Susah tuk percaya hatiku, Akan cara yang tengah ku geluti kini
Dilema rasa menghukumku, Antara semua yang ada. Susahku tebak alur hatiku
Aku merasa terluka saat kau mengabaikanku, merasa marah saat kau tertawa bersama lelaki lain. Entah sejak kapan rasa itu ada dan sulit dikendalikan.
Semua terjadi diluar pikiran, jauh dari logika.
Aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa dan mengapa dengan hati yang selalu ingin berteriak memaksa.
Jika harus memilih, lebih baik aku tidak merasakan rasa dari pada harus gila karena rasa yang penuh asa dan terasa hampa.
Arka menutup buku hariannya, ini adalah salah satu kebiasaannya saat dia tidak bisa mengucapkan kata yang ada dihatinya. Proses belajar mengajar telah dimulai dua minggu yang lalu meskipun masih sepi tapi karena tragedi gempa semangat mahasiswa baru tidak tergoyahkan.
Sejak pertemuan tidak sengaja sore itu Ana menjadi menjaga jarak dengannya tanpa sebab. Bahkan saat melihat bayangannya mendekat Ana sudah tidak terlihat lagi karena melarikan diri. Dia sempat bertanya pada Azira apakah wajahnya sangat jelek hingga membuat Ana selalu melarikan diri setiap melihatnya.
Disisi lain Amel selalu mengejarnya tanpa lelah membuatnya risih dan muak. Sebuah pesan menggetarkan ponselnya diatas meja. Arka yang melamun dikamar, mengarah ke jendela yang menganga lebar, siap menyedot udara malam yang dingin.
Arka mendesah, merasa terusik. Sedikit malas dia melangkah mengambil ponselnya diatas meja.
Ternyata Azira mau menginap dan mengajak Ana bersamanya. Arka tersenyum dan meletakkan ponselnya ketempat semula. Kemudian kembali duduk didekat jendela. Lima belas menit berlalu pintu kamar diketuk seseorang mungkin Azira. Dan benar saja setelah pintu terbuka Azira langsung menerobos masuk ke dalam kamarnya dengan sekantong penuh makanan ringan dan duduk di tepi ranjang. Arka kembali menoleh kearah pintu tidak ada Ana.
"Dimana Ana bukankah kau bilang akan mengajaknya juga!". Tanya Arka bingung.
"Dia dibawah bersama bibi nonton drakor. Heran deh sama tuh anak kok hobbynya lain dari pada yang lain".
Arka tersenyum "Kau tidak mungkin hanya ingin menginapkan pasti ada rencana yang sedang kau sembunyikan!".
Azira menghempaskan badannya diatas ranjang dengan bentuk terlentang dia menghela nafas lega dan berkata "Aku tahu Ana menghindarimu dan kau selalu ingin mengobrol dengannya. Karena aku ingin membantu jadi aku membawanya kesini!".
Arka mencebik. Tidak berminat menanggapi perkataan Azira tapi dalam hati dia membenarkan perkataan sahabatnya itu. Arka mengabaikan perkataannya dengan mendekati jendela dan menutup kedua pintunya. Menyadari tak ada lagi keinginan untuk menyahut, Azira berbaring miring. Matanya memejam dan bibirnya tertarik lebar.
"Ada apa?" Tanya Arka melihat raut wajah bahagianya. Sekarang Arka mengambil posisi duduk dikursi menunggu jawaban Azira yang seperti enggan menyahut. Arka bertanya hal yang sama sekali lagi sambil menatapnya tajam.
"Aku menemukan adikku yang hilang!".
Mata Arka terbuka lebar sedikit banyak ia tahu cerita tersebut kalau Azira memiliki adik sepupu cewek yang menghilang saat usianya satu tahun. Senyum Azira semakin sempurna diwajahnya tanpa sadar Arka tersentak saat melihat senyum Azira mirip dengan senyum Ana meskipun gadis itu jarang sekali tersenyum tapi dia adalah pengamat sejati Ana jadi dia tahu semua kebiasaan Ana. Arka ikut tersenyum merasakan kebahagiaan Azira.
