Sebuah kereta api yang mengangkut beberapa tank T-90MS dan tank T-72 tiba di Stasiun Berlin. Para Tentara keluar dari tank mereka, untuk bertemu dengan keluarga mereka yang datang menyambutnya. Athena berjalan keluar dari tank-nya sambil membawa tas ranselnya. Dia sudah disambut oleh ibu tirinya, Franceque Claude Elizabeth Malherbe, dan kakak tirinya, Franz Ludwig Charlemagne Malherbe. Mereka didampingi oleh empat Orang berbadan kekar yang merupakan Pasukan Penjaga.
"Aku pulang," kata perempuan berparas cantik jelita, bermata biru, dan berambut panjang berwarna pirang.
Ibu tirinya segera berjalan ke arahnya dan memeluknya dengan erat, "Aku senang kau pulang dengan selamat, anakku."
Meskipun Athena bukanlah anak kandungnya. Namun perempuan keturunan Belanda-Perancis berambut bergelombang dan berwarna pirang kecokelatan tersebut sangat menyayanginya. Mereka melepaskan pelukannya.
"Selamat datang di Berlin, Puteri Athena," sambut Charlemagne yang menghampiri mereka berdua.
"Panggil aku Athena, saudaraku," kata Athena menatap kakak tirinya.
"Izinkan aku memanggilmu Puteri Athena untuk hari ini saja," kata Charlemagne sedikit membungkukkan badannya.
Banyak perempuan yang takjub akan paras tampan dari Charlemagne. Lelaki berambut polem berwarna pirang dan bermata biru tersebut menjadi idola di kalangan perempuan Prussia, setelah diketahui bahwa dia adalah anak dari Kanselir Leopold. Banyak juga para perempuan muda dari anak-anak Pejabat di Prussia yang tertarik dengan dirinya, bukan hanya parasnya yang rupawan. Namun juga kejeniusannya serta sifatnya yang tenang.
"Di mana ayah dan Charla?" tanya Athena yang menanyakan keberadaan ayah dan kakak tiri perempuannya.
"Mereka sedang ada kunjungan kerja ke Magdeburg," jawab perempuan berusia empat puluh empat tahun tersebut.
"Hm, begitu."
"Sepertinya kau kelelahan, Puteri Athena. Bagaimana kita segera pulang? Ayah dan Charla akan menyambutmu nanti malam," tawar Charlemagne.
"Baiklah," balas Athena dengan ekspresi wajahnya yang terlihat kelelahan. Perang bukan hanya membuat badanmu lelah. Namun bisa membuat mental dan pikiranmu juga mengalami kelelahan.
Mereka bertujuh meninggalkan Stasiun Berlin dan memasuki mobil mereka. Dua buah mobil jeep BMW berwarna hitam meninggalkan Stasiun Berlin.
Athena bersama ibu tirinya dan Charlemagne duduk di kursi belakang, sedangkan dua Pasukan Penjaga duduk di depan, salah satunya menyupir. Sedangkan Mobil kedua berisi dua Orang dari Pasukan Penjaga.
"Kau sangat populer di kalangan perempuan, Charlemagne. Kedua kru tank-ku sempat meminta nomor kontakmu. Namun aku tak memberinya," kata Athena.
"Kau sama seperti ayahmu waktu masih muda," sahut Elizabeth. "Meskipun kau masih sedikit membenci Kanselir. Namun kau harus jauh lebih baik dari dirinya."
"Aku tahu, ibu. Sebenarnya aku tak begitu membencinya. Aku hanya kesal saja dia menelantarkan istri dan kedua anaknya. Bagaimanapun juga kami ingin hidup bersama sebagai keluarga yang utuh dan juga kami merasa seperti ditelantarkan olehnya?"
"Dia selalu mengirimi kita uang dengan nominal yang cukupbesar. Bahkan kalian berdua bisa menuntut ilmu di sekolah dan universitas ternama berkat bantuannya secara tidak langsung. Sejak kami menikah di Limburg secara sederhana dan rahasia dengan bantuan Stadtholder Nikolaus beserta istrinya, Puteri Elizabeth Juliana. Kami sudah membuat keputusan. Memang keputusan itu sangatlah menyakitkan dan berat bagi kami berdua. Namun kalau kami tidak mengambil keputusan tersebut. Kita tidak mungkin bisa seperti ini."
"Kau harusnya bersyukur bahwa ayah sangat peduli dan mencintai kalian. Bahkan disaat ibuku mati sehabis melahirkanku, dia tak ada, dan lebih memilih kalian berdua yang saat itu sedang sakit keras. Bukan hanya kau saja yang memiliki masalah dengan ayah kita. Aku yang hidup satu atap dengannya juga sama," jelas Athena dengan nada bicara sedikit emosional. "Namun, jika kita seperti ini terus," kata Athena. Perempuan itu diam beberapa saat. "Lantas apa bedanya kita dengan ayah kita yang brengsek!" sambung Athena dengan nada sedikit keras.
