"Laporan dari drone pengintai di Chreba, bahwa Kota tersebut telah jatuh ke dalam pendudukan Georgia."
"Bagaimana dengan nasib penduduk Kota?" tanya seorang bernama Kolonel Magomed Timur Basayev. Kolonel dari etnis Tartar tersebut menatap perempuan Jerman Volga berambut pirang dan bermata biru tersebut.
"Sebagian besarnya mengungsi dan sebagiannya lainnya dimangsa oleh para strigoi," jawab Perempuan dari etnis Jerman Volga tersebut.
"Strigoi," ucap Lelaki Tartar berjenggot tebal dan berwajah tegas itu sedikit heran.
"Tentara Georgia menggunakan kekuatan iblis untuk menduduki Kota tersebut," balas Feodorovna Anastasya Neuer. "Namun dalam pengintaian yang dilakukan dengan drone tersebut tidak menunjukkan aktivitas Strigoi. Kemungkinan mereka menggunakan strigoi di saat gelap, dan menurut seorang agen Stasi di Ksivai. Strigoi sangat lemah terhadap kobaran api."
"Mereka hanya akan menyerang target menjanjikan dan selanjutnya adalah Ksivai," ujar sang Kolonel menatap peta Ossetia yang terpampang di dinding ruangannya.
.
.
Beberapa penduduk Ksivai tengah membantu Tentara dengan mengisi beberapa botol kaca yang diisi minyak yang sudah dicampur dengan stefeoroam dan ujung botolnya disumpal selembar kain. Botol isi minyak ini digunakan untuk melawan strigoi, karena mereka sangat lemah terhadap api. Para Warga bergotong-royong untuk memasang jebakan anti-tank di sepanjang jalan masuk menuju ke Kota Ksivai.
Tidak seperti Ossetia Utara yang memiliki penduduk yang banyak, padat, dan tanahnya datar, Ossetia Selatan dipenuhi dengan hutan dan bukit-bukit yang terjal. Selain itu, banyak sekali desa-desa yang ditinggalkan oleh penduduknya di wilayah Ossetia Selatan dikarenakan efek senjata biologis dalam perang dua puluh dua tahun yang lalu serta seringnya beberapa monster yang berkeliaran di desa-desa tersebut.
Pasukan Georgia segera melakukan serangan kilat di sepanjang wilayah selatan Ossetia dengan menyerbu pos-pos militer Tentara Russia. Serangan-serangan artileri dan roket diarahkan dari wilayah Georgia menghantam beberapa titik pos-pos militer Russia.
Sebenarnya pihak Russia sudah curiga akan pengerahan banyak Tentara beserta peralatannya ke sepanjang wilayah selatan Ossetia. Namun mereka tidak mempedulikannya dan hanya menganggap sebagai buih di ujung selatan. Sekarang buih-buih tersebut telah berubah menjadi kobaran api.
Tentara Russia sedang menembakkan artileri dan rudal katyusha sebagai serangan balasan terhadap Tentara Georgia.
"Rasakanlah itu, Georgia sialan!"
"Tiarap!" teriak salah seorang Perempuan ketika ada beberapa rudal dari Pesawat Tempur F-16 mengarah ke arah mereka.
Mereka tiarap ketika rudal-rudal tersebut menghantam pos militer mereka. Serangan tersebut menghancurkan beberapa Tank, Artileri, dan peralatan militer lainnya serta melukai beberapa Tentara.
"Apakah ada yang masih hidup?" tanya Heracles Metaxas, seorang Lelaki Yunani berambut pendek bergelombang berwarna hitam, bermata biru yang merupakan Pemimpin di pos militer tersebut.
"Kami hanya terluka kecil, Letnan."
"Jika kalian terluka parah, segeralah kembali ke Ksivai dan pulihkan diri kalian. Jika kalian baik-baik saja. Pertahankan tanah air ini dari Bangsa Georgia!" ucapnya dengan tegas.
"Kami baik-baik saja, Letnan," jawab para Tentara saling bersahutan.
Letnan Heracles tersenyum begitu senang ketika mendengar jawaban optimis dan penuh keberanian dari para anak buahnya.
"Jika kalian masih ingin berperang," katanya. "Pertahankanlah tanah air ini dan bertarunglah dengan penuh keberanian layaknya Prajurit Varangia!"
[Varangia atau Varyags adalah nama yang diberikan oleh bangsa Yunani dan Slavia Timur untuk bangsa Viking, yang menguasai negara Rus dari abad kesembilan hingga abad kesebelas. Di Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium ada sebuah unit yang disebut sebagai penjaga varangia alias varangia guard yang merupakan prajurit elit yang terdiri dari orang-orang Viking.]