"Jadi adikmu itu adalah..."
Kata Arka tidak perlu diselesaikan karena Azira mengangguk dengan cepat penuh semangat.
"Benar itu dia, tapi dia belum tahu yang sebenarnya aku belum berani mengatakan yang sebenarnya, aku juga takut dengan pertanyaan Ana nantinya".
Arka menghela nafas "Sepertinya kita memiliki perasaan dilema yang sama! Aku juga tidak tahu harus bagaimana mengatakannya tapi aku sangat senang jika Ana berada di sisiku tapi..sepertinya aku tidak bisa memilikinya".
Azira langsung duduk dari posisi berbaring menatap Arka yang duduk termenung diatas kursi "Kenapa?".
Arka menggeleng "Kau akan tahu nanti!".
❄❄❄.
Pagi hari angin berhembus lembut, embun masih mengambang di dedaunan sepi dan menenangkan. Ana menghirup udara segar puas-puas seakan itu tidak cukup, dia tersenyum lebar ketika matanya melihat rumah kaca dibelakang rumah Arka.
Kepala Ana melongok ke dalam melihat apa saja bunga di dalam rumah kaca tersebut ada banyak macam bunga, dan ada serumpun bunga kesukaan nya juga di sana. Tulip.
"Sedang apa kau disini!".
Ana tersentak kaget dia berbalik untuk melihat kebelakang itu Amel salah satu senior yang pernah dilihatnya saat di kontrakan dan seseorang yang sangat tidak ingin ia temui. Kenapa dunia ini sempit sekali mempertemukan dua orang yang tidak saling menyukai. Amel sepertinya membencinya.
"Kau sendiri sedang apa di sini!".
Amel tertawa sinis "Tentu saja dimana calon tunanganku berada maka disanalah aku berada!".
Ana tertegun saat mendengar kata-kata Amel. Meskipun dia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Arka tapi perhatian Arka selalu membuat jantungnya berdebar bahagia. Tapi, kini semua sepertinya harus di akhiri jika tidak ingin terluka. Ana memilih diam dan melangkah melewati Amel membuat gadis itu merengut marah.
"Hei! Kau sangat tidak sopan! Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa! Bukankah kau juga menyukai Arka!". Tanya Amel kemudian.
Langkah Ana terhenti dalam hati di berkata... Itu benar, dia menyukai Arka atau lebih jelasnya adalah dia... Mencintai Arka!". Dia memang suka melirik ke arah Arka, dia suka memandang Arka diam-diam. "Tidak! Kau salah! Aku tidak pernah menyukainya!".
Arka yang sedang bersembunyi dibalik bunga bonsai terdiam kaku. Awalnya dia ingin mencari Ana dan mengajaknya untuk sarapan tidak disangka ketika dia menemukan gadis itu Amel juga berada disana. Arka menekan dadanya yang tiba-tiba terasa sakit setelah mendengar ucapan Ana. Tapi Amel juga sudah keterlaluan pertunangan itu masih belum pasti tapi gadis itu sudah memproklamirkan kalau mereka akan bertunangan. Sial.
"Apa yang kalian lakukan disini! Ana ayo masuk sarapan sudah siap!".
Ana terkejut melihat keberadaan Arka namun karena hatinya sedang kecewa dia berusaha melangkah melewati Arka yang berdiri didekat pintu rumah kaca, Arka membiarkan Ana melewatinya begitu saja, setelah dia tidak mendengar langkah kaki Ana lagi Arka tersenyum sinis menatap Amel. Ia tidak menyangka bahwa gadis yang selama ini dia abaikan akan melakukan hal yang membuatnya semakin muak.
"Aku tidak tahu kalau kau adalah calonku! Karena yang aku tahu gadis yang akan menjadi calon tunanganku bukanlah kau! Bagaimana bisa itu menjadi kau Amel? Apakah orang tuamu tidak memberimu penjelasan atau kau mencuri dengar pembicaraan mereka! Sungguh gadis yang sangat sopan!". Kata-kata Arka membuat wajah Amel memucat seketika "Dengar apapun yang terjadi aku Arkananta Sangkara tidak akan pernah bertunangan denganmu dikehidupan ini ataupun setelah kematianku!".
