Sesuai janji, karena Aruna sudah sembuh Om Soni pun mengajak SeNara jalan-jalan. Tujuan pertama adalah sekolah Asahi.
"Asahi ada acara di sekolahnya siang ini jadi kita drop dia dulu ya, kakak-kakak," ujar Om Soni dalam perjalanan.
"Asahi kelas berapa?" tanya Sera.
Asahi menjawab, tapi pake bahasa Jepang. Ya mana Sera ngerti.
"In Bahasa, please?" Om Soni menegur.
"Lima."
Singkat, padat dan jelas pt. 2.
Untungnya sekolah Asahi gak jauh-jauh amat. Sera jadi gak berlama-lama menahan gondok pada bocah setengah Nippon ini.
"Tanoshinde ne," ucap Om Soni saat tiba di depan gerbang sebuah sekolah dasar.
*have fun
"Mmm, jaa ne." Setelah itu Asahi turun dan melambaikan tangan dengan pasrah saat Sera dengan riang berseru dari jendela mobil.
*see you
"SAYONARA ASAHI-CHAN!"
"Baka," rutuk Asahi.
*stupid
Sehabis mengantar Asahi, suasana di mobil kembali tenang. Jenis tenang yang tidak nyaman dan Om Soni menyadarinya. "Girls, what's wrong? Kok kayak murung gitu?"
"Biasalah, Om, anak muda. Masalah cowok." Dari ketiga gadis itu, tampaknya hanya Sera yang baik-baik saja. Makanya waktu Sera nyeletuk, dua temannya yang lain langsung menatap sinis.
"Oalah … kenapa? Putus sama pacar?"
"Enggak, Om. Cuma … lagi bingung nyari kado buat dia aja," jawab Aruna yang untuk pertama kalinya dalam 15 menit terakhir membuka suara.
"Kalau Yora?"
"He's not even hers," celetuk Sera.
Yora auto naik darah. Dari passenger seat, gadis yang warna rambutnya mulai kembali natural itu mengumpat, "Bacot lu!" yang detik berikutnya ia sesali sambil melirik ragu pada Om Soni. "Oops, sorry, Om."
"Nah, it's okay. Om bukan mami kamu yang super bawel itu kok," kelakar adik kandung Sonya tersebut. "Om kan gini-gini berjiwa muda."
Tidak lama, mereka tiba di sebuah pasar ikan tradisional Jepang. Meski judulnya pasar ikan, bukan berarti mereka akan dikelilingi ikan segar berbau amis dan berlumur darah ya. Pasar yang dikenal dengan nama Kuromon Ichiba ini memang mayoritas menjual hasil bahari, baik untuk disajikan di tempat maupun didistribusikan lagi ke sejumlah restoran.
Layaknya Chinese Street Food yang SeNaRa sandangi saat di Singapura, Kuromon Ichiba juga sebuah jalan lurus panjang yang menjajakan makanan di kiri-kanan serta memiliki atap tertutup untuk kenyamanan turis.
"Nah, ini namanya Kuromon Ichiba atau Kuromon Market. Ini fish market terkenal di Osaka," jelas Om Soni setelah mereka memarkirkan mobil dan tiba di sebuah jalan yang terlihat seperti lorong panjang raksasa. "By the way, kalian gak ada yang alergi sea food kan? Soalnya Om mau ngajak kalian icip-icip sampe kenyang di sini."
Ketiga gadis itu menggeleng.
"Okay then, mari masuk. Kalian tunjuk aja apa yang kalian mau. Treat's on me!" ujar Om Soni memimpin jalan.
"I love gratisan!" seru Sera tertahan sebelum mengikuti Om Soni dengan tangannya mengait pada Aruna dan Yora di kedua sisi.
"Nih, coba crab stick." Om Soni tau-tau sudah membawa sebuah piring kertas dengan crab stick ukuran jumbo di kedua tangan. "Yang ini dibakar, yang ini di steam. Coba, enak mana?"
"Enak banget, Om. Gurih!" ucap Sera kagum.
"Mmm … yang ini lebih enak!" timpal Yora sembari menunjuk steamed crab fish yang baru ia makan.
Lalu begitu saja, suasana gundah gulana yang sebelumnya meliputi Aruna dan Yora perlahan hilang digantikan hormon endorfin yang meningkat. Om Soni yang melihat 3 gadis itu girang mencoba berbagai jajanan bahari itu pun ikut tersenyum.
Diam-diam ia mengambil ponsel dan mengabadikan momen itu lalu mengirimkannya pada Sonya.
