Chereads / Suami Dadakan / Chapter 20 - Catatan

Chapter 20 - Catatan

Anak kecil itu terlihat tampan dan imut, dia memakai sarung dan baju koko warna putih, Laras tersenyum melihat keponakannya.

"Te ... Ustadz Kamil palingan suka sama Tante,"

"Ih ... Anak kecil apa sih, ayo cepat," titah Laras.

"Te ... Perawan tua apa sih? Kenapa Bude Lastri selalu bilang begitu ke Tante?"

"Aduh ... Anak kecil ini pinter banget sih, Tante masih muda, masih dua puluh delapan, doakan Tante agar cepat dapat jodoh, jangan ikut-ikut ngatain tante seperti Bude Lastri, karna apa? Setiap perkataan adalah doa, jadi doakan tante yang baik-baik ya," pinta Laras, Hikam berlari, Laras menutup pintu dengan membawa buku harian Naina.

Langkahnya santai sambil mengantar keponakan ke musolah, Laras berpas-passan dengan Ustadz Kamil.

Wanita cantik yang suda berumur itu hanya merunduk canggung, dia sampai dirumah Ibunya. Laras masul kemar dan membuka gembok buku harian dengan pisau besar.

"Alhamdulillah ... Berhasil," ucapnya syukur berjalan kekamar dan rebahan, lalu mulai membaca.

Catatan. 02.08.2015.

Hari ini aku adalah siswi baru di SMK Nusantara, Jogja, awal yang baru, hari yang baru, teman yang baru, aku Naina Syadila, saat ini umurku tujuh belas tahun, aku masih saja mengabadikan storyku dalam buku, padahal aku sudah remaja. Ya yang pantasnya sudah ada teman untuk curhat.

Namun di Sekolahan lama aku sering menyendiri, ada yang bilang aku memang aneh, ada juga yang bilang dan mengataiku kerasukan, aku sudah tidak peduli dengan semua itu.

Yang terpenting aku perbaiki diri sendiri, dan tidak rempong. Aku berdiri dan melihat banyak wajah beda rupa.

Hari ini aku sangat kesal pemuda sok

keren, melintas digubangan air hujan dan mengotoriku dengan percikan air berwarna coklat. Seragam putih abu-abu bernoda, dan sampai dikelas pemuda itu sok, pemuda itu melepar permen karet yang habis dikunyahnya, dan menempel.dirambutku, pas di poni pula. Heh sangat menyebalkan.

"Kotoran ini lengket, ihyuh ...."

"Sini aku bantu," ujar pemuda yang melempar permen karet sambil membawa gunting aku berlari, jelaslah aku tidak mau dipetal. Saat itu juga ada pemuda yang sangat cool, keren dialah idola dadakan, yang menarik hatiku.

Aku melamun ketika melihat pemuda itu, bayak siswi yang terpesona juga dia namanya Ramadhan, sungguh naluri terus memujinya. Tapi aku sadar jika aku dikejar kakak kelas yang ternyata memang anggota osis.

"Sudah hentikan, Ayahku berjasa untuk sekolahan ini, jika kamu terus jahil, aku akan laporkan, biar kamu di,"

"Syut,"

Keterlaluan, dia menutup bibirku agar aku tidak bicara, aku injak saja kakinya.

"Au ...." teriaknya kesakitan.

"Kamu itu super jahil ya, awas saja, atau ... Kamu memang benar naksir ya sama aku,"

"Huwek ...." itulah yang dilontarkannya.

"Ah ... Bilang saja, aku cantikkan," Aku terus bertingkah kepedean.

"Cantik, pasti cewek, tapi sekandang hewan, ha ha ha,"

"Minggir," Aku mendorongnya, dia malah memotong rambutku, aku sangat geram, aku mengejarnya. "Mau mu apa sih, nyebelin banget, kenal juga nggak, sok akrab, hih ...." teriakku mengguncangkan, aku hampir menangis karna rambutku, dia dan teman-temanya tertawa puas.

Begitulah hari pertama sekolah. Aku menangis.

Tanggal 03.08.2015.

Ayah mengantarku dengan mobilnya, aku masuk ke kelas dengan penampilan baru, gara-gara frustasi aku malah memakai hijab, ada hikmahnya.

Aku berjalan dan mengendap-endap, aku males bertemu dengan dia. Aku masuk kelas, dan duduk diantara mereka yang aku anggap asing.

"Tau nggak Kak Zaki, kemarin berantem sama Rama,"

Suara mereka sangat mengganggu ketenanganku. Tapi aku ingin menguping setelah nama Rama disebutkan.

"Ya pastilah ... Keduanya kan sama-sama suka sama Safira, ih Kak Zaki itu sangat keren, Safira tidak pantas,"

"Ih, kak Rama yang keren,"

"Tapi cerdas Kak Zaki kan? Walaupun dia sering jahil,"

Aku tidak mengerti dengan percakapan mereka, hari ini berlalu. Aku merasa asing walau banyak teman yang baik. Mereka menyapa dan ada juga yang mengajakku ngobrol.