Chereads / Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia] / Chapter 7 - Bab 7, Masih Ada Harapan

Chapter 7 - Bab 7, Masih Ada Harapan

Tidak ada kemajuan berarti yang diraih oleh pihak Koalisi NAA, melainkan beberapa Kota di Belarusia yang diduduki oleh Koalisi NAA telah berhasil direbut kembali dan Koalisi NAA menderita kerugian dan korban yang lumayan besar.

Sementara itu banyak Prajurit Bayaran Afrika yang menderita sakit dan kedinginan akibat cuaca dan kondisi di wilayah perbatasan Belarusia dan Lithuania yang dingin. Kebanyakan dari para Prajurit Bayaran Afrika berasal dari wilayah Afrika Utaradan Barat yang dikenal akan cuacanya yang panas dan lingkungan yang mayoritas gurun.

"Aku kira mereka bisa diandalkan. Tapi nyatanya mereka adalah beban. Harapan kita tentang Tentara garis terdepan yang pemberani sirna akibat penyakit yang menimpa mereka. Kita tidak butuh manusia yang pesakitan, apalagi binatang yang tidak berguna," keluh seorang Perwira Militer Koalisi NAA yang melihat para Prajurit Bayaran Afrika terkapar kedinginan dan kesakitan.

"Jangan mengeluhkan kondisi mereka. Tubuh mereka begitu kaget karena ini pertama kalinya bagi mereka pergi ke medan peperangan, terlebih lagi ini Eropa dan cuacanya sedang dingin," ujar seorang Lelaki berambut putih dan berwajah bulat tebal.

Perwira Militer berbadan cukup tingi dan kekar tersebut membalikan badannya dan menatap sosok lelaki berbadan pendek, dengan rambut yang berwarna putih dan berwajah bulat tebal.

"Maaf jika aku sempat mengeluarkan kata yang menurutmu lancang." Perwira tersebut meminta maaf kepada seorang dwarf yang merupakan salah seorang dokter senior dalam militer.

"Tak usah dipikirkan. Sepertinya mereka salah perhitungan dengan mengontrak para Prajurit Bayaran dari Afrika."

"Mereka hanya ingin mengeluarkan sedikit modal dan mendapatkan banyak hasil," kata Perwira tersebut. "Namun mereka salah perhitungan, mengingat iklim, dan cuaca di sini tidak sesuai dengan mereka yang berasal dari wilayah gurun di Afrika. Sehingga membuat mereka jatuh sakit akibat tidak sanggup beradaptasi."

Lelaki dari ras dwarf itu meminum segelas kopi hangat, "Presiden terlalu terburu-buru dalam mengambil tindakan. Meskipun Amerika Utara membantu. Namun sepertinya mereka tidak sepenuhnya membantu."

"Hal itu wajar karena untuk mengoperasikan Pesawat Tempur butuh biaya yang mahal dan juga pihak Bavaria, Estonia maupun Amerika Utara tidak ingin terlibat konflik dengan Prussia dan Russia," imbuh sang Perwira Militer. "Perang ini menguras banyak kas negara dan sekutu kita yang membantu setengah hati," ungkapnya dengan nada kesal.

Dwarf itu meliriknya dan melontarkan sebuah pertanyaan, "Apakah kau setuju dengan invasi ke Belarusia?"

"Aku tidak setuju," jawabnya dengan tegas namun bersuara pelan. "Sebenarnya banyak juga yang tidak setuju akan invasi ke Belarusia. Kami dipaksa untuk berperang. Namun, suka atau tidak, aku hanya bisa menjalankan tugas yang diberikan."

"Yang penting kita laksanakan tugas kita dengan baik," kata Dokter dari ras dwarf tersebut. Dia berjalan menuju ke arah Barak untuk merawat Tentara yang terluka dan sakit.

.

.

