Chereads / Öde / Chapter 24 - 23

Chapter 24 - 23

Dengan seyuman lebar Nyla menghampiri Cisilia dan teman-temanya. Wanita cantik primadona kampus ini tiba-tiba saja mengajak Nyla untuk bermain dengannya. Dan tentu saja, Nyla yang sejak dulu ingin berteman dengan Cisilia menerima ajakan tersebut.

"Apa tidak papa kau meninggalkan temanmu seperti itu?" tanya Cisilia sambil menunjuk Alde dengan dagunya.

Nyla menoleh ke belakang. Ia melihat jika saat ini Alde menatapnya penuh akan rasa kecewa.

"Tidak papa kok, dia juga bilang punya urusan."

Akan tetapi, kenyataan yang Cisilia lihat sepertinya bukan seperti itu.

"Yasudah, ayo kita pergi." ucap wanita berambut sebahu itu sambil tersenyum.

Dengan polosnya Nyla segera mengikuti wanita berbadan langsing itu pergi keluar dari gedung kampus bersama teman-temannya. Di antara mereka yang berpenampilan modis, hanya Nyla seorang yang terlihat mencolok karna gaya penampilannya yang cukup berbeda. Jaket jersey dengan celana jeans ketat dan tas backpack. Belum lagi sepatu kets. Jika dibandingkan dengan Cisilia dan teman-temannya, Nyla terlihat seperti orang yang tersisihkan.

"Kita mau pergi ke mana?" tanya Nyla pada Cisilia yang sibuk memainkan ponselnya.

"Kita pergi ke mall bagaimana?" usul salah satu wanita yang berada di sebelah kiri Cisilia.

"Atau mau ke bar?" usul wanita lainnya.

"Terserah, kau yang pilih tempatnya." ucap Cisilia pada Nyla tanpa melepas pandangannya dari ponsel.

Nyla mengaggukkan kepalanya. Dengan sangat antusias ia segera mencari tempat-tempat menarik yang biasanya ia kunjungi bersama Alde dan memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe yang biasanya mereka kunjungi.

"Kau ingin bersenang-senang di tempat seperti itu?" itu adalah reaksi Cisilia ketika Nyla menyarankan cafe rekomendasinya. Dengan lantang ia mengatakannya, entah sengaja atau tidak.

"Huh?"

Cisilia mendengus. Ia tertawa remeh. "Kupikir kau setidaknya lebih baik, tapi ternyata tidak sama sekali."

Tidak bisa kalian bayangkan seberapa malunya Nyla saat ini. Apalagi ketika orang-orang di sekitarnya saat ini sudah memperhatikannya. Wajahnya sudah sangat merah seperti kepiting rebus.

"Sudahlah lupakan, aku jadi menyesal sudah mengajakmu. Ayo kita pergi karoke saja."

Dan dengan gampangnya Cisilia pergi bersama teman-temannya pergi begitu saja, meninggalkan Nyla yang hanya diam menahan air matanya. Harapanya untuk berteman dengan primadona kampus pupus begitu saja. Belum lagi rasa malu yang saat ini harus ia terima.

Sekencang yang ia bisa, Nyla segera berlari pergi dari sana. Air mata yang sudah tak lagi bisa ia bendung akhirnya pun jatuh membasahi kedua pipinya.

"Sialan!" rutuk Nyla.

Jika tau semua akan berakhir seperti ini lebih baik ia menerima tawaran Alde untuk pulang bersama. Ia sekarang menyesal karna telah menolaknya.

Ketika ia tengah berlari, karna tidak memperhatikan jalan di depannya Nyla menyandung sesuatu dan terjatuh sangat keras ke atas trotoar jalan. Semua yang sebelumnya berlalu lalang di sekitarnya segera berhenti untuk melihatnya.

Sudah jatuh tertimpah tangga pula. Mungkin itu peribahasa yang cocok untuk situasi Nyla saat ini. Sudah dipermalukan di tempat umum oleh Cisilia, sekarang ia mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang. Sepertinya hari ini bukanlah hari terbaik untuknya.

"Hei, apa kau baik-baik saja?"

Suara berat siapa itu?

Cepat-cepat Nyla segera mengangkat kepalanya. Ia melihat jika saat ini seorang pria berambut hitam dan berkaca mata tebal tengah bertekuk lutut di hadapannya dan memperhatikannya.

"Kau baik-baik saja?" tanya pria itu sekali lagi sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Nyla.

"A-ah iya," Nyla segera menerima uluran tangan tersebut. Dengan bantuan pria itu ia segera bagkit dari jatuhnya. "Aku baik-baik saj— aduh!"

Rasa nyeri yang sangat tajam pada pergelangan kaki kanannya membuat Nyla meringis. Tanpa sadar ia telah mencengkram kencang tangan pria yang membantunya.

"Sepertinya kaki mu terkilir."

"Bukan sepertinya lagi, kakiku memang terkilir." jawab Nyla dengan suara parau.

Tiba-tiba saja pria itu merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah sapu tangan dan memberikannya pada Nyla. "Hapus air matamu dengan itu."

Nyla awalnya terdiam melihat sapu tangan berwarna biru gelap yang di sodorkannya, namun tak lama kemudian ia segera menerimanya dan tersenyum.

