Hari-hari berlalu dengan cepat rasanya baru kemaren ia datang dan menikmati waktu libur yang seru meskipun keseruan itu di isi dengan seorang lelaki aneh yang mengikutinya seperti orang gila bahkan mengajukan pertanyaan yang menurutnya lebih gila lagi.
Bagaimana mungkin ia mengenal nama itu, mendengarnya saja ia tidak pernah meskipun begitu nama itu memang terasa tidak asing untuknya.
Sore itu Ara duduk di balkon kos nya, menatap pada jalan di bawah. Beberapa warung kecil yang sering mangkal di trotoar jalan mulai mengembangkan karpet dan meletakkan beberapa meja duduk.
Jujur saja Ara merasa bosan seharian ia hanya berdiam diri di kos. Makan, tidur, duduk di balkon, begitulah seterusnya. Ia ingin mengajak Ezhar berkeliling lagi menggunakan sepeda tapi pemuda tampan itu tiba-tiba menghilang tidak bisa di hubungi. Bagaimana dengan Arka, Lee dan Akira?
Ya, sahabatnya itu juga sedang pergi ke luar kota bersama kakek dan neneknya. Tentu saja Lee akan ikut pergi. Sedangkan untuk Arka.. Ia tidak tahu dimana lelaki aneh itu sekarang dan ia juga tidak peduli apa yang akan ia lakukan.
Ara menghela nafas kaki nya yang menjuntai di balkon bergoyang -goyang, wajahnya menempel di besi pembatas baklon matanya terus menatap pada warung di depan kos nya lewat celah besi. Warung itu meskipun di pinggir jalan, buka jam lima sore dan tutup jam dua belas malam. Selalu ramai pengunjung. Ia juga ingin duduk disana merasakan segelas jus yang mereka jual tapi ia selalu tidak punya kesempatan untuk melakukannya.
Ara merengut ia hendak berdiri kembali ke kamarnya tapi seseorang datang memanggilnya itu adalah pemilik kamar yang berada di ujung mereka tidak terlalu akrab tapi penghuni kamar itu sangat ramah dan baik. Dia mengatakan ada yang ingin bertemu dengannya. Kening Ara berkerut siapa yang ingin bertemu dengannya, jangan bilang itu lelaki aneh kalau 'iya' ia akan menolak untuk bertemu.
"Siapa?".
"Seorang pemuda tampan!" Katanya dengan senyum lebar. Kening Ara berkerut semakin dalam.
"Seperti apa wajahnya?".
"Hm.. Tampan, seperti orang asing". Katanya sambil berpikir. Tanpa sadar Ara tersenyum lebar dan mengangguk.
"Terima kasih.. Aku akan segera turun!". Ia tahu siapa yang di maksud itu sudah pasti Ezhar. Tapi kenapa ia tidak menelpon nya saja!
Ara menepuk keningnya seperti orang bodoh lalu berlari masuk ke kamar mencari ponselnya yang lupa ia letak kan dimana. Ia hampir mengacak isi kamarnya tapi tidak melihat ke atas meja kecil di sudut dekat kopernya berdiri. Setelah kamar menjadi berantakan ia baru menemukan ponselnya dengan raut kesal lalu ia kembali memperhatikan kamarnya yang sudah berantakan hanya untuk mencari ponselnya yang tergeletak di atas meja.
Ara melihat banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari Ezhar, ada juga beberapa pesan dari sahabatnya Akira yang mengeluh karena harus pergi padahal ia masih belum puas bermain dan melepas rindu dengannya. Ara tersenyum dan segera membalas pesan Akira lalu ia menelpon Ezhar memintanya untuk menunggu sedikit lebih lama karena ia harus mandi terlebih dahulu.
❄❄❄
Ezhar duduk dengan nyaman sambil bermain dengan ponselnya, setelah perjalanan ke Gumul mereka tidak bertemu cukup lama karena ia harus pergi terburu-buru tanpa berpamitan dengan teman barunya.
Ezhar tersenyum tipis ketika mencium wangi jeruk dari arah belakang nya, hanya satu orang yang memiliki wangi tersebut.
"Ara.. Kau akan mengangetkan aku?". Kata Ezhar lembut membuat gadis yang tadi mengendap-endap di belakang seketika merengut dan menepuk bahu Ezhar.