"Charlemagne, Athena," ucap Elizabeth dengan nada sedikit tegas. "Kalian sudah bukan anak kecil lagi. Meskipun Leopold begitu, tetapi dia adalah ayah kalian. Terlebih kau, Athena! Kau adalah harapan ayah dan almarhum ibu kandungmu. Jadi jaga sikapmu dan tunjukkan pada ayah dan almarhum ibumu yang ada di sana bahwa kau adalah yang terbaik di antara yang terbaik."
"Yeah, kami akan bersikap lebih dewasa," jawab mereka berdua secara bersamaan.
Mereka berdua telah sampai di sebuah rumah yang berukuran besar dengan arsitektur baroque yang berada di bagian barat Kota Berlin.
Athena segera keluar dari mobilnya dan berjalan dengan cepat menuju ke kamarnya. Dia membuka kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Athena menutup sepasang matanya yang berwarna biru untuk tenggelam ke alam mimpi dan melupakan tentang segala hal buruk yang terjadi selama pertempuran.
.
.
Suara berisik anak-anak dan Charla membangunkan Athena dari tidurnya. Sang dewi dan juga valkrie menatap jam berbentuk burung elang yang tergantung di dinding kamarnya. Sekarang waktu menunjukkan pukul dua belas malam lebih satu menit. Ketika dia tiba di rumah, jam menunjukkan pukul dua siang.
"Aku tak menyangka bahwa tidur sampai sepuluh jam," gumamnya sedikit malas. "Suara berisik ini, mungkinkah mereka." Dalam pikiran Athena terbayangkan akan sosok tiga bocah kembar berbeda kelamin (dua perempuan dan satu laki-laki) yang merupakan adik dari Maximilian dan Beatrix.
Athena berjalan perlahan sambil mengucek matanya dan keluar dari kamarnya.
"Athena, kau masih hidup?" celetuk lelaki berambut jabrik berwarna hitam dan bermata merah dengan wajah polosnya menatap Athena yang baru bangun tidur dengan penampilan yang berantakan.
Athena menatap tajam saudara sepupunya tersebut dan kaki kirinya menyapu dengan keras kedua kaki Frederick Julius Gustav Peter Wilhelm Romanovich von Hohenzollern, sehingga anak yang kurang ajar itu terjatuh.
"Aku masih hidup bocah dan menangislah sekeras-kerasnya," ujar Athena dengan dingin.
Kedua anak perempuan berwajah sama dengan Gustav dan berambut bergelombang berwarna hitam menghampiri adiknya yang tengah menahan tangis.
"Jangan menangis, Gustav," kata Fredericka Wilhelmine Juliana Josephine Margareth Romanova von Hohenzollern.
Anak perempuan yang satunya menjitak kepala adik lelaki kembarnya. "Idiot! Athena habis pulang dari medan perang kau kasih pertanyaan yang seperti itu. Makanya jangan asal bicara, tolol!" ungkap Fredericka Juliana Wilma Anastasya Elizabeth Romanov von Hohenzollern dengan nada bicara penuh emosi.
"Athena, maafkan Gustav," kata Fredericka Juliana bersaudara menundukkan badan mereka dan meminta maaf atas kelakuan tidak sopan adik lima menit mereka.
"Maafkan aku, Athena. Aku tak bermaksud begitu," katanya dengan nada bicara sesegukkan berusaha menahan air mata yang keluar dari matanya.
"Kau jangan bertindak kasar pada mereka. Aku khawatir dia akan sakit akibat diperlakukan seperti itu," ujar Kanselir Leopold yang ada di ruang tengah.
Athena menjongkkokan badannya dan mengelus kepala Gustav.
"Maafkan aku yah, Gustav," kata Athena dengan senyuman yang dipaksakan.
Charla lalu melompat dan memeluk tubuh Athena.
"Selamat datang, Athena. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," ungkap Charla memeluk erat tubuh adik tirinya.
"Kami juga kangen Athena, makanya kami bertiga ikut dengan Charla dan Paman Leopold ke sini," ungkap si kembar Fredericka Juliana memeluk tubuh Athena dan Charla.
"Aku sesak nafas. Bisakah kalian menyingkir sebentar," kata Athena dengan suara pelan.
Mereka bertiga menyingkir dari Athena.
"Bagaimana dengan Maximilian dan Beatrix, Trio Frederick?" tanya Athena pada ketiga anak kembar tersebut.
"Aku kira kalian pulang bareng," kata Gustav.
"Kami beda kereta," balas Athena.
