Chereads / A Trip Of Our Youth / Chapter 47 - Om Soni

Chapter 47 - Om Soni

Osaka terkenal dengan okonomiyaki dan takoyakinya yang enak. Tidak sulit juga menemukan kedai yang menjual panganan khas Jepang tersebut, bahkan ketika sudah tengah malam.

Tapi karena sudah malam juga, banyak pelanggan mabuk yang datang.

"Tau gitu gue gak jadi ikut," keluh Aruna.

Selama mengantri, beberapa warga lokal dengan bau alkohol yang menyengat datang. Dari yang kalem lalu langsung pergi, sampai yang heboh mengajak ngobrol.

Untungnya ada Sera yang jadi tameng untuk menanggapi pemabuk yang menghampiri mereka. Aruna hanya perlu bersembunyi di belakang duo RaRa, antara takut dan ngakak melihat Sera yang kewalahan.

Ada bagusnya juga Sean pernah jadi wibu. Sera jadi ketularan sedikit bahasa Jepang walau hanya sebatas "Gomenasai" atau "Sugoi".

Sera sendiri juga bingung kenapa dia sukarela menanggapi para senpai setengah sadar tersebut. Mungkin karena sifatnya yang easy-going dan selalu go with the flow, jadi diajak joget dan ngobrol random pun Sera otomatis ikutan.

Walaupun jelas Sera gak ngerti mereka ngomong apa. Ia hanya menanggapi "Hai! Hai!".

Sampai akhirnya pesanan mereka selesai dibuat dan Sera menyerah untuk berkomunikasi dengan benar. Gadis berhoodie itu bahkan merasa gerah saking lelahnya. Padahal sebelum ini ia masih menggigil kedinginan.

"Gomenasai. Watashi tired. You know? Capcay eike. Watashi mau go back to hotel. Naga jusseyeo…" kata Sera dengan bahasa yang campur aduk, sembari mencoba menjauh dari seorang pria 30-an dengan kemeja berantakan. Mereka buru-buru meninggalkan tempat itu.

Di saat yang normal, harusnya Sera akan merasa ngeri dan takut didekati orang-orang asing yang mabuk di pinggir jalan. Tapi dengan suasana baru, di negeri orang yang jelas punya kultur berbeda, ditambah orang-orang itu sepertinya hanya ingin bersenang-senang ketimbang berbuat kejahatan, jadi Sera menanggapi dengan santai saja.

"Tapi tetep ya, ngeri juga bray. Tekotek gue," keluh Sera saat berjalan balik ke hotel.

"Tapi lo keren, Se, bisa ngomong sama warga Jepang. Kalo kak Sean tau, sebagai alumni wibu dia pasti bangga," ucap Yora dengan tangan kirinya merangkul lengan Sera.

Sera sendiri hanya tersenyum masam, "Hm".

"Jadi gimana, Aruna? Nyesel gak ngantri bareng senpai Jepun ?" tanya Yora beralih pada Aruna.

"Lumayan… tapi seru juga ya."

"Penderitaan ku adalah bahagia mu ya?!" sewot Sera.

* * *

Soal Om Soni yang pernah disinggung Sonya waktu menelepon Yora kemarin, ia adalah adik laki-laki Sonya yang menetap di Jepang. Rencananya, mulai hari ini the SeNara akan menginap di rumah Om Soni selama di Osaka. Silaturahmi sekalian hitung-hitung menghemat biaya penginapan dan makan.

"Iya, Om. Aku turun sekarang," suara Yora muncul dari kamar mandi. "Ayo guys. Om Soni udah mau nyampe."

Tapi begitu keluar, ia dsambut Sera dan Aruna yang duduk di pinggir tempat tidur. "Are you really okay? Anget lo, Na," tanya Sera.

Sebenarnya sudah dari semalam Aruna merasa kurang enak badan. Ia pikir itu karena dinginnya udara, tapi justru rasa dingin beserta panas makin terasa pagi ini.

"Kenapa?" tanya Yora ikut memegang jidat Aruna. "Wah, demam lo. Pusing gak? Gue ada obat dari nyokap tuh di tas."

"Gue juga. Dari nyokap juga," timpal Sera.

"Sama, gue juga," jawab Aruna. Lalu ketiganya tertawa, entah karena apa.

Mungkin lucu saja, mereka yang sudah merasa dewasa dan mandiri ini ternyata masih dan akan terus butuh sosok ibu yang selalu siap siaga menjaga mereka. Bahkan sebelum sesuatu terjadi. Bahkan dari jarak ribuan mil.

"Minum obat dulu, Na. Biar gak tambah parah," kata Sera.

"Udah kok tadi." Aruna bangkit berdiri dan menyeret kopernya. "Yuk! Omnya Yora udah deket kan?"

