Tiga sekawan itu masih terlelap ketika ponsel Yora bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Sang pemilik lantas bangun dan berjalan menuju balkon apartemen untuk menerima panggilan tersebut. Jam masih menunjukkan pukul enam pagi dan mengingat mereka baru terlelap beberapa jam, Yora pun tidak ingin mengganggu teman temannya.
"Halo?" Sapa Yora–setelah menutup pintu balkon–dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Liora, kamu di mana? Kamu gak pulang?" Ternyata yang menelpon adalah ibunya.
"Di apart Aruna."
"Loh, kok di Serpong sih?! Kan mami udah bilang hari ini kita ada acara sama mitranya Papi!"
Oh iya, Yora lupa hari ini dia ada janji dengan salah satu partner bisnis keluarganya. Yora yang masih mengantuk itu mengusap wajahnya kasar. Antara kesal karena dirinya sendiri yang hampir lupa dengan janjinya atau kesal karena harus ada acara bisnis dihari libur.
"Yaudah, nanti aku pulang."
"Kok nanti? Sekarang lah! Kan kita mau main golf dulu."
"Yang main golf itu Papi, kita gak main. Lagian kan kemaren bilangnya makan siang aja."
"Tetap aja, Yora. Mami sama Papi udah bilang kamu ikut. Gak enak sama yang lain dong."
"Makanya jangan suka buat janji palsu."
"Liora! Mami serius. Pulang sekarang!"
"Aku kesini sama Sera, balik ke rumah juga entar sama Sera. Tapi anaknya masih tidur sekarang. Masa aku bangunin dia cuman buat nganterin aku?" jawab Yora mencari alasan.
"Yaampun, anak muda tapi kok gak ngerti teknologi. Pesen online kan bisa, Liora."
"Abang grabnya juga masih pada bobo. Udah ya, Mi. See you at lunch. Bye."
Dengan cepat Yora menutup panggilan tersebut sebelum ibunya ceramah lebih lama lagi. Yora disambut oleh Aruna yang sudah duduk menyender ke sofa dengan rambut sedikit berantakan karena baru bangun tidur ketika ia masuk kembali ke dalam. Aruna yang tadi sedang bermain handphone lalu mendongak kearah Yora yang sudah kembali duduk di atas sofa sambil mengangkat kedua kakinya seperti di warteg.
"Siapa?" tanya Aruna lumayan kepo karna melihat wajah Yora yang ditekuk.
"Nyokap. Disuruh balik secepatnya karna mau ada acara sama mitra bokap."
"Terus mau balik sekarang?"
"Entaran aja. Nunggu nih kebo bangun." kata Yora–sambil menunjuk Sera yang masih berbaring di atas karpet–dengan kakinya.
"Aku sudah bangun wahai mulut durjana!" tata Sera tiba-tiba sambil mengangkat satu tangannya–menunjuk langit-langit–walau matanya masih terpejam, membuat Yora dan Aruna jadi kaget dibuatnya.
"Tumben," Yora menanggapi. "Tidur aja yang lama. Biar gue ada alesan buat telat. Kalau bisa gak usah dateng sekalian."
"Jangan dong." Sera lalu mengubah posisinya menjadi duduk. "Entar nama gue yang jelek kalo lu alesan gue telat bangun."
"Tukang sayur komplek juga tau, Se, kalo lu kebo."
Perkataan Yora membuat Sera kembali teringat masa SMP dan SMA-nya yang sering kali datang pas-pasan. Biasanya Sean akan menunggu adiknya itu di atas motor sambil mengaduh sebal pada Fani yang sedang memilh sayuran bersama ibu-ibu lain. Tidak jarang ocehan Sean justru ditanggapi ibu-ibu lain yang berujung Sean juga jadi ikutan ngerumpi.
"Iya juga, hehe," kekeh Sera jadi malu setelah mengingatnya.
"Pada mau sarapan apa nih?" tanya Aruna yang kini sudah beranjak ke dapur. Sera lalu mengikuti Aruna untuk melihat menu sarapan apa saja yang tersedia.
"Sereal ada gak, Na?"
"Ada tuh, liat aja di situ. Susunya di kulkas," jawab Aruna sambil menunjuk salah satu kabinet dapurnya. "Ra, lu mau apa?" tanyanya pada Yora.
"Ngikut lu aja."
Aruna lalu memutuskan membuat roti lapis selai stroberi untuknya dan Yora.