Mereka menyahut seruan dari Letnan keturunan Yunani tersebut. Ekspresi wajah penuh keberanian, optimisme, dan siap bertarung terhias di wajah mereka.
Dari balik debu dan asap ratusan Tentara Georgia memasuki wilayah Russia dan ketika mereka memasuki jarak tembak. Tentara Russia segera menyambut mereka dengan berondongan peluru.
Pertempuran yang sengit di sepanjang pos perbatasan itu membuat seluruh Tentara Russia tersebut berguguran dan pergi meninggalkan dunia menuju ke Valhalla, begitupula dengan para agresor yang berguguran.
.
.
Puluhan pesawat tempur tipe MiG dan Sukhoi Angkatan Udara Russia terbang di atas langit Ossetia. Para Penduduk negara bagian Ossetia melambaikan tangannya pertanda senang akan kehadiran pesawat-pesawat tempur tersebut.
Squadron Ossetia dan Squadron Caspia menembakkan rudal-rudal mereka yang menghujani Kota Chraba atau Tskhinvali (dalam bahasa Georgianya). Serangan balik Russia dilakukan secara membabi buta ketika Tentara Georgia hendak bergerak menuju ke arah Kota Ksivai. Serangan karpet bombing ini menimbulkan kerusakan yang sangat berat pada Tentara Georgia yang menduduki Kota Tskhinvali, terlebih Russia menggunakan bom fosfor putih yang membakar apa saja.
"Sial, aku tidak menyangka bahwa mereka akan membalasnya secara membabi buta. Kemana para Iblis Yuzhnokavkazskiy sheval'ye?" keluh salah seorang Tentara yang bangkit setelah tertimpa reruntuhan dinding sebuah rumah.
"Mereka itu Vampir, mana mungkin bisa bergerak dengan maksimal di siang hari!" jawab rekannya yang bersembunyi di bawah kursi panjang.
Dua Orang Tentara berjalan keluar dari sebuah rumah yang terletak di ujung utara dari Kota Tskhinvali. Mereka berdua begitu kaget ketika melihat banyaknya bangkai kendaraan militer yang terbakar, serta mayat-mayat yang bergelimpangan, dan terpotong-potong.
"Hoy, mungkinkah kita bisa merebut kembali seluruh Ossetia Selatan, sementara rekan-rekan kita sudah hancur sebelum bergerak untuk membebaskan Kota Ksivai," ucapnya dengan raut wajah penuh ketakutan dan ekspresi putus asa yang menghiasa wajahnya yang kotak.
"Aku tak tahu bahwa ini adalah neraka."
Para Tentara Georgia tengah mengangkut rekan-rekan mereka yang terluka dan juga jasad dari rekan-rekan mereka. Ekspresi keputusasaan menghiasi wajah-wajah mereka dan juga tangisan mereka memecah keheningan Kota Tskhinvali yang telah ditinggalkan oleh penduduknya. Serangan balasan Russia telah berhasil menghancurkan mental dan semangat Tentara Georgia.
Meskipun beberapa Batalion Tentara Georgia berhasil merebut beberapa titik dari Tentara Russia. Namun apa artinya jika mereka diberikan serangan telak yang mematikan di Tskhinvali, terlebih lagi bagi Georgia menguasai Tskhinvali sama dengan menguasai seluruh Ossetia Selatan.
Seorang Lelaki berpangkat Kolonel tengah memperhatikan seluruh tentaranya yang telah kehilangan semangat dan terjatuh dalam jurang keputusasaan. Dia berjalan diantara tentaranya yang sedang depresi.
"Aku tahu dan juga merasakan apa yang kalian rasakan. Namun ini bukanlah akhir. Bukankah sepasang kaki kita masih berdiri di Kota Tskhinvali. Bukankah jauh di dalam lubuk hati kalian ingin merebut Ossetia Selatan dan kembali ke desa-desa dan Kota-kota yang telah ditinggalkan. Apakah kalian ingin kembali, atau mati sebagai seorang pecundang," Dia menatap dengan tegas ke seluruh penjuru, memperhatikan ekspresi wajah para tentaranya yang perlahan sudah mulai berubah. "Jika kalian ingin kembali pulang, ikutlah denganku, dan angkat senjata kalian. Kita bebaskan kampung halaman kita yang dijajah oleh Russia. Tuhan bersama kita, para Tentara Georgia yang gagah berani!" ucapan penuh motivasi dan membakar semangat itu membangkitkan mental Tentara Georgia yang sebelumnya hancur akibat serangan membabi buta Pesawat-pesawat Tempur Russia.
"Tuhan bersama kita, Tentara Georgia yang gagah berani!" sahutan ini menggema dan perlahan mereka bangkit dari jurang keputusasaan.