* * *

"Om lo orang kaya ya?" Itu pertanyaan pertama Sera saat mereka tiba di kediaman keluarga kecil Om Soni.Walaupun rumahnya tidak terlalu besar dengan desain sederhana minimalis, tapi bisa punya rumah yang 'menapak' tanah di Jepang adalah suatu pencapaian yang luar biasa.

Tapi gak heran juga sih. Keluarga Hanarta ini, dari keluarga inti, besan sampai percabangan lainnya memang kalangan menengah ke atas semua.

Tok, tok.

The SeNaRa kompak menengok ke pintu dan disambut Asahi, anak laki-laki Om Soni yang berusia 10 tahun. "Sarapan siap," katanya. Singkat, padat dan jelas.

"Sepupu lo?" tanya Sera lagi.

"Kayaknya."

"Kok kayaknya?"

"Terakhir gue ketemu, dia belom bisa ngomong."

Mereka lalu turun ke dapur, disambut dengan Om Soni dan istrinya yang sibuk menata makanan di meja serta Asahi yang bermain PSP.

"Ohayou gozaimasu," sapa Sera, lengkap dengan membungkuk badan. Matanya sempat bertemu dengan Asahi. Padahal Sera sudah memberikan senyum manis, tapi malah dibalas lengosan oleh bocah itu. "Dasar bocil!" seru Sera dalam hati.

"Ohayou," sapa Om Soni. "Sera bisa bahasa Jepang?"

"Enggak, Om. Cuman kakak Sera dulu wibu garis keras. Wota juga sih."

"Oh, sama dong. Om juga sempet melipir ke jalan wibu. Tanya tuh Yora, koleksi komik, majalah sampe figure anime Om di rumah. Banyak ya, Ra? HAHAHA."

"Omoshirokunai," celetuk Asahi, membuat ayahnya dengan canggung berhenti tertawa.

*gak lucu

"Oh iya, kenalin ini istri Om, Rinka. Tadi belom sempet ketemu. Sibuk di dapur dia. Kalo Yora manggilnya Aunty Rin."

"Ohayou gozaimasu. Watashi wa Sera des," sapa Sera penuh percaya diri.

Aunty Rin tampak membalas dengan antusias yang jelas tidak Sera mengerti. Gadis itu beralih menatap Om Soni, "Translate te kudasai."

*tolong di terjemahkan

"Bahasa Jepang kamu bagus katanya. Mau tinggal di Jepang juga?" jelas Om Soni.

"Oh no no no," Sera menggeleng. "Watashi better live in Indonesia."

"Saya juga suka tinggal di Indonesia. Indonesia bagus!"

Dan bagaikan orang yang habis menonton atraksi, semua orang yang ada di situ bertepuk tangan dan memuji, kecuali Asahi. Walaupun terbata-bata, usaha wanita bersurai hitam legam itu berbicara dengan bahasa Indonesia patut dihargai.

Saat giliran Aruna yang memperkenalkan diri, Aunty Rin langsung mengetahui kalau gadis berkulit pucat itu adalah teman Yora yang sedang sakit. Wajahnya terlihat lebih layu dari dua temannya.

Wanita berwajah oriental itu lalu berbalik sebentar dan membawa secangkir teh hangat untuk Aruna yang ia buat segera setelah suaminya memberi tau salah seorang teman keponakannya sedang sakit. Om Soni langsung mengartikan rentetan kalimat yang istrinya ucapkan dalam bahasa Jepang.

"Ini si tante bikinin shoga-yu, teh jahe gitu. Biasanya kalo kita di sini gak enak badan, demam, flu, minumnya ini," jelas Om Soni.

Aruna menerimanya dengan kedua tangan, "Thank you."

"Mau porridge?" tanya Aunty Rin pada Aruna.

"Oh, no. Thank you. I'm already feel much better," jawab Aruna.

"Wah, seneng banget Om. Udah lama gak kumpul di meja makan sambil ngomong bahasa Indonesia," ucah Om Seno saat mereka mulai makan.

"Asahi sebenernya bisa ngomong Indo gak sih Om?" tanya Yora penasaran.

"Tuh, Asahi. Jawab, kakaknya nanya."

Sementara yang ditanya hanya melirik sekilas dan menggeleng sembari menyuap sesumpit nasi.

"Itu bisa jawab. Berarti bisa dong?"

"Kalo kita ngomong dia lumayan ngerti. Tapi dianya sendiri emang males ngomong bahasa Indonesia," jelas Om Soni yang ditanggapi anggukan oleh Yora.

Sarapan pagi ini juga terasa spesial bagi Sera dan Aruna. Makan bersama di meja makan dan menikmati masakan rumahan serasa mengobati rasa rindu mereka pada keluarga masing-masing.

