Chereads / Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia] / Chapter 19 - Bab 19, Dunia Lain

Chapter 19 - Bab 19, Dunia Lain

Rakyat Hadramaut bersuka cita atas dibebaskannya Sultan Hassan dari tahanan rumah yang diberlakukan oleh anak keduanya, Pangeran Yahya. Setelah itu, Sultan Hassan menghampiri jenazah anaknya yang akan dimakamkan di makam pribadi Dinasti Al Lahej. Meskipun sang Sultan diperlakukan buruk oleh anaknya. Namun sebagai seorang ayah dia bersedih dan menangisi kepergian anak keduanya.

"Maafkan aku yang telah menjadi ayah yang buruk, anakku," ucap sang Sultan berambut putih tersebut sambil menangis memeluk jasad anaknya yang dibungkus kain kafan berwarna putih.

Tangisan sang Sultan semakin menjadi-jadi ketika jasad anaknya dikebumikan ke dalam liang lahat.

"Yahya! Yahya!!!!!"

"Yang sabar, Sultan," ucap seorang lelaki berseragam militer yang merupaan adik dari Sultan Hassan sambil memeluk untuk menenangkannya.

Bendera setengah tiang dikibarkan di seluruh Kesultanan Hadramaut untuk menghormati Pangeran Yahya yang hanya menjabat sebagai Sultan Hadramaut selama tujuh belas hari.

.

.

Beberapa orang berkemeja hitam sedang duduk di sebuah ruangan di pesawat mewah milik Kesultanan Hadramaut.

"Aku turut berduka cita atas kematian Adikmu," kata salah seorang Lelaki berjenggot dan berkumis hitam tipis. Dia adalah Alexander Campbell, seorang Agen CIA.

Pangeran Faisal hanya diam mendengarkan perkataan dari orang itu. "Apa yang dilakukan oleh adikmu itu sesuatu yang berlebihan. Sebagai perwakilan dari Norh Atlantic Alliance kami tidak mengakuinya, meskipun kami memilih untuk diam. Kalian para Raja Arab harus sadar akan posisi kalian. Kami akan menjaga tahta dan kedudukan Keluarga Bangsawan, namun ini bukanlah hal yang murah."

"Kami paham dan hubungan ini harus berlanjut ke tahap yang lebih baik untuk kebaikan antara Bangsa kita. Kami hanya ingin Rakyat kami aman dan kalian menjamin keamanan politik di kawasan, baik secara langsung atau tidak langsung," balas Pangeran berbadan tinggi besar dan berkepala lonjong tersebut.

"Hal ini juga senada dengan para sekutu kita di kawasan, seperti Kerajaan Yaman, Kesultanan Najd, Keemiran Bahrain, Keemiran Qatar, Keemiran Dubai, Keemiran Abu Dhabi, Kesultanan Dhofar, Kesultanan Oman, Kerajaan Transjordan, hingga Republik Mesir. Kau akan menggantikan ayahmu sebagai Sultan Hadramaut selanjutnya dan kami mengharapkan yang terbaik dari kalian."

"Aku tahu dan terima kasih atas kebaikan, perlindungan serta dukungannya kepada klan Al Lahej. Tindakan adikku yang bodoh itu bisa membahayakan hubungan kerjasama yang telah dibangun oleh para Monarki Arab dan North Atlantic Alliance."

"Saat dia mengkudeta Sultan Hassan, kami pun langsung merespon dengan mengirimkan senjata ke wilayah Al Mahrah. Dan siapa sangka, ternyata Kaum Nasionalis Arab juga turut serta dalam aksi tersebut, sehingga kolam itu terasa ramai."

"Namun dia juga meminta bantuan kepada Mesir, Najd, Yaman, dan Dhofar untuk meredamkan mereka."

"Lagian, mereka itu hanya menginginkan uang, bukan permintaan Pangeran Yahya," kata Campbell. "Selain itu, Junta Militer Mesir berada dibawah genggaman kami dan mereka hanya menuruti perintah kami, bukan permintaan Yahya."

.

.

Maria berada di sebuah negeri yang antah berantah dengan bangunan-bangunannya yang menjulang tinggi ke langit khas orang Hadramaut. Bangunan-bangunannya terbuat dari gunung yang di pahat, seperti bangunan khas Kaum 'Ad di jaman Nabi Hud, namun jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan khas orang Hadramaut, terlihat berbeda. Bangunan-bangunan di sini berarsitektur Gothic.