Pesawat-pesawat tempur Koalisi NAA melakukan pemboman secara acak ke arah wilayah Belarusia. Mereka tak peduli targetnya Warga Sipil atau Militer, mereka melakukan serangan tanpa pandang bulu. Sebagian serangan dari Angkatan Udara NA berhasil dihalau dengan sistem pertahanan udara Pantsir dan dua unit Pesawat F-16 NAA jatuh setelah dihantam oleh beberapa rudal S-300.

Serangan Koalisi NAA menghancurkan beberapa rumah, melukai puluhan orang, dan membunuh belasan orang. Tindakan NAA yang menargetkan Warga Sipil benar-benar membuat Pemerintah Belarusia geram.

Sedangkan pihak NAA berdalih bahwa mereka hanya menyerang sistem pertahanan udara Belarusia dan berbalik menuduh Belarusia bahwa mereka menggunakan penduduknya sebagai perisai hidup.

.

.

Kota Astryna dihujani oleh mortar, artileri dan rudal oleh Tentara Koalisi NAA. Sementara itu dua belas unit TSF EF-2000 Typhoon tengah terbang menuju ke arah Kota Astryna.

"Dua belas unit TSF EF-2000 Typhoon. Masing-masing enam unit dari arah jam empat dan jam delapan tiga puluh menit," lapor Maximilian kepada Kolonel Keistur Rahula, Komandan dari Batalion Astryna.

"Jatuhkan mereka dan pertahankan Kota ini apapun yang terjadi," balas seorang Kolonel berusia tiga puluh sembilan tahun.

"Baik, dimengerti," kata Maximilian.

Sebuah TSF berwarna hitam telah mendarat di pusat Kota Kongitstein, "MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin, siap tempur," sambung Maria melalui telepati.

"Huguenot Twins siap mendukung melalui drone," kata Charla di ruangannya, bersama dengan adik lima menitnya, Charlemagne. Mereka berdua tengah mengoperasikan drone yang tengah bergerak menuju ke arah Astryna.

Maximilian tersenyum ketika mendengar bahwa kekasihnya telah tiba di Astryna untuk membantunya. Begitu pula dengan Athena yang senang mendengar kabar tentang kakak tirinya yang tengah mengoperasikan drone untuk menyerang musuh.

Kedua regu TSF EF-2000 Typhoon memasuki Kota Astryna dan menembaki beberapa titik pertahanan Tentara Belarusia.

Athena, Maximilian, dan Sergey yang tergabung sebagai sukarelawan dari Prussia menembaki TSF musuh dengan MANPADS. Para kru tank mereka disuruh untuk menyembunyikan tank agar terhindar dari serangan musuh.

Sebuah TSF musuh jatuh setelah ditembak oleh tiga buah rudal MANPADS, sedangkan TSF musuh yang lainnya jatuh setelah ditembak oleh Maria.

Beberapa unit tank T-70 milik Belarusia hancur setelah ditembak oleh TSF musuh, sedangkan beberapa TSF musuh juga hancur setelah kokpit mereka terkena serangan dari beberapa unit Tank T-72 milik Belarusia.

"Mereka terlalu bodoh dengan mengerahkan belasan Paladin memasuki Kota Astryna," celetuk Kolonel Keistur Rahula.

Beberapa rudal ditembakkan oleh dua unit drone, dan serangannya menumbangkan dua unit TSF NAA tumbang setelah mereka dihajar oleh dua unit drone yang dikendalikan oleh Huguenot Twins.

"Sepertinya mereka adalah Pilot yang masih amatir," kata Kolonel Keistur Rahula mengamati berjalannya perang dari sebuah gedung kosong. "Namun, mereka boleh juga untuk seorang amatir. Yah, boleh jadi sasaran tembak yang hidup untuk kami." Kolonel Keistur Rahula terkekeh dengan nada getir.

Kilatan petir berwarna biru kehitaman yang ditembakkan oleh Maximilian menjatuhkan sebuah TSF milik musuh dan membunuh pilotnya yang mati terpanggang akibat kilatan petir tersebut.