"Mereka sudah pulang jam dua lebih delapan belas dan saat ini sedang istirahat," kata Margareth.
"Kami bertiga ingin menginap di rumah Paman Leopold. Lima belas menit yang lalu ayah mengantar kami ke sini," ungkap Anastasya.
"Begitu," balas Athena singkat.
Athena berjalan menghampiri ayahnya yang sedang duduk bersama dengan ibu tirinya sambil menonton acara opera. Dia memeluk mereka berdua dari belakang.
"Aku pulang, ayah, ibu."
"Selamat datang di rumah, Athena," kata mereka berdua.
"Charlemagne telah menyiapkan pizza di meja makan dan segelas minuman lemon hangat," sambung Elizabeth.
"Terima kasih, Ibu." Athena lalu mencium pipi Ibu tirinya.
Meskipun tidak memiliki hubungan darah. Namun Athena sangat menyayangi Elizabeth yang merupakan ibu tirinya. Begitu pula dengan Elizabeth yang sangat menyayangi ketiga anaknya dan seluruh keponakannya.
Athena memasuki kamar mandi dan membasuh seluruh tubuhnya dengan air hangat yang dicampur dengan cairan bunga mawar yang sangat wangi.
"Ah, tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Aku telah menjadi seorang ibu, juga seorang bibi," ungkap Eli.
"Kau ingin kita punya anak lagi," celetuk Leopold dengan seringai jahilnya.
"Aku sudah tua dan sempat keguguran, mana mungkin aku hamil lagi. Selain itu, mengurus para keponakan juga sudah cukup bagiku," balas Eli.
"Hm, setidaknya rumah terasa ramai kalau ada mereka bertiga dan anak-anaknya Nikolaus dan Juliana," kata Leopold.
Tubuh Elizabeth mendadak jatuh dalam pangkuannya. Dia tertidur layaknya puteri tidur yang menanti datangnya sang pangeran. Leopold menatap istrinya yang sudah tertidur pulas dalam pangkuannya.
"Kau memang cantik, meskipun Nikolaus selalu mengejekmu dengan sebutan 'scar," ungkap Leopold sambil membelai lembut wajah Istrinya.
Franceque Claude Elizabeth Malherbe, meskipun perempuan itu memiliki wajah yang tidak cantik juga tidak jelek. Namun Leopold melabuhkan hatinya kepada perempuan bermuka bulat dan berambut pirang kecoklatan bergelombang tersebut. Elizabeth adalah anak yatim piatu sejak usia delapan tahun, di mana ayahnya yang merupakan Teknisi Pesawat dan ibunya yang merupakan seorang Petani meninggal akibat ledakan Bom di Kota Potsdam yang dilakukan oleh kelompok teroris Neo-Nazi. Elizabeth menderita luka bakar pada tubuhnya, sehingga Nikolaus selalu mengejeknya dengan sebutan 'scar.'
Trio Frederick, Charla, dan Charlemagne bersiul menggoda sang Kanselir yang tengah berduaan dengan istrinya, sehingga membuat sang Kanselir salah tingkah.
Charla dan Charlemagne tertawa dengan pelan ketika melihat tingkah ayah mereka yang sedikit kikuk ketika mereka menggodanya.
Athena hanya tersenyum di dalam kamar mandinya ketika merasakan bahwa kedua kakak tirinya sedang menggoda dan menjahili ayahnya.
Leopold segera menggendong istrinya dan membawanya ke dalam kamarnya. Sedangkan mereka berlima bertepuk tangan meriah melihat aksi romantis dari sang Kanselir.
"Charlemagne, bolehkah aku tidur denganmu?" tanya Gustav.
"Silahkan, Gustav. Ayo kita istirahat." Kedua Lelaki tersebut berjalan ke arah kamar yang terletak di ujung depan.
"Charla," kata mereka berdua memohon dengan ekspresi yang memelas.
"Baiklah, tapi jangan main game yah. Ini sudah malam," balas Charla.
"Asik," kata mereka berdua melompat-lompat dengan senang hati. Mereka berdua lalu melompat dan gendong pada Charla.
Charla berjalan menuju ke kamarnya sambil menggendong Fredericka Juliana bersaudara.
Athena keluar dari dalam kamar mandinya sambil mengelap rambutnya yang masih basah. Dia hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam dan kaos berwarna jingga. Perempuan itu berjalan menuju ke arah meja makan di mana pizza yang masih hangat dan minuman lemon hangat menantinya.
"Pizza buatan Charlemagne memang enak," ungkap Athena dengan senang hati. Dia menghabiskan pizzanya dan minuman lemon hangatnya.