Tak lama mereka sudah berkumpul di meja makan karena ruang tengah Aruna yang penuh dengan bantal guling, juga sisa makanan mereka bekas sleepovers tadi malam. Acara sarapan yang berjalan dengan khusyuk itu dipecah dengan pernyataan Yora yang out of nowhere.
"Let's travel the world."
Rasanya seperti déjà vu, hanya saja saja kali ini yang berucap Yora.
"Kabjagi?" Sera bertanya dengan wajah heran.
"Artinya?" tanya Aruna yang masih jadi k-lover pendatang baru.
"Like, all of sudden?"
"I don't know. I've thought about it last night and perhaps you're right. We deserve a holiday. A real and long one."
"Jadi… Beneran nih?" Aruna berkata sambil melihat kedua rekannya.
"CALL!" Seru Sera–seperti adegan k-drama yang kerap ia tonton–sambil mengangkat gelas air putihnya, yang kembali mengundang tanda tanya Aruna dan Yora.
"I'm in!" Koreksi Sera yang disusul dua sahabatnya sambil ikut mengangkat gelas masing-masing.
"I'M IN!"
* * *
Sehabis acara sarapan yang tidak terasa memakan waktu 2 jam–karena mereka yang kelewat asik membicarakan rencana liburan mereka–akhirnya Sera dan Yora beranjak juga dari apartemen Aruna.
Itu juga karena paksaan Sera, kalau tidak Yora masih ingin tetap mengulur waktu. "Ngana pikir kita balik pake pintu kemana sajanya doraemon apa? Kita nih naik mobil dan ini weekend. Jangan harap jalanan bisa sekosong pikiranmu!" begitu omel Sera tadi.
Sebagai teman yang baik kan Sera ingin menyelamatkan Yora dari potensi jadi anak durhaka yang suka melawan orang tua. Padahal Sera juga hobi melawan orang tua.
Setelah bermacet-macet ria di Sabtu pagi yang cerah ini, duo 'RaRa' itu pun sampai juga di rumah masing-masing. Walaupun sekitar 10 menit kemudian Sera kembali melihat Liora–yang meluncur dengan mobilnya–melintasi rumahnya dari jendela kamar.
Rumah Sera dan Yora memang berdekatan. Lebih dekat Sera dan Aruna sih yang letaknya hanya dipisahkan 2 rumah. Sementara rumah Yora ada di blok yang berbeda–walaupun kalau jalan kaki juga tidak sampai 10 menit.
Tadi saat sampai rumah Sera hampir mengejutkan sang ibunda yang kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Sejak pulang dari Amerika memang Sera lebih senang tinggal di apartemen yang ia beli dengan alasan lebih dekat dengan kantor.
Masuk akal juga mengingat Sera yang memang kebo. Tapi kalau sampai beli apartemen, ketauan banget Sera emang ogah di rumah.
Tidak heran waktu awal-awal pindah, hidup Sera jadi merana banget karena harus hemat demi mengembalikan pundi-pundi uangnya yang lenyap untuk apartemen.
"Yaampun, Serafin! Kalau masuk rumah tuh kasih salam kenapa sih! Mama kira kamu maling, tau gak?" Omel Fani yang kaget saat berbalik dan melihat anak bungsunya lewat dengan santai.
Heran, gak ada angin, gak ada hujan, gak ada suaranya, gak disuruh pulang juga, tiba-tiba Sera ada di rumah.
Sera juga sebenarnya malas pulang, tapi berhubung sudah di sini ya lebih baik Sera ke rumah daripada balik ke apartemen. Buang-buang bensin aja.
"Selamat siang, Mama. Sera pulang." jawab Sera, menuruti perkataan ibunya.
"Makanya, ajarin anaknya yang bener." Tiba-tiba Erik–ayahnya–muncul dari kamar.
"Ya kamu, bapaknya, gak pernah ngajarin," kata Fani merasa tak terima.
"Tugas ngurusin anak kan ibunya." Kali ini ayahnya sudah duduk di ruang tamu, lengkap dengan gadgetnya. Maklum, jaman sekarang koran sudah jarang. Semua beralih ke digital.
"Bukan berarti kamu jadi lepas tangan dari anak-anak juga!"
Tuh kan, baru sampai Sera sudah menyaksikan acara debat lagi. Ini kenapa Sera tidak suka berlama-lama di rumah. Tiap hari seperti acara Pemilu, debat terus.
Maka dari itu, demi kesehatan jiwa dan raganya, Sera segera menuju kamarnya dan beristirahat. Hari ini puasa nonton drakor dulu karna Sera sudah kenyang dengan drama orang tuanya.