TSF yang dipiloti oleh Maria terbang dengan gesit menghindari setiap serangan yang ditembakkan oleh TSF musuh. TSF berwarna hitam itu menghilang secara tiba-tiba dan membuat kebingungan Pilot TSF NAA yang tengah mengejarnya.

TSF berwarna aba-abu keunguan tersebut jatuh setelah ditembak oleh TSF MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin dari belakang.

Dua unit TSF yang tersisa mencoba kabur. Namun salah satunya terjatuh setelah mesin mereka ditembak oleh Sergey dan dua orang kru tanknya dengan MANPADS. Sedangkan TSF yang satunya terdiam di angkasa ketika Pilotnya mendengar banyak suara burung hantu di siang hari.

"Kenapa suara burung hantu ini terdengar sangat jelas? Bukankah Burung Hantu hanya ada di malam hari," ujarnya sedikit panik dan ketakutan.

Puluhan ekor burung hantu berbentuk arwah terbang menembus kokpit pilot tersebut. Mereka terbang mengelilingi kokpit tersebut dan kemudian para roh burung hantu tersebut mencabik-cabik Pilot tersebut hingga menyebabkan TSF yang dia piloti jatuh.

Athena tersenyum puas karena telah menjatuhkan sebuah TSF.

.

.

Asap dan debu menutupi pandangan. Begitupula dengan bau bubuk mesiu serta amis darah yang benar-benar membuat orang ingin muntah.

Ini adalah bau dari peperangan, di mana bau busuk, asap yang menyesakkan, dan bubuk mesiu tercampur menjadi satu.

Seratus Tentara Belarusia bersiaga di garis terdepan medan pertempuran dengan senjata yang mereka genggam di tangan mereka. Ekspresi wajah mereka terlihat sangat optimis walaupun jauh di dalam lubuk hati mereka ini adalah saat-saat terakhir di dunia.

Para lelaki dan perempuan dewasa Kota Astryna mengambil senjata api dari jasad Tentara musuh maupun Tentara Belarusia, sedangkan para anak-anak, remaja, perempuan, disabilitas, dan orang tua berjalan meninggalkan Kota.

Kolonel Keistur Rahula berjalan menghampiri Athena dan beberapa pemuda-pemudi Belarusia yang sedang berbicara santai, "Terima kasih aku ucapkan untuk Rakyat Prussia yang telah membantu kami. Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita. Kalian bersama para Pemuda-pemudi Belarusia tuntunlah para Warga Sipil hingga keluar Kota. Ini adalah pertempuran kami, para orang dewasa."

"Tapi, Komandan-"

"Ini adalah perintah atau aku bunuh kau, Sylwia!" Kolonel Keistur Rahula menodongkan pistolnya ke arah kepala seorang Perempuan Polandia bermata biru pucat.

Kolonel Keistur Rahula segera menarik kembali senjatanya dan memegang pundak bawahannya. "Aku punya anak Perempuan yang lebih muda darimu. Aku tidak ingin para pemuda-pemudi seperti kalian mati di sini. Jalan kalian masih panjang, jadi biarkanlah kami para orang dewasa berperang hingga titik darah penghabisan dan mati sebagai para Pahlawan."

Sambil berlinang air mata, Sylwia memeluk Kolonel Keistur Rahuladan sang Kolonel membelai kepalanya layaknya membelai kepala anaknya sendiri. Setelah itu Sylwia melepaskan pelukan terakhirnya dengan sang Kolonel.

"Athena, pimpinlah mereka hingga selamat sampai Pirna. Jangan khawatirkan kami, seluruh orang dewasa di sepanjang perbatasan Belarusia sudah terlatih secara Militer, dan kami tidak akan mati dengan mudahnya," ujar sang Kolonel dengan senyuman di wajahnya.

"Baiklah, serahkan pada kami," kata Athena memberikan hormat kepada Kolonel Keistur Rahula.

Dengan dikawal sebuah unit TSF, dua unit Tank, dan tenmpat IFV (Infantry Fighting Vehicle) yang masih tersisa. Ratusan penduduk Kota Astryna pergi meninggalkan kota yang mereka cintai.

