Di sebuah rumah sakit umum daerah Ana terbaring diranjang setelah mendapatkan pertolongan tangannya diperban kepalanya juga diperban sekarang dia baru sadar kenapa kepalanya sangat pusing saat itu ternyata kepalanya juga terluka. Ana melihat sekeliling tidak ada siapa pun kecuali... Rena.
Ana tahu mereka berdua tidak pernah akur itulah sebabnya Ana memilih kuliah di luar kota berharap kesibukan saat kuliah mengalihkan perhatiannya. Terutama dia juga ingin menjauh dari Rena. Entah kebencian apa yang dimiliki Rena padanya.
"Kau bangun! Aku akan memanggil ayah dan ibu!". Rena beranjak keluar dari kamar rawat. Gadis itu cantik tapi cara berpakaian sangat terbuka dan selalu berlawanan dengan Ana. Dan keluarga ini sebenarnya tidak ada yang peduli pada dirinya meskipun dia terluka seperti saat ini.
Suara pintu terbuka ayah dan ibu yang selama ini membesarkannya masuk dengan wajah datar. Hanya mereka berdua sedangkan Rena memilih untuk duduk di luar. Kepala Ana merunduk siap menerima kemarahan mereka.
"Apa kau itu anak kecil! Bagaimana bisa kau jatuh dari balkon rumah! Kenapa kau tidak bisa seperti Rena. Kau selalu saja merepotkan kami!" Melihat tidak ada balasan dari Ana suara itu menghela nafas "Sudahlah! Dokter bilang kau baik-baik saja! Setelah ini kami akan kembali keluar kota kau bisa sendiri kan? Rena juga harus pulang karena dia banyak tugas yang harus diselesaikannya!".
Ana hanya mengangguk tanpa membalas sedikit pun. Bukan karena takut tapi dia lebih ingin kedamaian, jika dia menjawab maka kemarahan mereka akan semakin lama jika dia diam maka kemarahan mereka hanya menghitung menit.
Dan benar akhirnya ruangan itu kembali sunyi. Ana menatap pergelangan tangannya lalu memegang perban dikepalanya ini luka pertama setelah bertahun-tahun. Rena sepertinya tidak tahan lagi melihat keberadaannya di rumah itu. Mungkin memang sebaiknya dia pergi saja. Lagi pula keberadaannya tidak pernah dianggap ada.
Ana mencoba bangun meskipun tubuhnya lemah tapi dia masih bisa berjalan walau tertatih-tatih. Dia keluar dari rumah sakit mencari taksi untuk bisa mengantarnya kembali ke rumah. Akhirnya taksi yang ditunggu datang. Dalam perjalanan pulang Ana berpikir mungkin dia harus melepaskan kehidupannya di sini dan memulai yang baru di tempat lain. Ana sampai di rumah hanya berganti pakaian, mengambil uang beberapa lembar lalu pergi ketika akan menutup pintu kamar dia memandang kamanya sekeliling untuk yang terakhirnya. Perjalanan kali ini Ana memilih naik bus untuk menghemat ongkos. Meskipun waktu satu bulan yang diberikan kampus masih tersisa satu minggu lagi tapi ia tidak bisa menunggu lagi.
Sepanjang perjalanan Ana melihat beberapa bangunan ambruk rata dengan tanah. Di lapangan terdapat banyak tenda darurat. Mobil Ambulan masih berlalu lalang mengantar pasien korban dari gempa. Tujuh jam perjalanan akhirnya Ana sampai dikontrakan bangunan bertingkat dua itu masih berdiri kokoh hanya lantai terasnya saja yang retak selebihnya baik-baik saja.
Kontrakan itu ramai beberapa orang sepertinya tidak pulang ke rumah masing-masing setelah kejadian. Ana melangkah masuk naik ke lantai dua dan membuka kunci pintu kamarnya. Dia melihat kamarnya masih sama seperti sebelum ditinggalkannya hanya sedikit berdebu karena hampir satu bulan tidak dibersihkan. Ana duduk diranjang merogoh sakunya untuk melihat sisa uangnya. Hanya cukup untuk satu bulan beruntung biaya kontrakannya sudah dia lunasi untuk dua tahun ke depan sekarang dia hanya perlu mencari pekerjaan untuk membiayai kehidupan sehari-harinya dan untuk membayar semester depan. Meskipun perjalanan kedepan nya akan sulit tapi Ana lega dia bisa terlepas dari keluarga itu setidaknya untuk sekarang mereka tidak akan mencarinya.
Suara ketukan di pintu membangunkan Ana dari lamunan dia menoleh ke arah pintu melihat Putri berdiri di depan pintu sambil memegang dua mangkuk Mie rebus. Ana tidak terlalu akrab dengan Putri tapi dia tahu teman satu kontrakannya itu baik dan ramah hanya saja dia sedikit pemalu.
"Aku baru saja memasak Mie rebus kau mau makan bersamaku! Makan sendirian rasanya sangat tidak enak!".
Ana mengangguk dan memintanya untuk masuk. Ana meletakkan meja lipat ditengah-tengah kamar mengambil air minum dan meletakannya di atas meja. Ana duduk begitu pula Putri dan meletakkan kedua mangkuk berisi Mie rebus di atas meja. Asap mengepul tanda Mie rebus tersebut masih panas. Putri tersenyum malu.
"Aku melihatmu tadi jadi..".
Ana mengangguk "Terimakasih banyak! Lain kali aku akan memasak untukmu!".