Athena berjalan ke arah kamarnya. Ketika dia melewati kamarnya Charla, dia melihat Kakak tirinya sedang tidur dengan dipeluk oleh Fredericka Juliana bersaudara. Athena tersenyum melihat kedua bocah kembar itu yang tidur sambil memeluk Charla.
.
.
"Ke mana ayah dan ibu?" tanya Athena yang berjalan dengan sempoyongan keluar dari kamarnya. Dia baru saja bangun, setelah begadang membaca buku. Di meja makan ada Charla, Charlemagne, Margareth, Anastasya, dan Gustav yang sedang makan siang dengan semangkuk sereal gandum, dan susu coklat.
"Mereka berdua barusan berangkat menuju ke Konigsberg," jawab Charla. "Ayah sedang mengadakan kunjungan kerja ke Provinsi Prussia Timur selama tiga hari ke depan."
"Athena, Bagaimana kalau kita pergi ke Danau Jungfernsee? Kebetulan aku pegang kunci Villa keluargaku," usul Anastasya menunjukkan sebuah kunci berwarna jingga.
"Usul yang bagus, Anastasya," kata Charlemagne.
"Bagaimana dengan perlengkapannya?" tanya Athena.
"Jangan khawatir. Kami sudah lama berencana akan ke villa tersebut." jawab Charla. "Tinggal kau mandi dan kami akan persiapkan perlengkapanmu."
"Terima kasih, Charla. Aku mandi dulu, yah," kata Athena yang berjalan menuju ke kamar mandinya.
"Baiklah, kita akan berpesta sepuasnya di Villa Jungfernseem," ungkap Margareth dengan senang hati.
Setelah Athena selesai mandi. Mereka berenam berangkat mengendarai mobil jeep BMW berwarna hitam, di mana Charlemagne yang menjadi supir dengan Charla yang duduk di sebelahnya, si kembar tiga duduk di tengah, dan Athena duduk di belakang.
Moblil Jeep BMW hitam tersebut berhenti pada beberapa mini market untuk membeli beberapa makanan dan minuman.
Sepanjang perjalanan Charla dan Athena berbicara santai dengan ketiga anak kembar tersebut. Athena bercerita tentang medan peperangan selama dia berperang di Belarus Soviet. Sedangkan Charla berbicara tentang perkembangan teknologi yang terus berkembang setiap detiknya.
Setelah satu jam perjalanan mereka tiba di villa berarsitektur Byzantine Revivalisme tersebut. Ternyata di villa tersebut, Maximilian dan Beatrix telah datang terlebih dahulu dengan tank T-84 yang berada di samping villa.
"Halo, semuanya. Selamat datang di Villa Jungfernseem," sambut Maximiliam pada mereka berenam.
Ketiga bocah kembar tersebut kaget dan tidak percaya bahwa kedua kakak mereka telah tiba terlebih dahulu di villa Jungfernseem.
"Maxi, Bea, sejak kapan kalian-" perkataan Margareth terputus ketika terjadi sebuah keanehan yang mereka semua alami. Di mana mereka berada di sebuah tempat yang aneh, di mana air danaunya berwarna merah darah, dan mengeluarkan bau anyir. Villa bergaya Byzantine Revivalisme tersebut juga tidak ada, digantikan dengan sebuah kapel yang penuh dengan lumut berwarna hijau dengan banyaknya bercak darah.
"Semuanya tenanglah dan jangan panik!" seru Maximilian sambil mengamati sekitarnya.
Beatrix menarik pedangnya yang dia bawa, begitu pula Athena yang tengah menggenggam senapan AK-47.
"Bea, kau masuklah ke dalam tank," perintah Maximilian.
"Baiklah." Perempuan berambut panjang bergelombang berwarna hitam itu memasuki tank T-84.
Mereka terlempar ke dunia lain dengan pemandangan yang aneh di mana pohon-pohon tinggi menjulang tanpa dedaunan, air berwarna merah darah, dan bau anyir yang kuat. Suasana terasa sangat hening dan menyeramkan.
"Kita telah terlempar ke dunia lain, meskipun ini bukanlah Urasekai Picnic," gumam Charla memandangi sekitarnya dengan ekspresi wajah ketakutan.
"Kalian bertiga tenanglah dan kita semua akan baik-baik saja," ujar Charlemagne menenangkan ketiga anak kembar tersebut yang wajah mereka terlihat sedikit ketakutan.
Suara-suara monster yang mengerikan terdengar menggema di sekitar danau yang airnya berwarna merah darah dan mengeluarkan bau anyir tersebut.
"Semuanya jangan khawatir. Mari kita berjuang dan bekerja sama agar bisa keluar dari tempat terkutuk ini!" seru Athena dengan nada tegas. "Mari kita jelajahi tempat ini, temukan jalan dan kembali pulang dengan selamat!"