Sedangkan Kolonel Keistur Rahuladan sahabatnya yang menjabat sebagai Walikota Astryna, Alyaksandr Ulicionak telah bersiap di garis pertahanan Kota untuk menghambat laju invasi Koalisi NAA.

"Merdeka atau Mati sebagai Pahlawan!" seru Walikota Alyaksandr Ulicionak.

Seruan sang Walikota disambut dengan baik oleh para kaum dewasa Astryna dan Tentara Belarusia. Ekspresi yang terpampang di wajah mereka adalah ekspresi dari para Ksatria yang siap bertarung hingga titik darah penghabisan.

.

.

Lima unit pesawat Sukhoi Su-35 Angkatan Udara Federasi Russia terlihat oleh para penduduk kota yang tengah mengungsi ke Kota Pirna. Beberapa Anak kecil terlihat senang dan bahagia melihat pesawat tempur dari sekutu mereka membantunya dalam melindungi negara dari invasi Koalisi NAA.

"Jangan khawatir, Nak. Angkatan Udara Russia akan membantu melindungi Negara kita tercinta," kata seorang Ibu kepada anaknya yang masih kecil yang berada dalam gendongannya. "Mereka dan Prussia adalah sahabat terdekat kita."

"Masih ada harapan," celetuk Sylwia menatap kelima Pesawat Sukhoi Su-35 yang tengah menembakkan rudal-rudalnya ke wilayah Lithuania.

Serangan udara dari Angkatan Udara Russia menghancurkan konvoy kendaraan tempur infantri dan menewaskan puluhan Prajurit Bayaran Afrika serta menghancurkan beberapa titik yang merupakan gudang persenjataan dan Artileri musuh yang sedang menghujani Kota Astryna.

Maximilian terlihat tengah duduk bersila di atas kepala Paladin MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin sambil menatap Kota Astryna yang telah mereka tinggalkan.

"Ini adalah pertama kalinya aku bisa akur dengan Athena dan juga Charla, walaupun untuk Charla kami terlibat secara tidak langsung," kata Maximilian mencurahkan isi hatinya pada Maria, kekasihnya.

"Kalian itu seharusnya akur sebagai saudara, buktinya Beatrix sangatlah akrab dengan Athena dan Charla," balas Maria.

"Entah kenapa rasanya terasa sepi dan hampa kalau tidak bertengkar dengan Athena, apalagi dua tahun yang lalu bertambah lagi sekutu Athena, yaitu Charla. Aku merasa tidak kesepian jika bertengkar melawan mereka berdua."

"Yah, terkadang dari hal kecil dan sepele seperti itu. Ikatan yang kuat terjalin antar saudara," kata Maria, "terkadang aku iri melihatmu yang selalu dekat dan ribut dengan Athena, seperti kau melupakanku."

Maximilian tertawa pelan, "Baiklah, aku akan berusaha untuk lebih memperhatikanmu."

Sebuah Helikopter terbang sedikit rendah menuju ke Kota Astryna. Para Prajurit Elit dan bersenjata lengkap di dalamnya tersenyum ramah dan melambaikan tangannya, menyapa para pengungsi dari Kota Konistein.

"Lihat ada helikopter," kata salah seorang Anak Lelaki yang masih keci yang menunjuk ke arah helikopter itu, di mana para Prajurit Elit tengah menyapa mereka.

"Helikopter, aku mohon lindungilah Kotaku tercinta," teriak seorang Anak Perempuan dengan suara cemprengnya.

"Jangan mengkhawatirkan Kolonel Keistur Rahula dan Kotamu," kata Athena dengan tenangnya.

"Maksudmu?"

"Mereka adalah para ksatria yang tidak akan bisa dibunuh dengan mudahnya oleh para iblis," ujar Athena menyakinkan temannya.

"Yah, kau benar. Meskipun Kolonel berkata begitu, namun aku rasa mereka tidak akan mati dengan mudahnya."