To: Ci Sonya
*sent picture*
Happy tummy, happy kids
* * *
Kebetulan sekali tiga sekawan itu datang saat bunga sakura sedang mekar-mekarnya. Maka dari itu Om Soni mengajak ketiganya ke salah satu spot paling terkenal untuk bunga sakura, Osaka Castle Park.
Nuansa romantis bunga-bunga sakura yang mekar dan berguguran, dipadukan dengan Osaka Castle yang berdiri kokoh tak lekang oleh waktu berpadu jadi satu. Sungguh momen berharga yang belum tentu mereka dapat di lain waktu.
"Sayang banget ya gue ke sini gak bawa pacar. Padahal cucok nih foto ala couple goals," tutur Yora. Mereka sedang berdiri di sisi sungai sembari menikmati suasana. "Gak usah lo ungkit-ungkit si Adelio ya, kampret!"
Padahal Sera baru ancang-ancang buka mulut, udah disemprot duluan sama Yora.
"Lagian gue bilang juga apa. Gak mungkin cowok kayak Adelio yang too good to be true gitu masih single."
"Iyaaa. Kan gue bilang gak usah diungkit-ungkit lagi."
Sementara duo RaRa sibuk berdebat, Aruna berfokus pada layar ponselnya. Sebagai kaum overthinker, Aruna merasa tidak tenang karena Keano yang tidak kunjung menjawab teleponnya. Membaca pesannya pun tidak.
Masa iya Keano marah gara-gara Aruna telat mengucapkan selamat ulang tahun?
Kenny is calling …
Panjang umur, batin Aruna. Yang dinanti muncul juga. Buru-buru Aruna menjawab panggilan video tersebut.
"Happy birthday!" ucap Aruna segera setelah panggilan itu terhubung. Suara Aruna yang cukup keras menarik perhatian Sera dan Yora yang tanpa permisi ikut masuk ke dalam frame panggilan video.
"Weh, selamat hari burung, kak!" ujar Sera, membuat Aruna bingung.
"Selamat tambah tua calon kakak ipar," timpal Yora.
"Kok selamat hari burung, Se?" tanya Aruna.
"Kan bird-day. Bird artinya burung. Day artinya hari. Jadi bird-day? Ya hari burung," jelas Sera.
"Gak jelas lo," kata Yora.
"Lah, lo ngapa manggil Kak Ken kakak ipar? Emang lo adeknya Nana?!"
"Aruna kan my sister from another mother and another father!" jawab Yora gak mau kalah.
"Wow, di mana tuh? Kamu lagi liat sakura ya?" tanya Keano saat Aruna terlihat berjalan menjauh dari Sera dan Yora.
Aruna lalu mengarahkan kamera ke sekelilingnya. Memamerkan nuansa pink bunga semi tersebut. "Iyaaa."
"Jadi … gimana liburannya? Seru banget ya sampe lupa pacarnya yang ganteng ini ulang tahun?"
"Sorry, kemaren tuh dari Hong Kong hectic banget. Tadi pagi aku baru bisa bener-bener tidur di rumah omnya Liora," jelas Aruna. "Kamu juga aku chat, aku telpon dari tadi gak diangkat! Kemana aja coba?"
Gantian Keano yang cengengesan, "Biasa, abis main futsal sama anak-anak. Ini juga baru pulang. Oh iya, nanti malem aku ijin ya, babe."
"Ijin apa?"
"Mau ngumpul. Anak-anak minta ditraktir. Di tempat kerjanya Gian, temen aku yang barista. Cowok semua kok."
"Yaudah, tapi awas ya, jangan sampe mabok! Pulangnya naik grab aja. Kecuali kamu cuman minum air mineral doang di sana."
"Ya kali, Na. Ini aku ngumpulnya di bar bukan warung pecel lele."
Aruna tertawa mendengar penuturan Keano, membuat cowok itu sedikit lega. Pasalnya akhir-akhir ini mereka jarang berkomunikasi. Walaupun ia paham Aruna sedang liburan, namun entahlah. Ada sedikit perasaan mengganjal di antara mereka.
"I miss you," ucap Keano tiba-tiba, yang lantas membuat Aruna tersipu. "Kok malu gitu sih, Na? Pipi kamu jadi sama warnanya sama pohon-pohon di belakang."
"Berarti aku cantik dong? Kan sakuranya cantik."
"Iya, kamu emang cantik."
"Apaan sih, Ken! Kok kamu jadi gombal gini?"
Gantian Keano yang tertawa puas menggoda Aruna. Cowok yang sedang berada di kamarnya itu duduk membelakangi meja, membuat Aruna juga dapat melihat barang-barang yang ada di sana.