Lucu, karena biasanya saat di Indonesia pun mereka lebih sering berdiam diri di apartemen masing-masing. Tapi di jarak yang jauh ini, di negara asing ini, mereka yang baru 3 minggu meninggalkan rumah justru tiba-tiba rindu suasana rumah.

Terasa makin menyiksa bagi Aruna yang sedang sakit.

Terasa membingungkan bagi Sera yang pada dasarnya membenci 'rumah'.

"Kalo kata Passenger, 'you only hate the road when you're missing home'," tutur Aruna saat mereka kembali ke kamar seusai sarapan.

"Only know you love her when you let her go," sambung Sera, bernada, yang disambung lagi oleh Yora.

"And you let her go."

"Staring at the bottom of yo-"

"Heh, udah. Malah nangis nih bocah," potong Yora yang lalu di protes Sera penuh napsu.

"Lagi nyanyi aku tuh! Lagi nyanyi!"

* * *

Tadinya Om Soni mau ngajak the SeNaRa keliling Osaka sehabis sarapan. Tapi berhubung Aruna masih demam, mereka sepakat untuk pergi menjelang makan siang saja. Itu juga kalau panas Aruna sudah turun.

Aruna sempat menolak, takut ia jadi penghalang 2 temannya untuk bersenang-senang. "Yaudah gue gak usah ikut, gapapa. Lo berdua jalan aja gih."

"Gak bisa, Na. Kita kan sepaket," tutur Yora.

"Iya. Lagian gue sama Yora juga mau istirahat dulu, lanjut tidur. Tadi kan bangun pagi. Iya kan, Ra?"

"Enggak sih. Itu mah lo aja yang kebo," balas Yora pada Sera. "Tapi iya, gue masih mau lurusin kaki dulu, mau nge-charge dulu. Makanya lo juga tidur aja dulu. Biar si Sera gak keliatan kebo-kebo amat." Sera yang sudah rebahan di atas futon, sejenis kasur lipat tradisional Jepang, memamerkan jari tengahnya pada Yora sebelum akhirnya benar-benar terlelap.

* * *

Hari ini Keano mengunjungi ruko Aruna, Sun Up. Kemarin Nesya memberi tau ada beberapa vas dan rangkaian bunga yang siap di foto untuk keperluan promosi.

Iya, Keano ini unoffial photographer Sun Up.

Kalo kata Yora, punya pacar itu harus bisa dimanfaatkan. Biar bisa sama-sama berkembang. Tapi Keano sendiri juga tidak merasa terbebani. Kalau memang dia bisa membantu, ya kenapa tidak?

Apalagi ini buat ayang. #bucin.

Lelaki tinggi itu hanya butuh 30 menit untuk menyelesaikan tugasnya. Cukup singkat karena memang tidak banyak.

"Gak minum dulu, kak?" tanya Nesya saat melihat Keano yang tampak bersiap untuk pergi lagi.

"Engga usah, thank you. Mau langsung cabut main futsal nih sama temen-temen."

Jujur Nesya merasa kecewa. Keano tidak pernah berlama-lama di Sun Up kalau tidak ada Aruna. Memangnya Nesya se-tidak menarik itu kah?

Sebelum cowok berkaus hitam itu benar-benar melangkah pergi, Nesya buru-buru mengambil paper bag putih yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. "Kak Keano!"

Yang dipanggil lalu berbalik, "Ya?"

"Ini buat kakak. Happy birthday!"

"Loh, kok tau?" Keano yang langsung mengintip isi paper bag itu lalu menyadari sesuatu, "Oh, titipan Aruna ya? Tipikal Aruna banget, kalo ngasih sesuatu pasti yang inisialnya A atau gak N. Hehe … anyway, thank you ya!"

Dan begitu saja, Keano pergi meninggalkan Nesya dengan perasaan masam.

* * *

Katanya, orang yang lagi sakit itu biasa bermimpi aneh. Entah karena sedang demam atau ini adalah feeling perempuan, Aruna terbangun dengan perasaan yang tidak nyaman serta keringat yang bercucuran.

Ia terduduk dan merenung sejenak sebelum akhirnya menyadari sesuatu, "Hari ini ulang tahun Keano!"

Sera yang sudah bangun lebih dulu mengabaikan ucapan Aruna karena teralihkan dengan temannya yang terlihat lepek, "Feeling much better? Kayaknya demam lo udah ilang."

"No … I'm not feeling good at all. I just had an unpleasant dream. Masa gue mimpi Keano jalan sama cewe lain?!"

"It's just a dream," ucap Sera menenangkan.

"But mine wasn't a dream. I'm a sadgirl." Usai berucap dengan lirih, Yora lalu menyodorkan ponselnya dan kedua temannya pun hanya bisa diam dan iba.

Layar pipih itu menampilkan story Instagram akun milik Adelio dan yang membuat meringis adalah semua story yang di repost itu menampilkan kalimat serupa, 'Happy Engagement'.