Bala bantuan Tentara Georgia yang memasuki Kota Tskhinvali tertegun ketika mendengar sahutan-sahutan yang dilontarkan oleh para rekan-rekan mereka di Tskhinvali.
"Tskhinvali adalah kita! Merebut Tskhinvali sama dengan merebut Ossetia Selatan dan mempertahankannya adalah kebanggaan dan kemuliaan!" teriak Kolonel Darius Saaskashvilli dihadapan Tentaranya.
Semangat mereka semakin membara ketika bala bantuan telah tiba.
.
.
Langit cerah kini telah berganti warna menjadi jingga dengan sang surya yang tengah terbenam di ujung barat. Puluhan Orang berjubah hitam tengah berjalan melewati hutan menuju ke Kota Ksivai. Mereka adalah anggota dari Yuzhnokavkazskiy sheval'ye, sebuah Organisasi Prajurit Bayaran yang terdiri dari para vampir.
"Ini adalah target kita selanjutnya, Ksivai," ujar seorang Lelaki yang berdiri di barisan terdepan yang merupakan pemimpin pleton tersebut. "Kita akan menyerang saat gelap telah tiba. Masih ada cahaya dan Strigoi tidak akan muncul."
"Siap komandan."
Salah seorang Vampir menghampiri Komandannya dan berbisik, "Komandan. Aku merasakan kehadiran musuh dari arah selatan, tepatnya arah jam lima. Sepertinya mereka adalah orang-orang yang selamat dari gempuran Tentara Georgia."
"Berapa jumlah mereka, Hays Artskahi?"
"Sekitar seratus delapan belas Orang."
"Semuanya kita bergerak ke arah jam lima. Ada mangsa dan sudah saatnya kita makan malam," balas Erlik Arslan.
Mereka segera berlarian dan melompati pohon, menembus hutan yang lebat dengan pohon-pohonnya yang menjulang tinggi.
Tentara Russia yang tersisa bergerak dengan perlahan menaiki tanah yang terjal. Raut wajah mereka terlihat begitu melelahkan dan khawatir. Yah, ada rasa khawatir yang begitu mendalam tentang nasib Keluarga mereka yang ada di Ksivai dan wilayah lainnya.
"Sebentar lagi kita akan sampai di Ksivai," ungkap seorang Lelaki berwajah lonjong, berambut pirang coklat dan bermata biru laut. "Aku sudah tak sabar dengan-" ucapannya terputus ketika peluru panas menghancurkan kepalanya. Mereka begitu kaget atas apa yang terjadi. Satu per satu diantara mereka tumbang dengan kepalanya yang hancur berantakan.
Yuzhnokavkazskiy sheval'ye tengah menembaki musuh mereka dan baku tembak antara kedua belah pihak pecah. Orang-orang berjubah hitam itu menghentikan tembakan mereka, dan bergerak dengan hati-hati & cepat menuju ke arah musuhnya. Mereka muncul dari balik pepohonan dan segera menyerang Tentara Russia.
Mereka dibuat repot oleh serangan dari prajurit bayaran tersebut dan mereka sangatlah kejam. Sebagian vampir ada yang tumbang dalam menghadapi sisa-sisa Tentara Russia, meskipun jumlah korban jatuh di pihak mereka hanya ada dua korban jiwa. Seluruh Tentara Russia yang tersisa telah dibantai, dan para vampir tersebut tengah memutilasi jasad Tentara Russia. Mereka memakan jantungnya secara mentah-mentah dan meminum darahnya untuk menghilangkan rasa dahaga.
Hari telah gelap dan para vampir segera bergerak cepat untuk menaklukan Kota Ksivai.
Tentara Russia menyambut mereka dengan berondongan peluru ketika mereka baru tiba di pinggiran Kota Ksivai.
"Bangkitlah wahai, jiwa-jiwa yang tenang untuk membalaskan dendam dan amarahmu di dunia!" seru salah seorang Vampir dengan suara yang lebih mengerikan.
Dari bawah tanah keluarlah beberapa mayat hidup berpakaian Janissary, jumlah mereka jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Melihat kemunculan para Iblis, Tentara Russia segera melempar bom molotov ke arah Strigoi yang bermunculan. Iblis-iblis berseragam Janissary itu langsung musnah ketika bom-bom molotov meledak dan membakar tubuh mereka hingga musnah menjadi abu.
Wajah para prajurit bayaran tersebut terlihat kaget dan tidak percaya bahwa strigoi bisa dihancurkan dengan hanya kobaran api yang diciptakan dari sebuah botol yang diisi penuh dengan minyak dan ujungnya disumpal dengan kain.