Putri menggeleng "Tidak apa-apa kita satu kontrakan bagiku kita adalah saudara. Berada dirantau orang harus berkelakuan baik saling menolong dan jangan berbuat jahat! Dan aku tahu kau baru datang tidak membawa apa pun dan pasti lelah untuk memasak makanya aku memasak lebih untukmu! Ayo makan jangan biarkan Mi nya mengembang nanti tidak enak saat dimakan".
"Kau sangat baik! Apa kau tidak kembali ke rumah?".
Putri menggeleng "Keluargaku sibuk semua. Mereka hanya memastikan keadaanku baik-baik saja itu sudah sangat beruntung! Jika aku pulang itu juga percuma karena akan sendirian juga mereka sibuk bekerja".
Ana terdiam kenapa keadaan mereka sama hanya saja keluarga Putri masih peduli padanya sedangkan dia, statusnya saja masih harus dipertanyakan di keluarga nya itu apakah dia anak kandung mereka atau anak yang mereka pungut dari jalanan. Tapi Ana tidak pernah memiliki kesempatan untuk bertanya yang sebenarnya.
"Ngomong-ngomong ada apa dengan tangan dan kepala mu!"Tanya Putri disela-sela menyeruput mi panasnya.
"Aku tidak sengaja terjatuh dari tangga!".
Putri kaget "Jadi itu sebabnya Kak Azira selalu berteriak padamu untuk hati-hati melewati tangga kau sangat ceroboh! Lain kali kau harus hati-hati apalagi kamarmu berada dilantai dua harus melewati tangga untuk naik dan turun".
Tanpa sadar Ana tertawa.
"Kenapa kau tertawa apa ada yang lucu?".
Ana menahan tawanya dan berkata "Aku pikir kau pendiam tapi ternyata sangat cerewet!".
Putri mencebik "Keadaan selalu membuatku berubah! Jadi kau harus terbiasa".
"Apakah kau selalu seperti ini?". Putri menatap Ana bingung "Kau sangat cepat akrab dengan teman yang baru kau kenal!".
Mata Putri berbinar "Oh! Tidak juga, hanya pada orang-orang tertentu saja!".
"Maksudnya aku adalah bagian dari orang tertentu tersebut? Kenapa?".
"Karena kau baik!".
"Bagaimana kau bisa menilaiku seperti itu! Kita tidak terlalu dekat sebelumnya!".
"Aku tahu! Meskipun kau orang yang pelit suara tapi kau orang yang baik!".
Mendengar penjelasan Putri yang sederhana hanya bisa membuatnya tersenyum pasrah.
"Ngomong-ngomong apa kau bisa menemaniku besok? Mencari pekerjaan sampingan!"
"Aku pikir kau tidak membutuhkan pekerjaan karena uangmu sangat banyak!".
"Itu bukan uangku! Jadi apakah kau ada waktu!".
"Tentu saja tapi tangan dan kepalamu?" Tunjuk putri kasihan.
"Tidak apa- apa".
❄❄❄
Mereka berjalan di sepanjang jalan masuk kafe dan keluar kafe. Ana hanya mencari tempat yang dekat dengan kampus atau kontrakan saja supaya mudah dijangkau. Karena dia tidak punya kendaraan untuk mencari ke tempat yang lebih jauh.
Hari semakin petang "Baiklah kita pulang sekarang hanya menunggu kabar dari mereka saja !"Kata Ana.
"Kita tidak membeli sesuatu untuk makan malam atau camilan malam?".
"Kenapa kau sangat suka makan!".
"Tentu saja! Kalau tidak suka makan bagaimana kita bisa hidup! Ayo kita ke sana! Sepertinya enak meskipun hanya makanan yang dijual dipinggir jalan".
Ana pasrah mengikuti Ana memasuki warung pecel ayam dan memesan dua bungkus. Ana melihat kalau putri tidak akan cukup hanya dengan pecel lele jadi dia hanya mengikuti di belakang. Sampai di dekat jual gorengan Ana melihat sekeliling ia terpaku melihat Arka, Azira dan beberapa temannya yang dilihatnya saat dikontrakan. Mereka memasuki kafe tempat Ana melamar pekerjaan sebelumnya, sepertinya mereka langganan kafe itu. Tapi sesaat kemudian Arka keluar menoleh kiri kanan seperti mencari seseorang sampai akhirnya mata Arka berhenti padanya. Ana tersenyum lalu menarik putri untuk berhenti membeli banyak camilan. Dia hanya ingin cepat pulang.
❄❄❄
Arka baru saja turun dari mobilnya dia melihat beberapa bangunan masih terbengkalai akibat gempa. Meskipun tempat untuk nongkrong masih banyak tutup tapi sebagian sudah mulai dibuka. Arka menyapa beberapa teman yang telah menunggunya di pintu kafe lalu masuk ke dalam kafe bersama-sama. Sesaat duduk di kursi Arka seperti melihat bayangan Ana, tapi bukankah gadis itu sedang dikampungnya bagaimana dia bisa di sini. Karena ingin memastikan. Arka kembali keluar melihat sekeliling dan saat dia akan menyerah dia melihat Ana bersama seorang gadis sedang membeli gorengan. Kening Arka berkerut dalam hati ia berkata.
Bukankah saat gempa tubuhnya baik-baik saja tidak ada luka sedikit pun tapi kenapa sekarang penuh dengan perban mulai dari tangan sampai kepala. Sebaiknya aku bertanya padanya.
Arka hendak menyeberang jalan tapi karena banyak kendaraan membuat langkahnya terhambat. Dia hanya bisa melihat Ana tersenyum dan pergi bersama temannya. Tanpa sadar dia merasakan sakit seperti diabaikan oleh orang yang dicintainya. Tapi mereka tidak ada hubungan apa-apa kenapa dia merasa kehilangan dan... Sedikit kesal!
Sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya.
❄❄❄