Hari ini Om Soni mengajak SeNaRa beserta keluarga kecilnya mengunjungi Nara, salah satu kota wisata di Jepang. Mereka memutuskan menggunakan kereta menuju Nara.
Perjalanan sekitas 40 menit itu digunakan untuk tidur baik oleh Sera, Aruna maupun Yora. Tidak heran karena tadi malam mereka menghabiskan waktu sampai larut untuk mengitari kawasan Dotonbori yang memiliiki banyak atraksi untuk disuguhkan.
Aruna bahkan harus menahan sakit kepala akibat terlalu banyak minum. Yora dan Sera juga tidak tau kenapa, tapi sepertinya Aruna sedang punya masalah. Mereka jadi tidak punya pilihan selain menemani Aruna yang lebih memilih menikmati hiruk piruk Dotonbori semalaman.
Walaupun mungkin lebih tepat jika Sera dan Yora yang menikmati keramaian tadi malam. Dengan berbagai penampilan musik, mereka ikut bersorak mengikuti wisatawan lain. Sementara Aruna sendiri memilih duduk di pinggir sungai yang berada di tengah kawasan hiburan itu dengan minuman apel beralkohol untuk menemaninya menggambar sekaligus menghangatkan diri.
Sebenarnya Om Soni sudah menawarkan untuk istirahat terleih dahulu di penginapan namun ketiganya menolak. "Rasa capek sama ngantuknya bakal ilang kalo jalan-jalan, Om," begitu kata mereka.
Nara adalah salah satu kota paling bersejarah di Jepang. Konon katanya Nara juga pernah menjadi ibukota pada tahun 700-an. "Tapi karena Nara ini Budhisme nya kuat, ditakutkan mengganggu siistem pemerintahan. Makanya abis itu ibukota pidah ke Kyoto," jelas Om Soni.
"Berasa study tour gue," bisik Sera yang disetujui kedua temannya. Tiap mengunjungi suatu tempat, Om Soni pasti menjelaskan apa yang ada di kanan dan kirinya, atau minimal sejarah singkat daerah tersebut.
"Kata mami gue, Om Soni pernah nyambi jadi tour guide waktu masih kuliah," tutur Yora.
"Oh, pantes … passion ya bund," kelakar Sera.
Setelah beberapa menit berjalan dari stasiun, mereka mulai bertemu dengan rusa-rusa yang berkeliaran bebas di trotoar.
"Om, ini kok ada rusa bebas gini," tanya Aruna. Ia bahkan berhenti sejenak untuk mengelus hewan itu.
"Iya, kalo di Nara memang banyak rusa. Apalagi nanti kalo di taman atau tanah lapang gitu, lebih banyak lagi. Nanti kita beli makanannya biar kalian bisa kasih makan ya."
Benar saja. Semakin mereka berjalan, semakin banyak rusa yang muncul. Di sisi kiri nampaknya gedung-gedung pemerintahan, namun di sebrangnya yaitu sisi kanan mereka terdapat Museum Nasional yang dikelilingi lapangan luas. Seperti kata Om Soni, ada lebih banyak rusa yang berkeliaran di sana.
Mereka berenam sempat memasuki museum tersebut sebelum lanjut berjalan menuju Nara Park. Sambil menunggu Om Soni dan Aunty Rin membeli makanan rusa, Yora mengeluarkan ponsel. Biasa lah, update Instagram story dulu.
"Hiii! Kita di mana sekarang, Se?"
"Halo, sekarang kita sedang di Kebun Raya Bogor!"
Mereka tertawa dengan jokes mereka sendiri. Lebih terlihat lucu bagi Aruna karena tidak lama duo RaRa justru ketar-ketir saat seekor rusa menyenggol kaki Yora.
* * *
Puas bermain dengan rusa, the SeNaRa memasuki Todaiji Temple, salah satu kuil paling terkenal di Nara. Bangunan yang masuk dalam situs warisan dunia UNESCO tersebut merupakan bangunan kayu terbesar di dunia, juga merupakan rumah bagi banyak benda dan seni bersejarah. Salah satunya adalah patung Budha terbesar yang dibuat dari perunggu.
"I feel like I've visited Budha more than Jesus these days."
Sera yang berada di samping Yora menimpali "True."
Keduanya mendongak memperhatikan patung Budha yang sangat tinggi itu sampai leher mereka pegal.
"Menurut lo, buat bikin patung segede gini butuh berapa lama?" tanya Yora.
"I don't know. Mungkin lebih lama dari waktu Aruna marahan sama Keano."
"I know right! Aruna aneh akhir-akhir ini. Like she thinks too much. Pasti ada hubungannya sama Ken."
"Dan Nesya."
Yora melirik pada Sera yang tetap terpaku pada langit-langit tinggi kuil. "Nesya? Part timer itu?"
"Mm-hm. Just … I don't like that girl."
"Lagi liatin apa sih?" tanya Aruna, ikut bergabung.
"Ini, patung Budha … tinggi banget," ucap Yora buru-buru menukar topik.
"Iya, tinggi. Kayak harapan orang tua," sambung Sera.