"Terima kasih." ucapnya.

"Sama-sama. Sekarang, kau naiklah ke atas punggungku."

"Untuk apa?"

Pria itu memutar kedua bola matanya dan mendengus, "Ya tentu saja untuk membawa mu ke klinik kampus."

"Oh iya, aku terluka." ucapnya sambil terkekeh.

Ketika pria itu mulai sedikit membungkukkan punggungnya tanpa segan-segan Nyla segera melompat ke atasnya.

"Sudah?" tanya pria itu.

Nyla menganggukkan kepalanya dan itu menjadi sinyal bagi sang pria untuk segera melangkahkan kakinya.

Tak adanya pembicaraan dalam perjalanan menuju klinik membuat Nyla merasa tak nyaman. Dengan sedikit ragu ia memutuskan untuk memecah keheningan di antara mereka.

"Hei, siapa nama mu?"

"Kenapa kau bertanya?"

"Aku hanya ingin tau saja."

"Haruskah aku memberitahumu?"

Jika saja pria ini bukan penolongnya, mungkin Nyla sudah memukulnya. "Setidaknya aku harus mengetahui nama dari orang yang pertama kali telah menolongku kan?"

Kekehan lolos dari mulut pria itu. "Ini bukan pertama kalinya aku menolongmu."

"Huh?" seketika Nyla dibuat bingung oleh pria ini. "Apa maksudmu?"

Tak ada jawaban dari pria itu dan uasana mereka pun kembali menghening.

Hanya dalam waktu lima belas menit mereka akhirnya sampai di dalam klinik. Sesuai arahan dari orang yang bertugas di klinik tersebut, sang pria mendudukkan Nyla di atas ranjang rawat.

"Terima kasih karna sudah mengantarku di sini." ucap Nyla pada pria yang telah menolongnya.

"Kau mau aku temani?"

Gelengan Nyla lakukan sebagai jawaban. "Tidak usah, ayah ku akan menjemput ku kok."

"Kalau begitu aku akan menemanimu sampai ayahmu datang."

Awalnya Nyla hendak menolak namun, dokter yang tiba-tiba datang untuk merawat lukanya memutus pembicaraannya.

Nyla dan pria itu fokus memperhatikan dokter yang merawat lukanya. Sesekali Nyla menjerit ketika sang dokter menggerakan kaki kanannya untuk mengecek apakah lukanya cukup parah atau tidak.

"Jangan banyak terlalu menggerakkan kaki kananmu, dan jika lukanya terasa tambah menyakitkan segeralah bawa ke rumah sakit."

Sambil mengelap air mata yang mengalir karna rasa sakit Nyla menganggukkan kepalanya,"Iya, terima kasih banyak dokter." ucapnya.

Merasa jika tugasnya sudah selesai sang dokter segera keluar dari ruang prakteknya dan mempersilahkan Nyla untuk berada di dalamnya hingga ayahnya datang.

"Hei, kau bisa segera pergi kau tau."

Pria yang sebelumnya berdiri dan bersandar pada dinding segera berjalan mendekati Nyla dan memperhatikan sosoknya. "Ucap wanita yang saat ini tak bisa berjalan."

"Aku masih bisa menggunakan satu kaki ku!" balas Nyla cukup gemas.

Pria itu terkekeh. Dan tak lama mereka berbincang tiba-tiba seorang pria berumur kisaran empat puluh tahunan berjalan masuk dengan sangat tergesa-gesa dan menghampiri Nyla.

"Nak, kau baik-baik saja? Kenapa kau bisa terluka?" tanya pria yang berlari dari depan meja kerjanya dan buru-buru datang ke kampus utuk menjemput anaknya.

Nyla tersenyum, "Aku baik-baik saja Ayah, kau tidak usah khawatir."

"Yasudah, ayo kita pulang."

Ketika Ayah Nyla hendak mengangkatnya, dengan cepat sebuah tangan menghentikannya.

"Lebih baik saya saja yang mengangkatnya Pak."

"Kau siapa?" tanya Ayah Nyla.

"Dia yang menolong dan membantuku Ayah."

"Terima kasih banyak karna telah menolong putriku anak muda."

Pria itu tersenyum, "Sama-sama Pak." dengan segera ia mengangkat Nyla dengan kedua tangannya bak mengangkat sebuah bulu dan bertanya, "Di mana mobil anda?"

"Di luar, ayo ikuti aku."

Dituntun oleh Ayah Nyla, pria itu membawa Nyla menuju mobil yang terparkirkan di depan klinik. Dengan bantuan Ayah Nyla yang membukakan pintu mobil ia memasukkan Nyla ke dalamnya di bangku belakang.

"Terima kasih." ucap Nyla pada pria itu.

Sang pria tersenyum, "Sama-sama."

Ketika pintu tertutup Nyla segera membuka kaca jendelanya. "Nama mu, siapa nama mu?"

Pria itu akhirnya pun menjawab, "Namaku Elio."

Nyla tersenyum cerah. Ketika mobil mulai melaju ia segera mengeluarkan kepalanya dan berkata, "Aku akan mentraktirmu jika sudah sembuh, aku berjanji!"

Elio melambaikan tangannya pada Nyla yang perlahan mulai menjauh.

"Aku akan menunggu janji itu."