Maria tidak menyangka bahwa dirinya akan terlempar ke dunia lain, setelah menggunakan kekuatannya untuk bisa kembali ke Mecklenburg dengan cepat.

"Ini bukan Urasekai Picnic," ujar Perempuan berambut putih tersebut memandangi bangunan-bangunan berarsitektur Gothic yang menjulang tinggi.

Para penghuni Kota ini terlihat sangat aneh, mulai dari yang berwajah rata hingga yang wajahnya dipenuhi dengan bola mata yang berbeda warna yang memandangi dirinya dengan tatapan aneh.

"Selamat datang di klub dua puluh tujuh," sambut Janis Joplin.

"Kau, Janis Joplin," kata Maria dengan ekspresi wajah tidak percaya.

"Yah, aku memang Janis Joplin, dan kemarin kami kedatangan anggota baru, yaitu seorang Pangeran Arab bernama Hassan Yahya al Lahaj."

Mendengar perkataan Janis Joplin membuat Maria tersadar bahwa Pangeran Yahya yang barusan bunuh diri itu berusia dua puluh tujuh tahun dan seorang Musisi Folk Rock asal Hadramaut. Maria berusaha untuk tenang ketika berada di dunia lain seperti ini.

"Ikut aku," ajak Janis Joplin.

Maria berjalan di belakang Janis Joplin mengikutinya. Orang-orang yang aneh tersebut meliriknya, seakan dia berbeda denan yang lainnya.

"Jangan pedulikan mereka," kata Janis Joplin. "Mereka adalah para penghuni di dunia ini."

"Aku tahu, hanya saja aku merasa risih."

"Auramu memang berbeda, kau terasa hangat."

"Aku masih hidup, tidak seperti kalian."

"Oh, ya. Aku lupa. Jangan jadi kami yang mati karena narkoba, alkohol, dan kegilaan lainnya," Janis Joplin menasehati Maria.

"Aku tidak akan mati dengan mudahnya."

"Bagus."

Mereka berdua memasuki sebuah bar dengan lampunya yang berwarna-warni memancarkan cahaya yang berkelap-kelip.

Bar ini dipenuhi dengan berbagai macam iblis yang sangat mengerikan.

"Selamat datang di bar dua puluh tujuh," sambut para iblis kepada Janis Joplin dan Maria dengan suara yang berat, dan mengerikan.

Janis Joplin menghampiri rekan-rekan sesama anggota klub dua puluh tujuh seperti Jimmy Hendrix, Jim Morisson, Brian Jones, Kim Jong-hyun, dan Kurt Cobain. Sedangkan di atas panggung Maria melihat seorang Lelaki Arab yang kepalanya penuh dengan darah dan tubuhnya disalib dengan banyaknya pasak yang menancap pada tubuhnya.

"Apakah dia Pangeran Yahya?" tanya Maria.

"Yah, sepertinya begitu," balas Kim Jong-hyun.

Maria segera menghampiri Pangeran Yahya dan menghunuskan pedangnya ke arah lehernya.

"Sepertinya kau telah melakukan sebuah tindakan terlarang sehingga kau terjebak di sini," kata Pangeran Yahya dengan nada mengejek.

"Diamlah, bajingan!" gertak Maria.

Mendengar hinaan dari Pangeran Yahya, Maria segera menendang wajah Lelaki itu.

"Kau juga sama sepertiku, bukan?" tanya Pangeran Yahya.

"Tidak, aku membuat lingkaran alkimia, dan menekan nomor ponsel secara acak seraya mengalirkan kekuatanku. Seharusnya aku sudah pulang ke kampung halamanku, namun aku terjebak di tempat terkutuk ini," jawab Maria.

Pangeran Yahya tertawa begitu kencang. "Setidaknya aku ada teman di sini."

"Yah, kau sudah memiliki banyak teman, dan mereka tidak ada bedanya degan dirimu." Maria menghunuskan pedangnya dan menebas leher Pangeran Yahya.

"Teruslah kau menyiksa diriku. Aku tidak akan mati. Siksa aku! Siksa aku!"

Meskipun Maria terlihat sangat marah, tetapi dia berusaha menahan amarahnya dan menaruh pedangnya kembali ke dalam wadahnya.

"Kau sudah mati dan tak ada juga gunanya membunuhmu," kata Maria berjalan melangkahkan kakinya untuk keluar dari bar tersebut.

"Aku merasa ada yang mengendalikan diriku dan sebelumnya aku pernah bertatap mata dengan salah seorang pegawai Duta Besar Amerika Utara."

"Terima kasih atas informasinya, tetapi aku tak tertarik dengan itu."

