Chereads / A Trip Of Our Youth / Chapter 6 - Sekilas Tentang Aruna

Chapter 6 - Sekilas Tentang Aruna

Aruna Gauri Janaya. Dibanding dua sahabatnya, nama Aruna memang lebih terdengar Indonesia, namun tidak dengan wajahnya yang justru kebarat-baratan. Tidak heran mengingat nenek Aruna yang memang asli Belanda.

'Turunan penjajah' Sera pernah bilang.

Gara-gara ini Sera dan Aruna pernah bertengkar hebat. Mereka pernah puasa berkomunikasi selama hampir 2 minggu yang menempatkan Yora diposisi yang sulit.

Waktu itu mereka masih duduk di bangku kelas 5 SD. Sera bergurau kalau Aruna itu keturunan penjajah yang membuat Aruna merasa sakit hati. Teknisnya memang tidak salah sih. Konon katanya, leluhur nenek Aruna memang termasuk keluarga militer yang pernah ditugaskan di Batavia.

Tapi kan itu sudah masa lalu, tidak bisa diubah. Aruna juga tidak pernah bisa memilih lahir dari keturunan mana. Mengecapnya sebagai keturunan penjajah benar-benar membuatnya jengkel.

Pertemanan mereka waktu itu bagaikan jalan yang bercabang dua dimana Yora bingung harus memilih jalan Sera atau jalan Aruna.

Yora tau kata-kata Sera memang jahat, tapi masalahnya dia juga tertawa waktu Sera melontarkan candaannya. Dia ingin menemani Aruna agar tidak sedih tapi disaat yang sama ia jadi merasa munafik.

Sera ingin meminta maaf tapi ia pikir Aruna ingin menjauhinya, jadi memberikan Aruna waktu untuk dirinya sendiri adalah hal yang tepat. Sementara Aruna yang rindu bermain bersama malah jadi merasa kalau dia lah yang berlebihan sehingga sahabat-sahabatnya menjauh.

Keadaan mereka tetap seperti itu sampai pada suatu hari mereka terpaksa bersama-sama menunggu dijemput sehabis pulang sekolah.

Kebetulan Sean–yang sudah SMP–hari itu ada lomba basket jadi tidak bisa pulang bersama adiknya. Sementara mama Aruna sibuk mengurus adik bungsu Aruna yang sakit. Karenanya para mama sepakat minta tolong supir keluarga Yora untuk menjemput ketiga anak tersebut.

Mereka sedang berjalan ke arah pintu masuk sekolah ketika Sera yang berjalan dibelakang Yora melihat ada yang menetes dari bagian belakang Yora.

"Yora, lu ngompol?"

Penasaran, Yora lalu mengecek bagian belakangnya dan ternyata air yang menetes itu berasal dari botol minumnya yang tumpah di dalam tas.

"Ck, tumpah lagi – tumpah lagi!"

Aruna yang tadi jalan paling depan juga jadi berbalik melihat Yora yang terlihat kesal sambil membuka tasnya.

"Kenapa?"

Dengan spontan Sera menjawab Aruna, walaupun masih terasa canggung. "Tas Liora kebanjiran."

"Kok bisa?" Aruna lalu membantu Yora mengecek kondisi isi dari tas Yora, yang lalu diikuti Sera.

Mereka berjongkok bersama mengelilingi tas Yora sambil mengecek satu-satu keadaan buku Yora. Karna air yang tumpah lumayan banyak, alhasil buku yang dibawa Yora hampir semuanya basah pada bagian bawahnya.

Yang membuat Yora lebih jengkel lagi ketika ia melihat tulisan di buku tulisnya yang ikut luntur sampai sulit dibaca. Yora yang kesal lalu secara tidak sengaja mengayunkan botol minum yang tutupnya terbuka dan masih terisi seperempat ke arah Sera dan Aruna.

Baik Sera maupun Aruna langsung shock karena dapat siraman mengejutkan. Mata mereka terpejam dengan mulut Aruna yang terkatup dan Sera yang menganga–seakan baru saja disiram seember penuh.

Rasa kesal Yora langsung tergantikan dengan rasa tidak enak saat melihat wajah kedua sahabatnya yang sudah basah akibat siraman botol minumnya. Tapi bukannya marah, Sera dan Aruna akhirnya justru tertawa.

Entah apa yang lucu. Mungkin karena mereka melihat wajah masing-masing yang sudah basah, atau karena akhirnya mereka bisa bercanda lagi setelah beberapa hari terakhir menjaga jarak dengan satu sama lain.

Yang pasti Yora masih kesal karena bukunya basah, tapi setidaknya pertemanan mereka kembali seperti sedia kala.

