Gak lengkap rasanya ke Hong Kong kalau belum mengunjungi museum patung lilin, Madame Tussauds. Museum yang didirikan pertama kali di London, Inggris, itu memiliki koleksi patung lilin para pesohor dari seluruh dunia.
Visual dan ukuran tiap patung yang menyerupai aslinya membuat para pengunjung seolah bertemu langsung dengan para tokoh ternama. Saking miripnya, Trio SeNaRa sampai sesekali kaget saat berkeliling museum, mengira ada manusia asli di sisi-sisi ruangan.
Hampir 1 jam mereka menelusuri museum yang terbagi dalam beberapa lantai tersebut. Dari artis Hollywood sampai para aktor dan aktris kenamaan Asia Timur, ditampilkan figur lilinnya di sini.
"OMG, bebeb gue!" pekik Yora tertahan saat melihat patung salah satu aktor favoritnya, Johnny Depp. "Patungnya aja cakep gini, gimana aslinya coba?"
Di section yang memamerkan para aktor Asia, gantian Aruna yang ngebet foto bareng Lee Jongsuk.
"Kang Cheol!" seru Aruna, menyebut peran aktor asal Korea Selatan itu dalam drama 'W'. "Di drama jadi kartun komik, di real-life jadi patung lilin," oceh Aruna.
"Gara-gara lo tuh, si Aruna jadi ikutan gila oppa-oppa," kata Yora pada Sera.
"Hebat kan gue?" jawab Sera dengan bangga.
Menuju akhir dari pameran patung lilin itu, Sera menemukan figur yang ia cari. "Lay ge! Aku cariin dari tadi, ternyata di sini," ucap Sera, seakan patung lilin berbentuk Lay EXO tersebut bisa membalasnya.
"Padahal tahun kemaren kita bisa ketemua, eh gagal gara-gara apart aku mati lampu," curhat Sera.
"Se, jangan diajak ngomong. Kalo tau-tau dia ngedip gimana?" timpal Yora.
"Lo pikir Night at The Museum apa?" sanggah Aruna.
"Who knows…"
Niatnya Yora ingin menakut-nakuti kedua temannya dengan menatap misterius pada Sera dan Aruna sembari berjalan perlahan. Tapi seperti karma instan, Yora langsung dikejutkan sosok hijau besar saat ia memasuki koridor sebelah.
"AAAA!!!"
"Kenapa?!" tanya Sera dan Aruna, langsung menghampiri. Mereka yang tadinya panik sontak menertawakan.
"Mampus," ledek Sera yang lanjut berjalan menelusuri museum..
"Lagian ini Hulk udah ijo, gede, ditaronya di pojokan. Kan gue kaget!" protes Yora.
"Kalo ditaro di tengah nanti orang gak bisa jalan, Ra," jawab Aruna yang lalu mengikuti Sera.
"Ya iya juga sih," bisik Yora sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eh, tungguin woi!" jerit gadis itu ketika sadar 2 temannya sudah hilang dari pandangannya.
* * *
Sisa 2 hari di Hong Kong Sera-Aruna-Yora habiskan dengan kulineran, terutama di pasar-pasar tradisional. Sesuai ekspektasi, makanan di sini memang mengunggah selera.
Kecuali satu. Tahu busuk.
Serius, baunya benar-benar busuk. Panganan tradisional Tionghoa yang disebut chou toufu ini memang sengaja difermentasikan lebih lama sehingga menghasilkan bau tidak sedap. Herannya, tahu busuk ini justru banyak peminatnya.
Berlandaskan rasa penasaran dan teori yang mengatakan 'kalau antriannya panjang berarti enak', 3 sekawan itu memutuskan untuk mencoba.
Hasilnya? Zonk.
Rasa tahu itu sama busuk dengan aromanya.
"Buat lo aja," kata Yora.
"Idih, kok gitu?! Bagi tiga lah!" sungut Sera.
"Sorry, Se. Gue juga ga kuat kalo harus makan lagi," ucap Aruna sembari perlahan mendorong mangkuk karton yang dipegang Sera.
Sera manyun dan menatap tahu di tangannya. Sebagai anak baik, Sera gak mau buang-buang makanan. Dan lagi, biar busuk begitu belinya kan pakai uang. Jadi, yasudahlah.
"Oke! Gue yang abisin!" jawab Sera penuh nafsu. Gadis bersurai sebahu itu melahap tahu berbau khas tersebut dengan tidak santai sambil menatap Yora dan Aruna.
"Hmmm, enak," sarkas Sera.
"Oh, doyan? Gue pesenin lagi ya," goda Yora.
"LIORA! Ada eek burung di rambut lo."
Yora yang panik otomatis memegang kepala dan membuka mulutnya, siap menjerit. Tapi tangan Sera jauh lebih gesit untuk menyuapi chou toufu terakhirnya ke mulut Yora.
"Yeay, abis tahunya! Jal meogotseumnida," ucap Sera seraya membungkuk hormat.
Yora hanya mampu mengumpat dalam hati karna akan jadi sangat kampungan kalau ia memuntahkan isi mulutnya dan mencak-mencak di tengah keramaian begini. "Anak setan emang ini bocah!"
