory itu sudah banyak di lihat, termasuk Sean yang langsung berkomentar.

sean_tiono: taken by si sinting

serafinat_: DIAM

* * *

Pagi ketiga The SeNaRa di Hong Kong di mulai cukup awal. Waktu masih menunjukkan pukul 5.30 tapi ketiga gadis itu sudah bersiap-siap pergi.

"Buru, Sera! Jalannya melek oy!"

Titah Yora tidak Sera indahkan. Bukankah ia sedang lburan? Kenapa harus bangun pagi buta begini? Sera bahkan tidak pernah bangun jam segini untuk pergi bekerja.

"Sera kalo jalannya merem terus nanti matanya diambil Tuhan."

Perkataan Aruna otomatis membuka mata Sera yang sebenarnya masih memaksa untuk terpejam. "Aigoo, masih pagi udah doain orang yang tidak baik. Cih, jinjja," protes Sera mendramatisir.

Tentu saja bukan tanpa alasan 3 sekawan itu sudah bangun sepagi ini. Setelah keluar dari hotel, mereka lanjut menaiki taksi menuju Victoria Peak, sebuah bukit yang jadi salah satu destinasi favorit jika berada di Hong Kong.

Banyak turis dan warga lokal yang datang untuk menikmati pemandangan di Victoria Peak. Bukit yang merupakan daratan tertinggi di Pulau Hong Kong ini membuat orang-orang bisa melihat hamparan gedung tinggi dengan lebih apik.

Tapi untuk bisa mendapat pengalaman yang lebih berkesan lagi, The SeNaRa memutuskan untuk sekalian melihat matahari terbit dari bukit di sebelah barat Pulau Hong Kong tersebut.

Sesuatu yang sedikit disesali Sera karena ia terpaksa harus bangun pagi-pagi buta. Bukan itu saja. Di tengah udara subuh yang dingin ini, mereka masih harus berjalan kaki menuju puncak karena kendaraan tidak boleh naik ke atas.

"Gue gak tau udah berapa banyak gunung dan bukit yang kita taklukan 2 minggu ini," ucap Sera dengan terengah. Berjalan di tanjakan begini benar-benar membuat betisnya mengeras.

"Lebay. Cuman di Vietnam sama kemaren aja kok," jawab Aruna.

Iya, kemarin setelah naik cable car, mereka lanjut menaiki ratusan anak tangga untuk melihat patung Buddha raksasa yang katanya jadi icon wajib di Lantau Island.

Masalahnya patung itu berada di puncak bukit. Kalau Sera menolak ikut menyusuri anak tangga, gadis bersurai sebahu itu harus menunggu di alun-alun bersama sapi-sapi yang entah berasal dari mana.

Iya, di sana ada beberapa sapi yang berkeliaran bebas di antara turis.

"Yang di Vietnam itu kita literally naik turun gunung ya!" pungkas Sera. "Betis gue lama-lama bisa segede tales kalo gini caranya."

"Emang dari sononya betis lo ukuran plus, Se. Terima aja," timpal Yora dan Sera hanya mendengus sebagai balasan.

Sesekali 3 sekawan itu membuka suara sampai akhirnya mereka tiba di puncak bukit. Langit masih gelap yang berarti mereka masih punya waktu sebelum matahari terbit.

"Ngapa lo senyam senyum?" tanya Sera yang heran melihat senyum Aruna.

"Nothing, just… enjoying the air."

"Sunrise always reminds me of you," kata Sera sembari menyenderkan kepalanya di bahu Aruna, cukup mengejutkan dua sahabatnya.

"Apa nih???" timpal Yora.

"Sekedar info?" jawab Sera sedikit ragu.

Aruna sendiri hanya terkekeh. Menikmati pagi hari dengan udara sejuk bersama dua sahabatnya, ditambah Sera yang tiba-tiba jadi soft spoken rasanya seperti mendapat asupan oksitosin dan serotonin.

"Someone's said that to me before too."

"Let me guess, it's Keano," tembak Yora yang diangguki Aruna. "Uh, lovey-dovey that I will never relate to."

"Ngomong-ngomong soal Keano, lo udah baikan, Na?" tanya Sera.

"Gue ga berantem kok."

"Cuman kesel," timpal Yora.

"Wajar gak sih gue kesel kalo cowo gue keluar malem bareng staff gue?"

"Wajar."

"Tapi kalo gue bahas, gue takut Ken nganggep gue posesif. I don't want to be an annoying girlfriend," jelas Aruna.

"Kalo sampe Kak Ken kesel, berarti dia yang annoying," kata Sera.

"Bentar lagi dia ulang tahun tapi gue belom siapin kado apa-apa karna udah keburu bad mood."

"Forget about Keano for a while," sanggah Yora yang tiba-tiba bangkit berdiri. "The sun is about to rise. Ayo kita foto-foto dulu," lanjutnya seraya menunjuk langit yang mulai menyembulkan warna jingga.

Tiga sekawan itu masih menetap di tempat sampai sekitar 30 menit selanjutnya. Hamparan gedung pencakar langit dan lautan Hong Kong terlihat menakjubkan dalam balutan jingga matahari yang perlahan muncul di ufuk timur.

Puas mengambil foto dan menikmati pemandangan, ketiganya lalu memutuskan untuk turun menggunakan trem yang sudah menjadi ciri khas di daerah itu. Kereta tua dengan nuansa antik tersebut melewati jalur yang cukup terjal, membuat The SeNaRa, terutama Yora melongo dan sulit mencari posisi duduk yang nyaman.

"Are you sure this is safe?" bisik Yora pada Aruna dan Sera. Tapi nampaknya seorang nenek disamping gadis bersurai sepunggung itu juga mendengar dan ikut menimpali.

"Don't worry. We've use this since 1888."

Yora tersenyum mendengarnya tapi tidak dengan perasaannya yang makin was-was.