"Ayah ... sebenarnya siapa ayah dari tuan Karsten? Apa pekerjaannya ... juga tentang istrinya.."
"Maksudmu, kakek Serell. Hackwood, setahu ayah adalah pengusaha besi tua. Dia sangat kaya di jamannya, hingga dia mulai sakit-sakitan lalu jarang terlihat keluar rumah. Itu saja yang ayah tahu. Tuan Hackwood tinggi dan tampan, ayah selalu mengingat sosoknya yang dermawan terlebih saat ibumu mengandung. Berharap ketika kau lahir dan dewasa, kau lebih mirip tuan Hackwood daripada ayahmu sendiri, haha... impian yang konyol."
Sadam dibuat terkekeh mendengar penuturan kisah dari ayahnya. Sebegitu tampan dan favoritnya tuan Hackwood di seantero Giethorn, sehingga ayahnya saja mengidolakan sosok kakek Serell.
Tak disangka, kini Serell menjadi kekasihnya. Itu artinya antara keluarga Austin dan Karsten bisa saling menjalin hubungan lagi. Meski mungkin terlalu dini untuk merencanakan pernikahan, tapi Sadam tetap tersenyum sendiri membayangkan impiannya itu.
"Aku selesai, aku masuk ke kamar, Ayah. Terima kasih ceritanya."
Austin hanya menggeleng keheranan melihat sikap putranya. Kembali dilanjutkannya menyelesaikan desert pancake blueberry yang sudah mulai dingin.
Dalam kamar Sadam, dia terus memikirkan tentang cerita ayahnya. Semua mulai masuk akal, jika dikaitkan dengan cerita Serell tadi siang.
"Jika memang benar demikian, itu berarti Serell tak mengada-ada soal kemampuan yang ia miliki. Bisa jadi tuan Hackwood menyimpan rahasia yang Serell dan papanya tidak tahu itu."
Sadam terus mengoceh sendiri sambil menatap langit-langit kamarnya yang berlukiskan deretan planet-planet dan sistem tata surya lainnya.
Tak ada perasaan cemas atau takut, ketika dia membayangkan bahwa kekasihnya benar-benar keturunan dari nenek moyangnya yang mampu menjelma menjadi seekor harimau putih. Sadam justru merasa tertarik untuk mengulik lebih jauh tentang Serell dan keluarganya. Namun dia harus melakukan riset dengan hati-hati jika tak ingin kekasihnya itu tersinggung.
Rasa penasaran Sadam membuatnya melamunkan hal-hal yang memang di luar nalar. Dia membayangkan jika dirinya juga memiliki kekuatan tak wajar lainnya, kemudian dia dielu-elukan oleh orang lain atas perbuatannya. Dia bisa menjadi tenar karena sikap superhero-nya.
Di saat yang bersamaan, Sadam rupanya tak menyadari bahwa ada bahaya yang tengah mengancam jiwanya. Makhluk asing yang dia kira hinggap di punggungnya saat sore tadi, ternyata masih mengikuti dan terus membuntuti Sadam hingga berhasil masuk ke dalam kamar.
Sesuai pesan majikannya, dia tak boleh menampakkan diri di depan Sadam. Oleh sebab itu, Sadam tak menaruh curiga ketika jendela kamarnya mendadak terbuka dan ada angin menghembus sekelebat menyapu wajahnya.
Kekasih Serell itu semakin dalam dengan buaiannya. Makhluk itu kini memiliki kesempatan mempermainkan akal pikiran Sadam. Dia berhasil menguasai isi kepala Sadam, dan menjadikannya lain dari dirinya yang sebenarnya.
***
Pagi tiba, Sadam menjemput Serell di depan gerbang. Dia melihat Henry tengah sibuk dengan Mama Serell, sedang merapikan ranting pohon Bougenville yang sedang meranggas.
Tin ... Tin ... Tiiinnn ...
Tak biasanya, Sadam membunyikan klakson untuk memanggil Serell keluar. Spontan, Henry dan Nyonya Sarah -ibu Serell- menoleh dengan cepat karena terkejut luar biasa.
"Tidak sopan!" bisik Henry namun dengan nada penuh penekanan.
"Itu ... Sadam, teman Serell kan?"
"Benar, Bu," jawab Henry kemudian memalingkan pandangannya tertuju kembali pada pohon Bougenville.
"Anak itu rupanya tidak hanya mengantar Serell pulang, tapi juga berani menjemput anakku."
Nyonya Sarah meletakkan semprotan anti serangga di rak beroda dekat Henry, menepuk kedua tangannya agar sedikit nampak bersih, kemudian bergegas menemui Sadam.
Tiinn ... Tiinnn ...