Perempuan berseragam Militer berwarna hitam berjalan di dalam kegelapan. Maria menjentikkan jarinya dan keluarlah api yang berwarna hitam yang langsung menyambar sebagian strigoi. Orang-orang dibuat takjub dan tidak percaya akan api hitam yang langsung menyambar dan membakar sebagian strigoi yang ada sehingga hanya menyisakan abu.
"Kalian urus mereka dan biarkan aku yang menghadapi sisanya," perintah Maria kepada para Tentara Russia.
Tentara Russia terus menyerang para strigoi yang tersisa dengan melemparkan berbagai macam bom molotov.
Maria berjalan perlahan menarik pedangnya menuju ke tepi hutan dan menghunuskan senjata-nya ke arah para musuh-musuhnya yang tengah bersembunyi layaknya pengecut.
"Aku tahu kalian semua bersembunyi di dalam hutan. Yah, para vampir sebenarnya adalah segerombolan pengecut yang hidup dipenuhi rasa cemburu kepada para manusia dan wizard yang bisa berjalan di bawah sinar sang surya." Maria memutar badannya sedikit ke arah kanan, "Keluarlah kalian, para pengecut. Pedangku sudah tidak sabar ingin mencabut nyawa kalian."
Para Vampir terdengar marah akan kalimat yang dilontarkan oleh Maria, perkataannya benar-benar menusuk. Lelaki itu memberikan aba-aba dengan menembak Maria, walaupun pelurunya ditangkis oleh sang Perempuan Bangsawan merah tersebut.
"Serang dia!" perintahnya.
Para Vampir menghunuskan pedang mereka dan berlari keluar dari dalam hutan. Jumlah mereka totalnya ada sekitar tujuh puluh delapan. Mereka segera berlari ke arah Maria.
Tubuhnya dilapisi oleh sebuah kekuatan es dan Maria menciptakan sebuah tombak es dengan tangan kirinya. Dia melemparkan tombak es tersebut ke arah salah satu Vampir dan menewaskannya.
Maria menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan pedang dengan membunuh lima orang vampir dalam tiga kali serangan. Meskipun dia melawan puluhan vampir. Namun Maria memberikan perlawanan yang cukup sengit, di mana pedangnya memberikan luka yang sangat fatal dan membunuh beberapa vampir.
Maria menghentakkan pedangnya ke bawah dan muncullah ratusan lonjakan es yang berukuran panjang yang menusuk sebagian vampir dan membunuhnya. Sedangkan sebagian vampir yang lainnya selamat dengan berpegangan erat pada lonjakan es yang mereka pegang.
Orang-orang begitu ketakutan akan kekuatan mengerikan yang dimiliki oleh Maria, begitupula dengan para vampir tersebut yang terdiam ketakutan.
"Inikah iblis Mecklenburg-Schwerin. Seorang Perempuan dengan kemampuan setara dengan para titan," ungkap vampir lelaki yang memimpin grup tersebut.
Dia beserta anak buahnya yang tersisa langsung menyerang Maria yang ada di bawah lonjakan-lonjakan es tersebut. Mereka mengeroyok Maria, tetapi perempuan itu bergerak dengan gesit dan membunuh satu per satu musuhnya.
Pertarungan antara Maria melawan sembilan belas vampir yang tersisa sangatlah epic.
"Kemampuanmu hebat juga," puji Lelaki Vampir bernama Arthur.
Maria hanya tersenyum tipis mendengarkan pujian dari lawannya dan dia melemparkan puluhan tombak es ke arah musuh-musuhnya. Arthur dan beberapa anak buahnya menghindari serangan Maria yang membabi buta. Namun secara tiba-tiba Maria menghilang dan ratusan lonjakan es tersebut mencair dan berubah menjadi air. Mereka terlihat terkejut akan lonjakan-lonjakan es yang mendadak mencair dan Maria yang mendadak menghilang. Genangan air tersebut mendadak mendidih dan membuat mereka menjerit kesakitan.
"Selain menguasai elemen air, angin, dan es. Aku juga menguasai elemen api sehingga aku akan membunuhmu dengan air ini."
Air itu semakin panas sehingga membuat Arthur dan seluruh anak buahnya mati dengan kondisi badannya hancur berantakan akibat direbus secara hidup-hidup.
Seluruh Tentara Russia terlihat begitu bahagia ketika mereka berhasil memenangkan pertempuran di Kota Ksivai yang kecil. Tak ada korban jiwa yang jatuh di pihak Russia.
"Sebenarnya bisa saja aku menyerahkannya pada kalian. Namun aku hanya ingin menunjukkan kekuatanku saja," gumam Maria dengan begitu percaya diri setelah membantai seluruh musuh-musuhnya.