Wilbur Whateley berdiri untuk menghalangi jalannya.

Maria segera menarik pedangnya dan membelah tubuh Wilbur Whateley dengan pedangnya. Aroma bau busuk yang begitu kuat segera menyebar ke seluruh penjura bar, dan para iblis segera bergerak menuju ke arah Maria.

Maria membanting salah satu iblis dan membelah tulang tengkoraknya dengan pedangnya. Suasana bar yang semula santai, kini menjadi panas ketika Maria berkelahi melawan beberapa iblis pasca terbunuhnya Wilbur Whateley.

"Tidak peduli kalian itu Iblis, akan aku lawan!"

Maria memberikan sebuah tendangan tepat ke wajah salah seorang Iblis bertanduk satu.

"Semuanya hentikan," kata Jimmy Hendrix sambil memainkan gitarnya. "Biarkan anak ini pulang ke dunia, mengingat kehadiran dirinya hanya akan mengganggu kehidupan kita yang tenang, dan damai tanpa adanya beban."

"Kembalilah ke duniamu, kau hanya akan merusak dunia kami," kata Brian Jones.

Para iblis minggir dari jalan keluar yang akan Maria langkahi dan membiarkannya pergi meninggalkan bar tersebut.

"Ada untungnya juga aku tersasar ke dunia lain dan akhirnya aku tahu bahwa Pangeran Yahya mati dibunuh dengan dikendalikan oleh orang lain, bukan bunuh diri."

Maria terus berjalan dengan santai dan penuh kewaspadaan. Ketika dia tiba di perempatan jalan, dia dihadang oleh orang-orang aneh. Melihat kehadiran mereka, Maria segera menarik pedangnya dan menyerang mereka. Satu per satu mereka berjatuhan dengan tubuh mereka yang terpotong-potong.

Maria melemparkan puluhan tombak es ke arah orang-orang aneh tersebut. Perempuan itu bertarung dengan sangat gagah berani dan menggila melawan gelombang orang-orang aneh bersenjata dengan jumlah mereka yang tidak ada habisnya.

Sebelum pedangnya menebas leher salah seorang yang aneh tersebut. Secara tiba-tiba waktu terhenti dan dunia ini mendadak dipenuhi oleh berbagai macam jenis jam dan arloji.

"Di mana aku?" tanya Maria yang terlihat bingung.

"Ini di antara ruang dan waktu, serta di antara kehidupan dan kematian," kata sebuah suara yang terdengar seperti suara seorang Perempuan.

"Apa yang kau inginkan dari diriku!"

"Tidak ada, aku hanya ingin kau menemaniku."

Maria berusaha tenang untuk mengatasi gangguan ini. Sejauh matanya memandang, dia hanya melihat berbagai macam jenis jam, dan arloji.

"Siapa kau!" teriak Maria. "Tunjukkan dirimu!"

"Kau berada di dalam tubuhku. Kau adalah aku, dan aku adalah kau." Seketika keadaan berubah secara drastis dan Maria berada di sebuah tempat yang gelap gulita yang dipenuhi dengan ratusan pasang mata yang berwarna-warni.

Maria yang kaget segera menarik pedangnya dan menusuk sebuah mata yang berada di bawah dirinya.

"Aku adalah diriku, bukan sesosok iblis dengan wujud tidak jelas seperti dirimu. Aku memiliki teman dan keluarga yang menungguku di rumah, tidak seperti dirimu yang hampa. Kau pikir aku akan dengan mudahnya terjebak dalam dirimu. Kau salah besar jika berpikir seperti itu. Aku mengetahui tentang dirimu dari buku yang aku baca. Aku adalah diriku, bukan sesosok makhluk hampa seperti dirimu, Dobs!"

[Dobs, dalam Bahasa Latvia artinya hampa.]

"Aku rasa, aku salah mendapatkan mangsa. Kau tidak seperti orang yang pernah aku jebak dan keberanianmu telah membunuhku."

Perlahan tempat yang gelap gulita dan dipenuhi dengan ratusan pasang mata yang berwarna-warni itu perlahan menghilang seperti debu yang dihembuskan oleh angin.

Maria masih bersiaga dengan menggenggam pedangnya untuk berjaga-jaga jika dia berada di tempat yang salah seperti sebelumnya, namun dia segera menaruh pedangnya ke dalam wadahnya ketika dia berada di halaman belakang rumahnya yang dipenuhi dengan bunga mawar yang indah dan berwarna-warni.

"Akhirnya aku pulang."