Tapi yang membuat perhatiannya teralihkan adalah gerabah putih berbentuk 'N' yang jelas tidak asing baginya. Aruna ingat betul, Kinan, salah satu pekerja paruh waktu di Sun Up mengkonfirmasi gerabah N itu Nesya yang buat. Terus kenapa sekarang ada di kamarnya Keano?
"Ken. Itu di belakang-"
Belum sempat Aruna menyelesaikan kalimatnya, Keano sudah lebih dulu memotong. "Oh, ini?" katanya sambil menunjuk vas yang diberikan Nesya tadi pagi. "Thank you ya! Aku gak nyangka kamu sampe repot-repot nyiapin kado buat aku sebelum berangkat. Aku kaget banget pas tadi aku ke Sun Up, terus Nesya ngasih aku ini."
"Nesya yang kasih ke kamu?"
Keano mengangguk penuh semangat. Aruna tau pacarnya sangat senang, tapi tidak dengan Aruna yang justru diliputi kebingungan.
"Ken-"
Aruna sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut. Namun panggilan masuk lain di ponsel Keano membuat panggilan video itu terpaksa disudahi.
"Na, sorry. Mama nelpon nih. Udah dulu ya, nanti kita sambung lagi."
"Hah? Oh, i-iya …"
"Bye, babe."
"Bye …"
* * *
Sore harinya, Om Soni menjemput Asahi dari sekolah dan lanjut mengajak tiga sekawan serta anaknya ke Shinsekai, satu lagi area terkenal yang wajib dikunjungi saat di Osaka.
Bentuknya sendiri cukup serupa seperti Kuromon Ichiba, yaitu ruas jalan yang di kanan-kirinya berjejer toko. Bedanya di Shinsekai lebih beragam jenis tokonya. Dari yang menjual makanan sampai kafe yang menyediakan game tempo dulu.
"Somehow, ada rasa nostalgianya di sini ya?" ucap Yora.
"Iya, kayak old vibes-nya berasa banget," timpal Sera.
"Well, for Liora, this is not your first time here. Tapi dulu kamu masih kecil, jadi mungkin udah lupa," kata Om Soni. "And the reason of the old vibes … mungkin karena daerah ini udah dibangun dari jaman perang dunia."
"Kalian liat tower itu?" tanya Om Soni sambil tangannya menunjuk bangunan tinggi dengan tulisan kanji besar berhias lampu berwarna merah dan biru. "Itu katanya terinspirasi dari Eiffel tower. Namanya Tsutenkaku Tower. Terkenal banget ini di Osaka! Ayo kalian wajib foto di sini. Om fotoin yang bagus. Asahi, mundur dulu, nak. Nanti masuk frame."
Asahi nurut aja. Bocah 10 tahun berhoodie itu hanya berdiri di tepi jalan dan memperhatikan tanpa minat ayahnya yang sibuk memotret kakak sepupu serta 2 temannya.
"Asahi-chan, ikut foto sini!"
Asahi mendengus saat gadis berkacamata yang ia kenali bernama Sera memanggilnya. Gadis itu terus mengajaknya bicara seakan mereka sudah akrab dari pertama bertemu. Asahi hanya menggeleng sebagai bentuk penolakan.
Setelah puas berfoto, mereka berlima lanjut mencari makan. "Nah di sini itu terkenal sama kushikatsu. Jadi semacam tempura gitu, tapi ini adonan tepungnya lebih kea rah katsu. Isinya macam-macam. Ada sosis, daging sampe sayuran juga ada," jelas Om Soni.
Lelaki paruh baya itu lalu melipir ke salah satu toko yang menjual kushikatsu. "Nah kayak gini," tunjuk Om Soni yang lalu memesan pada si penjual. "Kalo kushikatu disajiinnya pake tusuk sate. Nih kalian coba," katanya sembari menjelaskan isiannya.
Lanjut berjalan lagi, kali ini mereka berhenti di depan sejenis kios yang diatasnya terdapat gambar ikan buntal. "Another thing yang wajib di coba, fugu."
"Fugu bukannya beracun, Om?" tanya Aruna.
"Iya. Makanya chef yang jual harus udah punya license. Kalo sampe pelanggannya kenapa-napa, yang jual bisa dipenjara."
Mendengar itu, SeNaRa jadi saling menatap ngeri-ngeri sedap. Mana Om Soni udah keburu pesan pula.
"Tenang aja, tempat ini terpecaya. Om udah berkali-kali makan di sini dan belum pernah liat ada yang keracunan," tutur Om Soni yang seakan menjawab kekhawatiran mereka.
