"Mang benar-benar lo. Kurang berakhlak." Nathan tertawa, kemudian setengah berlari ke bawah. Dia berpapasan dengan Alicia.
"Ada apa?" tanya Alicia melihat Griffin dan Nathan main kejar-kejaran.
"Tidak ada. Semoga tante memiliki cucu lagi." Alicia menutup mulutnya. Dia benar-benar bahagia mendengar hal itu. Wanita paruh baya itu naik ke atas.
"Fin, benarkah yang di katakan Nathan, Fatin hamil?" Alicia berapi-api mendengarnya.
"Belum tahu, Ma. Sedang beli alat tes. Aku tidak tahu, kok malah Nathan kabur. Siapa nanti yang akan membacakan?' Griffin melihat ke arah mamanya.
"Oh, mama saja bisa." Griffin semakin bingung dia mengerutkan keningnya. Semua orang bisa, tapi dirinya tidak tahu, bagaimana caranya mengetes kehamilan. Ilmu boleh tinggi. Namun, urusan seperti itu, Griffin enol besar. Dulu, saat Helia hamil, dia tidak mengurusi sama sekali. Bahkan dia hanya tahu, setelah agak lama, Helia melahirkan. Itu saja, yang dia tahu. Oleh karena itu, dia sangat awam untuk urusan kehamilan. Dia juga tidak berusaha mencari tahu, akan hal itu. Tepatnya, belum.
Griffin menggidigkan bahunya, ketika mamanya masuk terlebih dahulu ke kamar dan menyambangi Fatin. "Sayang, beneran kamu hamil?" Alicia mengelus kepala Fatin.
"Oh, mama. Aku belum tahu, Ma. Tadi, Nathan hanya mengatakan kemungkinan. Abang sedang beli tast pack untuk memperjelasnya." Alicia mengangguk mendnegar penuturan menantunya.
"Mual, Ma. Nggak enak." Alicia tersenyum mendengar menantunya tersebut mengatakan hal itu.
"Sayang, memang selalu, ya? Orang hamil, selalu saja nggak enak makan dan mual. Tapi, paling trimester pertama. Setelah itu, biasa saja." Fatin mengangguk. Seeprtinya, Alicia akan semakin sayang padanya. Dia tidak akan lagi terpengaruh dengan Brenda, yang coba menghasut dirinya.
"Eh, mau makan apa? Biar mama masakin?" Alicia mengelus kepala Fatin.
"Sudah makan, Ma.tadi, sama bubur. Mama jangan terlalu capek. Memang papa sudah sarapan?" tanya Fatin.
"Sudah, karena kamu tidak turun, kami tinggal. Tadi, kata Minah juga, kamu minta dibuatkan bubur." Fatin mengangguk.
"Sayang, kamu harus hati-hati, ya. Jangan terlalu capek. Kamu juga, Fin. Hamil itu sangat banyak butuh perhatian. Kamu harus jaga dia. Kurangi aktifitas. Kalau bisa di wakilkan, keluar kota diwakilkan saja." Alicia memberi mandat kepada putranya tersebut.
Griffin hanyameengatakan siap, pada ibundanya tersebut.
Alicia sangat bahagia. Dia keluar dari kamar Fatin untuk memberi tahu suaminya, bahwa menantunya tersebut sedang hamil. Wanita paruh baya itu berlari dengan sandal tinggi, untuk menyampaikan kabar itu. Dia berlari juga turun tangga. Karena girangnya, dia tidak memperhatikan, sehingga terpeleset dan jatuh guling-guling ke bawah. Teriakannya terdengar sampai ke belakang, saat Danubrata sedang membaca koran dan menikmati kopi paginya.
Griffin dan Danubrata bersamaan datang untuk melihat apayang terjadi. Ternyata, Alicia sudah pingsan di bawah tangga. Fatin juga ikut keluar,karena teriakan mertuanya tersebut. sedangkan Brenda, mengintip dari balik dinding dan cemas, karena ini ulah dia. Namun, kemudian merasa bahagia. Tidak apa-apa, bukan Fatin yang jatuh. Alicia, juga bisa jadi penghalang untuknya.
Saat pagi tiba, tiba-tiba rencana jahat terbersit di benaknya. Dia bela-belain bangun pagi, hanya untuk membuat kejuta. Dia menumpahkan minyak goreng di tangga. Brtenda hafal, Fatin akan turun paling pagi, dan selalu lewat bagian tangga yang sama, yaitu sbelah kiri. Maka, dia menuangkan minyak ke sebalah kiri. Brenda tertawa kecil, ketika membayangkan, Fatin terhuyung. Sukur-sukur, bisa mati sekalian. Dia mengintip dari dinding kamarnya. Ternyata, sampai agak siang, Fatin belum juga keluar. Dia mulai gelisah. Sampai akhirnya, Alicia yang jatuh. Brenda kembali ke kamarnya.
"Hmmm, kok tante Alicia, ya? Ini bahaya atau pertanda baik? apa rencana selanjutnya?" Brenda bermonolog dengan dirinya sendiri. Dia mondar-mandir, sambil memegang jidadnya. Kemudian, duduk di kursi rias, sambil berpikir.