* * *
Baiknya Om Soni mau mengakomodir the SeNaRa selama di Jepang. Selain menanggung biaya, beiiau juga memilih penginapan bagus untuk mereka beristirahat.
Kamar penginapan yang didominasi kayu membuat suasana begitu nyaman. Benar-benar seperti kamar Jepang yang biasa hanya mereka lihat di film atau kartun.
Di luar kamar tersedia teras kayu yang terdapat kolam air panas kecil. Udara malam ini cukup dingin, membuat Yora berpikir ini saat yang tepat untuk berendam.
Yora tidak membawa bikini ke Nara. Sebagian besar barang masih di Osaka karena ia kira ini hanya akan jadi perjalanan singkat 2 hari 1 malam. Tapi tentu saja itu tidak menghalanginya.
Gadis bersurai sepunggung itu menanggalkan pakaiannya. Hanya menyisakan pakaian dalam, ia menggeser shoji, pintu kayu tradisional Jepang yang memisahkan kamar dengan teras. "Ayo berendem."
"Jigeum?"
Tidak seperti Sera, Aruna langsung mengikuti apa yang dilakukan Yora. Jadi … ya sudah. Sera ikutan juga.
"Ck … guess what," ucap Yora sesaat setelah meletakkan ponselnya di kursi teras dan menyusul kedua temannya yang sudah duluan merendamkan badan dalam kolam air panas.
"What?" tanya Sera.
"Temen gue, si Inez mau kawin minggu depan."
"Oh. Terus?"
"Terus giliran gue kapan? Gue juga pengen kawin."
"Perlu gue setelin Wali gak?" tanya Sera yang lalu bernyanyi,
"Ibu-ibu, bapak-bapak
Siapa yang punya anak bilang Yora
Yora yang tengah malu
Sama teman-temannya
Karna cuma dirinya yang tak laku-laku."
Mendengar nada Sera yang meledek ditambah lirik lagu yang sialnya cukup tepat sasaran membuat Yora jadi kesal sendiri. "Sial. Diem lo!" Gadis yang menjepit rambutnya ke atas itu mencipratkan air ke arah Sera. Alhasil, perang air tidak bisa dihindari.
Aruna yang dari tadi diam seakan jadi korban tunggal di pertarungan tidak berfaedah ini. Namun bukannya kesal, gadis bergaris wajah kebarat-baratan itu justru tertawa. Menonton duo RaRa berargumen kadang bisa jadi hiburan tersendiri baginya. "Oh, this reminds me of Singapore."
"And Singapore reminds me of the Timmy boy who was asking someone for a date," timpal Yora.
Sera yang merasa diledek mengalahkan Yora telak dengan membalas, "Except you're sober now."
Yora merengut. Kalau diingat-ingat memalukan juga bagaimana tingkah abrurd-nya saat mabuk jadi tontonan orang asing. Dan jangan bahas bagaimana mulutnya menggoda Thomas dengan gombalan sampah yang menjijikan. Iya, Yora ingat itu.
"Hhh, but for real. Kayaknya Tuhan menciptakan gue buat jadi perawan tua. Padahal gue udah punya dua orang potensial buat jadi bebeb. Boro-boro deh sekarang. Yang satu ditinggal kawin, yang satu lagi, belom gue deketin udah kabur duluan."
Sera kaget mendengar penuturan Yora barusan. "Satu lagi? FINN?! Lo beneran ngajak si Finn jadian?"
Pikiran Yora lalu kembali melayang ke malam terakhir di cruise. Percakapan mendalam yang tidak direncanakan namun cukup membekas untuk Yora. "Nope. But we did talk. Dan dari omongannya, kayaknya dia bukan tipe yang tertarik buat settle down. He's an adventurer. Gue gak bisa sama orang yang begitu."
"Kenapa?" tanya Aruna. "I mean, adventure sounds fun."
"Karna gue sadar, gue juga bukan orang yang suka stay dalam waktu lama. Gue butuh orang yang bisa nahan gue, bikin gue yakin kalo gak ada cowok lain selain dia. Ibarat kapal nih, gue adalah kapal tanpa jangkar. Gue gak bisa berlabuh lama-lama. Thus, gue butuh cowok yang kayak jangkar. Yang bisa nahan gue."
Sera sontak bertepuk tangan dengan kagum, seakan baru saja mendengar puisi paling indah yang menyentuh hati. "Daebak. Jinjja daebak! Pake dianalogikan pula. Bravo!"
"Gak usah lebay, toak rombeng," kata Yora sambil mencipratkan sekali lagi air pada Sera yang dibalas juluran lidah. "But seriously though, padahal gue punya feeling bagus sama Adelio. Like, he seems THE ONE that I've been looking for."
"Feeling lo jelek berarti," ledek Sera.
"Tapi kayaknya kemaren dia baru tunangan," ucap Aruna tiba-tiba.
"…"
"You know … selama janur kuning belum melengkung, semua masih bisa terjadi."
Yora mengernyit mendengar penuturan Aruna. Maksudnya, ini Aruna loh yang ngomong. Beda lagi kalau yang berucap Sera. Mulut gadis berkacamata itu kan memang tidak terkontrol.