"Gimana?" tanya Om Soni saat ketiga gadis di depannya sudah melahap lembaran tipis ikan beracun tersebut.
"Kenyel. Kayak cumi," jawab Sera.
"Not bad lah," timpal Yora.
Belum puas mengunjungi kios-kios makanan, paman Yora itu kembali mengajak the SeNaRa dan anaknya memasuki restoran lain. "Kalian pada belom kenyang kan? Kalian wajib cobain udon di sini."
"Om, yang gak wajib apa sih? Dari tadi wajib semua," keluh Yora. Kalau begini ia bisa melar beneran.
Om Soni terkekeh, "Japan has a lot to offer, especially the food. So enjoy while you're here."
* * *
Sudah lewat pukul 8 malam dan nampaknya Om Soni belum lelah mengelilingi Shinsekai. "Om, kita gak makan lagi kan?" tanya Yora. Serius, ia bahkan membagi 1 porsi udon dengan Sera-Aruna saking kenyangnya.
"Enggak kok, tenang. Om mau ngajak kalian ke sini!"
Mereka berhenti di tempat yang menyediakan mesin game jaman dulu. Interiornya terasa retro sekali. Jejeran mesin arcade terpampang rapih, siap untuk dimainkan.
"Welcome to my time capsule!" ujar Om Soni. "Don't call me childish like Liora's mom did. Mumpung lagi di sini, coba lah main beberapa. Timezone begini di Indonesia juga udah jarang kan?"
"Bukannya udah jarang sih, Om. Kita aja yang udah terlalu tua buat main timezone," tutur Yora.
"Nahh, we're never too old to have fun."
Sementara Om Soni dan Yora berbincang dan memilih arcade yang menarik bagi Yora, Asahi dan Sera serta Aruna malah sudah sibuk bermain. Awalnya Sera yang kagum dengan permainan Asahi yang lincah menghajar lawan. Lalu gantian Sera yang bermain.
Kekalahan Sera langsung diberi cemooh hebat oleh Asahi. Adik sepupu Yora itu tiba-tiba jadi aktif berbicara di samping Sera, membuatnya seperti atlet yang diteriaki coach. Kecuali fakta bahwa dirinya tidak paham sebagian besar yang Asahi katakan.
"Shhh. Payah nih game-nya! You …" tutur Sera terpotong pada bocah di sampingnya, "… shouting in Japanese is a total useless cuz I don't understand any of it. Don't be mad at me."
"Cupu."
Satu kata yang sukses membuat Sera ingin meledak. Kalau Sera hidup di dunia anime, mungkin sekarang sudah ada tonjolan urat di dahinya, kedua matanya akan membesar dengan kobaran api di belakang tubuhnya.
"KAMU JAGO BAHASA INDONESIA YA?! YOU EVEN KNOW THAT WORD!"
Asahi berbalik untuk menghindari pertanyaan Sera dan malah terpukau dengan score permainan Aruna. "Wah … sugoi."
"Sugoiii …"
Asahi melirik malas. Wajah teman kakak sepupunya itu tiba-tiba berada tepat di sebelahnya, bahkan mendramatisir gaya bicaranya.
"Is that really cool tho?"
"Much better than yours."
Sera berdecih, tapi pada akhirnya ia dan Asahi bersama-sama menonton permainan Aruna. Bahkan Yora dan Om Soni juga ikut bergabung.
Sampai pada avatar yang dimainkan Aruna memukul KO lawannya, 4 penonton dadakan bersorak riuh. Untung pengunjung lain tidak marah.
"Siapa kamu?"
Aruna mengangkat sebelah alisnya. Bingung dengan pernyataan Sera. "Aruna …"
"Gak. Aruna yang saya tau gak lebih jago main ginian dari saya! Keluar dari tubuh Aruna sekarang!"
Yora menggeleng melihat Sera mengguncang tubuh Aruna. Mau heran tapi ini Sera. "Se," katanya seraya menyentuh tangan Sera yang memegang bahu Aruna. "Kalo ada yang perlu dirukiyah di antara kita, orang itu udah pasti lo. So let her go," lanjut Yora dengan wajah bijak dan penuh kesabaran
Sebelum Sera melayangkan protes, Yora mengalihkan pandangan pada Aruna. "Tapi serius, tadi lo jago banget, Na."
"I just need to release my emotions."
"Wow. What emotions?" tanya Sera.
"Get a boyfriend first, then you'll understand."
"Ouch," Yora tersenyum meledek sebelum mengikuti Aruna meninggalkan Sera di depan toko arcade retro tadi.
"Wahai setan, keluar dari tubuh Aruna!"