Arka mungkin terkesan cuek dan tidak peduli tapi jika seseorang yang sangat dia pedulikan diganggu maka dia akan membalasnya berkali-kali lipat seperti yang diderita Amel saat ini. Tanpa menunggu jawaban gadis itu Arka berbalik dan berjalan masuk kedalam rumahnya.
Amel yang ditinggalkan menggretakan giginya menahan kemarahan tapi dia harus bersabar demi mendapatkan Arka. ... Arka benar gadis yang akan bertunangan dengannya bukanlah dirinya tapi anak dari papa tirinya. Tapi sayangnya sejak dia menginjakkan kaki dan tinggal dirumah papa tirinya tidak pernah sekalipun dia melihat foto ataupun papa tirinya membicarakan anaknya itu. Sebenarnya dimana dia.
❄❄❄
Ana berdiam diri dikelas sambil bertopang dagu. Kelasnya telah usai sejak tiga puluh menit yang lalu, seharunya saat ini dia sudah berada di kamar kontrakannya menyelesaikan beberapa makalah. Tapi kejadian dirumah kaca beberapa hari lalu membuat pikirannya kacau dia merasa tidak rela jika Arka dimiliki orang lain tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin dia memang harus melepaskan kadang cinta juga tak harus memiliki.
"Hei, Ana? Ku pikir kau sudah pulang bersama teman cerewetmu itu!".
Ana menatap sosok tinggi tampan yang berdiri dihadapannya bingung "Kau.."
Sosok itu tertawa "Ya ampun! Kau lupa padaku? Aku Rian. Kita sering bertemu diperpustakaan!".
Mata Ana membulat kaget lalu ia tersenyum malu dan meminta maaf "Ah, Rian, maaf aku sedang banyak pikiran! Sedang apa kau disini? Apa kalian akan memakai kelas ini?".
Rian menggeleng " Kelas baru saja selesai diruang sebelah, aku ingin pulang tapi tidak sengaja melihatmu melamun sendiri disini! Jadi, apa yang kau pikirkan! Apakah itu tentang seorang kekasih?!"
Mendapat godaan dari cowok tampan itu Ana hanya bisa menggeleng pasrah "Apa yang bisa ku pikirkan kekasih saja tidak punya bagaimana aku memikirkannya?".
"Oh! Kau belum punya kekasih! Aku pikir kau pacaran dengan senior kita itu!".
Ana terdiam dan Rian minta maaf "Maaf aku tidak tahu, jadi kau mau ikut denganku kesuatu tempat mungkin kau bisa melepaskan rasa sedih dan galaumu disana!".
"Dimana?".
Tangan Ana ditarik begitu saja oleh Rian seolah itu sudah menjadi kebiasaan, dan Rian terlihat sangat santai dan riang Ana juga merasa terhibur jadi dia mengikuti langkahnya dari belakang. Saat mereka melewati parkiran Ana melihat Arka, Azira dan Amel sedang duduk di bangku batu dibawah pohon tanpa sadar Ana mengenggam tangan Rian lebih erat membuat cowok itu kaget dan menatap Ana yang tertunduk sedih tanpa banyak bicara Rian balas mengenggam tangan Ana lebih erat juga.
Arka yang melihat semua itu mengerut kening tidak suka tangannya dibawah meja batu mengepal erat. Azira juga bingung bagaimana bisa Ana akrab dengan Rian yang terkenal playboy itu. Sedangkan Amel tersenyum bahagia ketika melihat Ana bersama Rian.
Dalam hati Amel berkata... Gadis itu selalu mendapatkan cowok tampan dengan mudah! Aku akan merebutnya darimu! Karena semua itu harus menjadi milikku, mereka hanya bisa melihatku.. Amel gadis yang paling cantik bukan Ana gadis udik dari desa itu!.
❄❄❄