Sera lalu menjentikan jarinya, paham. "Bener juga. Sekarang kan lagi jaman jadi pelakor. Coba aja, Ra!"
Beneran ya, Sera gak solutif banget. Yora gemas dan kembali menyipratkan air ke wajah temannya itu sebelum bangkit dan meninggalkan kolam, diikuti Aruna. "Coba, coba … pala lu peyang."
"Loh, kok gue yang diserang sih? Kan gue cuman ngelanjutin maksudnya Nana!" protes Sera.
* * *
Habis berendam, kedinginan, enaknya minum minuman yang menghangatkan. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian, mereka duduk berkumpul di atas tatami. Di depan mereka sudah tersedia sebotol anggur beras Jepang atau yang biasa orang kenal dengan sebutan sake.
"Jangan diabisin satu botol ya. Nanti kalian mabok," pesan Om Soni saat hendak memesan room service.
"Gak sekeras soju ternyata," ucap Sera setelah meneguk sake untuk pertama kalinya.
"Emang kadar alkoholnya lebih rendah. Terus si Om meseninnya yang anget, jadi ke-reduce lagi," jelas Yora. Pandangannya lalu terarah pada Aruna, menanyakan pertanyaan yang sedari tadi ia ingin tanyakan, "So … tell us. What happened?"
Sera yang duduk bersila ala di warteg itu ikut menatap Aruna menunggu jawaban. Sementara yang ditanya justru memasang ekspresi bingung. "About what?"
"I don't know. Something bothered you in these past few days," jawab Yora.
Aruna terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "It's Keano …"
Yora tersenyum licik pada Sera setelah nama Keano disebut. Gestur tangannya seperti menagih sesuatu tapi sontak lemas saat Aruna kembali berucap.
"… tapi lebih kie Nesya sih kayaknya."
Gantian Sera yang girang. "Told ya … sini cepek."
Aruna sempat bingung namun segera menyadari situasi duo RaRa. "Wait, ini gue jadi bahan taruhan ceritanya?"
"Tapi Keano kesebut juga. Gue potong lima puluh ribu!" sanggah Yora yang sepenuhnya mengabaikan pertanyaan Aruna.
"Tapi Nana bilang 'lebih kie Nesya sih kayaknya'," kata Sera seraya menirukan ucapan Aruna.
"Tetep aja, Keano disebut duluan. Gocap for Keano's, that's the deal."
"Nesya cepek tapi Ken gopek … kok cowok gue lebih murah?"
"Tau nih Sera!" adu Yora.
"Kan probabilitas lo bermasalah sama Nesya selama ini lebih kecil. Berdasarkan hukum ekonomi, semakin langka maka harga semakin tinggi," jelas Sera jumawa.
"Heh, beda ya bambang! Jangan ngadi-ngadi lo," sambar Yora.
"Gais, jadi cerita gak nih?"
Sera dan Yora auto berhenti berdebat dan memperbaiki posisi duduk mereka seakan siap mendengar arahan dosen. "Oke, untuk transaksinya saya tunggu besok ya, Madam," ucap Sera, membuat Yora berdecak.
"Stop calling me that! And yes, gopek."
Pada akhirnya Aruna menceritakan segala hal yang mengganjal hatinya tentang Nesya. Dan Keano.
Dari rasa tidak sukanya saat Keano mengkhawatirkan Nesya waktu pameran beberapa bulan lalu. Cara Nesya tersenyum pada Keano. Intsagram story Nesya di mobil Keano. Serta yang terbaru, gerabah berbentuk N yang Nesya berikan untuk Keano.
"Tapi kalo buat Kak Ken, kenapa gak bentuknya K? Kan namanya Keano, bukan Neano. Salah paham kali, Na," Sera berspekulasi.
"It's just my thing. Biasanya gue kalo ngasih sesuatu ke Ken tuh pake inisial N, for Nana."
"Kenapa?" tanya Sera polos. Membuat Aruna malu-malu menjawabnya.
"Biar orang tau Ken udah ada yang punya."
"Bagus!" tiba-tiba Yora menyambar. "Berhubung si Keano ganteng, harus ekstra proteksi. Gue yakin banyak yang jelalatan sama yang modelan Ken. Betul apa betul?"
Aruna mengangguk penuh napsu. "Gue takut Nesya jadi salah satunya. I mean, masa iya dia ngasih kado ke Ken seakan … seakan dia nempatin dirinya di posisi gue?" Wajah gadis bersurai coklat itu berubah horror memikirkan kata-katanya sendiri. "Gak mungkin kan ya?"
"No, no. Terlalu cepat buat spekulasiin begitu. Itu namanya menuduh," ucap Sera.
"Tapi ketauan lebih cepet lebih baik," sanggah Yora. "Coba lo mikir kalo di posisi Aruna, cowok lo lagi dipepet cewek lain saat lo lagi jauh. Ketar-ketir gak lo?"
"Meneketehe, kan gue belom pernah punya cowok beneran. Adanya cowok fiksi."
"Kalo gitu lo silahkan keluar dari forum diskusi ini karna ini buat yang berpengalaman aja."
Sera manyun. "Ah, gak seru lo!"