Aruna ini anak seni. Setelah lulus dari jurusan seni rupa di salah satu universitas ternama di Indonesia, ia memberanikan diri untuk membuka gerai seninya seninya sendiri yang ia beri nama Sun Up. Kenapa Sun Up? Karna katanya nama Aruna berarti fajar. Fajar adalah saat matahari mulai terbit, jadi Aruna rasa nama Sun Up cukup pas untuk mewakili dirinya.

Disana ia memajang berbagai hasil lukisan dan beberapa kerajinan lain yang ia buat. Namun yang paling sering menarik pengunjung adalah kelas tembikar yang Aruna buka.

Memang, bergumul dengan bongkahan tanah liat itu adalah salah satu hal yang paling Aruna sukai. Memfokuskan diri untuk membentuk tembikar menjadi bentuk yang cantik adalah salah satu cara Aruna menyelamatkan diri dari pikiran yang tidak jarang membuatnya tertekan.

Selain untuk gerai seni Aruna, ruko yang terdiri dari 3 lantai ini juga dimanfaatkan sebagai toko bunga guna menyalurkan hobi Nita–mamanya–yang senang merangkai bunga.

Lantai 1 untuk galeri seni, lantai 2 untuk kursus merangkai bunga dan lantai 3 untuk kursus tembikar.

Kalau dipikir, memang anak dan ibu ini saling menguntungkan. Aruna jadi terbantu dalam membayar sewa ruko, sementara Nita tidak perlu repot memikirkan vas bunga karna bisa langsung request pada anak sulungnya itu.

Kalau Yora anak tunggal dan Sera anak bungsu, beda lagi dengan Aruna yang anak sulung. Aruna punya 2 adik.

Yang pertama adalah adik perempuan yang hanya beda setahun dengan Aruna. Namanya Adhira Dahayu Janaya. Banyak yang bilang wajah Dhira adalah versi Indonesianya Aruna.

Beda dengan Aruna yang punya kulit putih pucat dan rambut yang kecoklatan, Dhira punya kulit yang sedikit lebih gelap dan rambut hitam legam. Sifat Aruna juga cenderung berbanding terbalik dengan Dhira.

Seperti arti nama mereka, Aruna yang berarti fajar memang lebih lembut dibandingkan karakter Adhira yang lebih kuat–seperti kilat. Mungkin ini yang dimaksud dengan 'nama adalah doa'.

Lalu ada si bungsu Aditya Mahesa Janaya, si ganteng kebanggaan Sera dan Yora.

Adit yang beda 4 tahun dari Aruna ini memang sering dielu-elukan kaum hawa, tak terkecuali Sera dan Yora. Punya postur tubuh gagah, wajah yang sedikit dibumbui kesan blasteran dan kulit agak gelap hasil terbakar sinar matahari berhasil membuat Adit macho abis.

Di luar Aditya bisa jadi idola, tapi tetap, kalau di rumah Adit hanyalah anak manis yang dimanja mama dan korban perbudakan dua kakak perempuannya. Apalagi kalau sedang datang bulan, kalau bisa Adit ngamen sekalian di jalan dari pada berurusan dengan kakak-kakaknya.

* * *

Setelah insiden hampir menabrak kucing, Sera-Yora yang tadinya sudah lelap jadi segar lagi. Apalagi Sera yang kejedot, langsung melek matanya. Apartemen Aruna yang memang tidak jauh dari ruko membuat perjalanan jadi begitu singkat.

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di unit apartemen milik Aruna. Setelah dibukakan pintu, mereka bertiga langsung berhamburan masuk ke dalam.

Yora jadi yang pertama menerobos pintu, langsung menuju kamar mandi dan mengeluarkan hasrat buang air kecilnya. Aruna menuju dapur guna mengambil gelas kosong untuk mereka bertiga sementara Sera langsung menidurkan diri di karpet ruang tamu.

"Hadeuh, enak banget rebahan."

"Udah pada makan belom?" tanya Aruna sambil mempersiapkan minuman dan camilan yang sempat dibeli Yora.

"Belom! Orang tadinya pulang kerja mau nongki ama si curut. Malah keliling Tanggerang gue."

Yora yang baru keluar dari kamar mandi lalu menimpali, "Siapa suruh gak mikir dulu mau kemana!"

"Lu lah yang mikir. Kan gue udah ngajak."

"Ya yang ngajak yang mikir lah."

Oke, Aruna pusing.

Aruna adalah sulung dari tiga bersaudara. Harusnya ia sudah terbiasa dengan pertikaian kecil seperti ini. Tapi menengahi Sera dan Yora rasanya lebih melelahkan dari pada mengurus 2 adiknya.

"Yaudah, mau pada makan apa?" Akhirnya Aruna turun tangan. "Mie instan aja mau ga?"

"Kuy!" Jawab Sera-Yora kompak.

"Yaudah, bentar. Gue bikinin."

Aruna lalu berjalan ke arah dapur, mempersiapkan sesajen untuk para sahabatnya ini. "Ribet lu pada!" gerutunya dalam hati.