"Bagaimana kau tahu itu aku! Hidungmu sangat tajam!". Gerutu Ara kesal karena gagal membuat Ezhar berteriak.
Ezhar tertawa kecil "Kau memiliki wangi yang khas! Tidak sulit untuk menebak kalau itu kau!".
Ara mencebik dan duduk di samping Ezhar sambim mencium pakaian dan badannya "Tidak ada bau apa pun! Aku juga tidak memakai parfum!".
"Oh! Lalu kenapa kau bisa memiliki wangi harum seperti jeruk? Itu sangat segar!". Tanya Ezhar.
"Itu sabun mandiku!" Ara kembali mencium badannya tapi tidak merasakan kalau wanginya seperti jeruk.
Melihat kelakuan Ara membuat Ezhar tertawa lalu ia menarik gadis itu keluar dari kos dan menuju sepeda yang terparkir di pinggir jalan.
"Ayo naik! Aku akan menjadi tukang boncengmu!".
Ara menatap Ezhar lalu beralih pada sepeda matanya berkedip kemudian ia berkata "Aku rasa kemaren-kemaren sepedamu bukan ini?". Ara menatap sepeda Ezhar sambil berpikir bahkan ia mengelilingi sepeda tersebut dengan tangan di dagu tidak lepas ekpresi berpikirnya yang terlihat lucu.
"Ya, aku menggantinya dengan ini supaya bisa memboncengmu!".
Jika gadis lain yang mendengar perkataan Ezhar mereka mungkin akan tersipu malu dan salah tingkah tapi Ara ia biasa-biasa saja bahkan menyeret Ezhar untuk cepat memboncengnya menggunakan sepeda tersebut. Karena Ara menyukainya, sepeda itu sangat cantik warnanya juga lembut ada keranjang rotan di bagian depan tempan menaruh barang, sedangkan tempat duduk untuk penumpang bukan terbuat dari besi melainkan ada busa lembut di atasnya. Ara pikir sewa sepeda yang di bawa Ezhar saat ini pasti sangat mahal.
"Pegang yang erat! Kita akan berkeliling!"Kata Ezhar semangat dan di ikuti oleh Ara yang duduk di belakangnya.
Angin malam menerpa wajah Ara lembut cuaca malam itu tidak terlalu dingin. Ara ingin tahu kemana Ezhar pergi beberapa hari ini tanpa memberi kabar padanya. Meskipun mereka baru bertemu tapi Ara merasa kalau Ezhar sangat spesial, ia merasa jiwa mereka cocok. Bukan sebagai pasangan tapi sebagai sahabat. Karena setiap bersama Ezhar ia selalu menjadi dirinya sendiri tanpa harus menjaga sikap dan perkataannya.
"Ezhar, kemana kau menghilang beberapa hari ini?".
Tidak ada jawaban tapi Ara tidak memaksa ia hanya menunggu sampai Ezhar mau bicara padanya.
"Aku pulang.. Sesuatu terjadi di rumah!".
"Oh.. Apakah rumahmu jauh?"
"Tidak.. Itu sangat dekat, hanya beberapa jam saja. Apa kau ingin datang berkunjung? Orang tua ku pasti akan senang karena aku memiliki sahabat yang manis!".
Ara terkekeh sambil berpegangan pada pinggan Ezhar dan berkata "Aku tidak berani.. Pacarmu akan cemburu nanti!".
"Aku masih lajang!".
"Oh.."
Obrolan mereka terdengar kaku tapi Ara tahu kalau Ezhar seperti menyimpan emosi nya sendiri, seakan membatasi dunianya tidak membiarkan siapapun masuk tanpa seizin nya.
"Lalu kemana kita akan pergi!".
"Apa kau lapar? Kau ingin makan apa? Aku akan mentraktirmu sebagai permintaan maaf karena pergi tanpa pamit sebelumnya!".
Ara tertawa "Oh.. Kau sangat baik dan pengertian! Baiklah kalau begitu aku tidak akan segan lagi! Ayo kita kesana!" tunjuk Ara pada sebuah warung bakso, tempat itu sangat ramai.
"Oke! Laksanakan! Pegangan yang erat!". Kata Ezhar dan mengayuh sepedanya lebih kencang lagi.
❄❄❄.