* * *
Tak terasa, 6 hari di negeri pencakar langit itu terlewati. Tanpa sadar, ketiganya mulai terbiasa menikmati perjalanan dari pada memperhatikan ponsel. Mereka hanya menggunakan ponsel saat perlu, seperti melakukan pembayaran elektronik atau melihat peta.
Bagus memang, tapi di satu sisi sedikit membuat keluarga mereka khawatir. Seperti Sonya yang meninggalkan 23 panggilan tak terjawab di ponsel putrinya.
Saat ini, tiga serangkai SeNaRa berada di bandara menuju Jepang. Penerbangan mereka delay sekitar 1 jam, padahal tadi ketiganya sudah berasa lomba lari di bandara karena bangun kesiangan.
Aruna membaca novel untuk mengisi waktu, sementara Sera seperti biasa menonton para lelaki Korea kesayangannya. Beda lagi dengan Yora yang kaget melihat begitu banyak panggilan tak terjawab di ponselnya.
Mau tidak mau Yora menelepon balik Sonya. Cucu pertama keluarga Hanarta itu tau betul sikap ibunya. Jadi begitu panggilan tersambung, ia langsung menjauhkan benda pipih itu dari telinga.
"LIORA HANARTA! KENAPA TELPON MAMI GAK DIJAWAB?!"
Tuh kan.
"Good afternoon, Ibu Sonya. Nanyanya santai aja dong."
"Gimana mau santai?! Kamu tuh Mami telpon dari kemaren gak diangkat-angkat! Mami kan khawatir, tau! Kenapa baru telpon sekarang? Gak punya kuota? Uangnya masih cukup gak? Udah makan belom? Di sana jam berapa sekarang? Kalian sekara…"
"Mi, Mami… nanyanya satu-satu bisa gak?" potong Yora. Tiba-tiba kepalanya terasa penat.
Helaan napas terdengar di seberang sana. "Udah makan belum?" Kali ini Sonya jauh lebih tenang.
"Udah."
"Kalian di mana sekarang?"
"Di bandara Hong Kong, OTW Jepang."
"Flight jam berapa?"
"Harusnya jam 2, tapi delay jadi kita istirahat dulu di airport."
"Udah bilang Om Soni?"
"Udah."
"Kenapa mami telpon gak diangkat?"
"Sorry. Kita sibuk kulineran kemaren. Terus tadi bangun kesiangan jadi buru-buru gak nge-check HP," jelas Yora.
"Opa bilang kemaren itu kamu telepon Opa?"
"Iya."
"Kok Mami gak ditelepon juga?"
"Yaelah, ni ibu-ibu satu iri aja dah," pikir Yora dalam hati. "Iya, sorry. Tiba-tiba keinget Opa aja, jadi nelpon."
"Mami gak diinget?"
"Diinget, Nyonyaaa. Masa saya lupa sama Anda?"
Yora yakin Sonya sedang senyam-senyum sekarang. Memang begitu mudah mengambil hati ibunya.
"Yaudah, hati-hati. Kalo udah di Jepang, kabarin. Pokoknya tiap kamu pindah tempat, kabarin."
"Iya, Nyonya. Siap…"
"Oh iya, Aruna sama Sera gimana? Aman kan? Kamu perhatiin tuh, Aruna kan gampang sakit. Mami siapin minyak angin sama paracetamol di tas kamu, udah liat?"
"Iya, udah. Masih pada sehat walafiat sih," jawab Yora seraya menengok ke kedua temannya.
"Ya bagus deh. Take care ya kalian. Salam buat Sera-Aruna. Salam juga buat Om Soni nanti. I love you."
"I love you too, Ibu Negara."
* * *
Akibat penerbangan yang tertunda, SeNaRa tiba di Kansai International Airport cukup larut. Tidak seperti bandara pada umumnya, bandar udara Kansai dibangun di atas pulau buatan, di tengah perairan teluk Osaka. Makanya mereka masih harus menempuh perjalanan sekitar 40 menit lagi untuk sampai di penginapan menggunakan kereta.
Agak disayangkan karena mereka tiba di malam hari. Pemandangan laut yang harusnya tersaji saat mereka melewati sky bridge yang menghubungkan bandara dengan main island jadi seperti padang gelap gulita. Tapi tetap tidak mengecewakan karena gemerlap lampu-lampu kota juga tidak kalah indah dari pemandangan di siang hari.
Yang mengagetkan adalah udara Jepang yang ternyata cukup dingin. Padahal ini sudah musim semi tapi satu lapis sweater masih bisa ditembus dinginnya udara malam ini.
"Ini emangnya dingin, apa gue penduduk tropis yang norak ya?" tanya Sera saat ketiganya berjalan menuju hotel. Gadis berkacamata tersebut menutup rapat kepalanya dengan hoodie agar lebih hangat.
"Tiga belas derajat. Emang dingin," jawab Aruna yang memeriksa suhu di ponselnya.
Mungkin karena udara yang dingin, tiga serangkai itu kembali merasa lapar meski baru 2 jam yang lalu mereka makan di pesawat.
"Lo gak stay aja, Na? Di luar dingin banget. Biar gue sama Sera yang beliin makanan," usul Yora. Aruna jelas kedinginan. Hidungnya sampai memerah, kontras dengan kulit pucatnya.
"And missing all the fun you two are going to make?" kata Aruna sembari membuka salah satu kopernya. "Gue double jacket. Let's go!"