Sadam masih membunyikan klaksonnya, tak melihat kedatangan nyonya Sarah mendekat.
"Sadam, bisa kau hentikan!" seru nyonya Sarah dalam jarak yang tak terlalu jauh dengan tempat Sadam menunggu Serell.
"Oh ... Mama ... selamat pagi," sapa Sadam terbata.
"Untuk apa kamu membunyikan klakson seperti itu. Burung-burungku bisa stres karena sepagi ini kau sudah berisik!"
"Maaf, Ma ... Sadam ... hanya ..."
"Turun, berjalanlah menuju pintu! Ketuk! Beritahukan pada yang membuka pintu, siapa yang kau cari! Seperti itu, caranya. Bukan justru meneriaki dengan bunyi-bunyi klaksonmu!"
Sikap aneh dan tak biasa sekali lagi ditunjukkan oleh Sadam. Dia yang biasanya sopan dan murah senyum serta selalu mengutamakan tata krama, mendadak berubah.
Sadam menyentak motornya, mendengus kesal pada nyonya Sarah, kemudian memutar kenop gas pada kemudinya. Sadam pergi begitu saja, setelah menuai teguran, merasa tak terima diperingatkan atas kekeliruannya.
Drap ... Drap ... Drapp ...
Langkah Serell terhenti ketika dia melihat mamanya berdiri di gerbang diikuti Sadam yang memutar balik motornya. Dahinya mengernyit, "Sadam tak jadi mengantarku sekolah?" tanyanya sendiri.
"Moriiisshhh!" teriak Serell.
"Yaaa ... aku datang!" teriakan balasan dari Morish. "Ada apa?" tanyanya.
"Sadam aneh. Dia putar balik tak jadi menjemputku."
"Hm ..." Morish diam, dia sudah sepakat pada adik dan dirinya sendiri, untuk tidak lagi mencampuri isi pikiran orang-orang terdekatnya. "Itu ... aku tak tahu, Ser," jawab Morish seadanya dan segera berlalu.
"Apa dia ribut dengan mama?" gumam Serell.
Akhirnya pagi itu Serell terpaksa naik bus sekolah karena Morish pun enggan mengantarnya. Setibanya di sekolah, Serell tak menjumpai Sadam, dia sibuk seharian dengan Jihan dan Margin serta beberapa tugas kelompok.
"Dam!" teriak Serell dari balkon lantai dua kelasnya. Mereka berbeda kelas.
Sadam hanya menoleh sejenak lalu menyalakan mesin motor dan pergi begitu saja. Tak dipedulikannya panggilan Serell.
"Ini aneh ... tak biasanya Sadam mengabaikanku. Sejak pagi sikapnya aneh," Serell berujar pada Jihan dan Margin yang berdiri tak jauh darinya.
"Mungkin, dia marah karena kamu melakukan sesuatu," tandas Margin seadanya.
"Ah, aku ingat sesuatu! Aku duluan!" Serell berlari begitu cepat menuruni tangga dan berusaha mengejar Sadam.
Sadam berhenti di gerbang sekolah, sebentar merapatkan resleting jaketnya. Saat Serell berlari menyusulnya, tak ada pikiran buruk apapun tentang Sadam. Mungkin hanya salah paham biasa, batinnya.
"Dam ... hoshh .. Dam, tunggu!" Serell memegang pelang belakang motor kekasihnya. Sadam menoleh dengan ekspresi yang tak bisa ditebak oleh Serell.
"Kamu mirip Morish, sering tiba-tiba muncul begitu saja. Minggir ... aku buru-buru!"
"Ha! Kamu kenapa?"
Sadam menyentak tangan Serell dengan keras. Dia mulai menyalakan mesinnya, dan Serell masih berusaha menahan kepergian Sadam.
"Dam ... apa ini karena ceritaku kemarin?"
Sadam menoleh dengan tatapan yang tajam, dengan sedikit menarik ujung bibirnya ke atas. Dia lebih mirip serigala yang menyeringai. Serell sedikit mundur melihat perubahan itu. Sayangnya dia tak dapat berbuat banyak. Akalnya tak dapat berpikir sehat.
Sadam kembali melajukan motornya, pergi meninggalkan Serell begitu saja. Menyisakan tanya mendalam di benak Serell, apa benar Sadam berubah karena dia tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Saat itu juga dia merasa menyesal telah mempercayai Morish. Semua ini karena dia terlalu percaya pada Morish yang mengatakan bahwa Sadam dapat dipercaya menyimpan rahasia keluarganya. Serell tak tahu, ada makhluk lain yang sedang mempermainkan jiwa kekasihnya. Dia terlanjur kesal pada Morish.
***