Tok! Tok! Tok!
Ambar mengernyitkan dahi. Siapa yang datang berkunjung malam-malam? Jantungnya berdebar-debar.
Ketakutan wanita itu hilang saat mendengar suara gadis yang sangat dikenalnya. "Julia?" Ambar menggumamkan nama gadis itu.
Ceklek!
"Selamat malam, Ma," sapa gadis itu.
"Julia!" pekik Ambar sambil menarik tangan Julia. Membawa gadis itu ke dalam kamar dan segera mengunci pintu. "Kenapa kamu pulang sendiri?"
Ambar bertanya dengan nada berbisik. Aura sudah tidur, sedangkan Dodit seperti biasanya. Laki-laki itu jarang ada di rumah.
"Juli kangen sama, Mama." Julia memeluk ibunya. Menumpahkan segala kesedihannya dalam tangis tertahan. Ia khawatir membangunkan Aura.
"Suamimu tahu, kalau kamu pulang?"
Julia menggeleng pelan. Jawaban gadis itu, membuat Ambar menarik napas panjang dan mengembuskan pelan. Rasanya penasaran, ingin sekali bertanya tentang masalah gadis itu.
Namun, Julia tidak akan cerita jika ia ditanya oleh sang ibu. Ia hanya mengusap air mata di pipi gadis itu. Meringankan sedikit rasa sedihnya.
"Apa kau sudah makan?"
"Sudah, Ma." Julia memaksakan senyuman tipis. Ia belum makan sejak dari terminal. Hanya roti dan sebotol air mineral pemberian Sultan yang mengisi perutnya. Ia tidak ingin makan, hanya ingin tidur sambil memeluk ibunya.
"Tidurlah. Besok kita bicarakan masalah kepulanganmu kepada Pak Oman," ucap Ambar sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh Julia.
Gadis itu masih memakai cardigan milik Sultan karena tidak ingin baju lusuhnya terlihat oleh Ambar. Wanita paruh baya itu akan sangat khawatir jika tahu seperti apa kehidupan Julia di rumah suaminya. Biar dirinya simpan sendiri kisah pilu itu.
***
Pagi-pagi sebelum ibunya terbangun, Julia sudah mandi dan mengganti bajunya dengan gaun pendek miliknya. Ia mengambil beberapa baju dan memasukkan ke dalam tas. Julia akan pergi ke rumah Oman, meminta jawaban atas pertanyaan yang berputar di kepalanya.
"Juli pergi dulu, Ma." Julia berbisik di telinga sang ibu lalu mengecup keningnya. Ia berpamitan untuk menentukan masa depannya.
Julia bertekad, jika Oman tidak memiliki alasan yang bisa diterimanya, gadis itu akan pergi meninggalkan desa. Ia tidak akan kembali kepada suaminya. Ia membawa baju dan semua uang yang disimpan di lemari.
Sebelum diketahui oleh Dodit, ia bergegas pergi dari rumah. Tujuannya adalah rumah mertuanya. Jawaban Oman akan menentukan jalan hidup Julia kedepannya.
Tiba di pintu gerbang, dua orang penjaga pintu segera membukakan pintu gerbang untuk Julia.
"Selamat pagi, Nyonya Muda." Mereka menyapa Julia dengan sopan. Bagaimanapun juga, wanita itu sudah menjadi keluarga majikannya.
"Selamat pagi. Bapak sudah sudah bangun?"
"Sudah, Nyonya. Biasanya sedang olah raga di halaman belakang."
"Terima kasih," kata gadis itu sambil berlalu. Ia pergi ke halaman belakang lewat samping rumah besar milik keluarga paling kaya di desanya itu.
Oman dan Kimo sedang berlari-lari kecil mengelilingi kolam air mancur. Wajah tuanya itu tetap segar karena rajin berolahraga. Sang asisten selalu setia menemani laki-laki paruh baya yang rambutnya telah memutih semua.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Julia.
Kedua laki-laki itu membelalak saat melihat gadis itu datang seorang diri. Tas punggung yang dibawa Julia, menjadi pusat perhatian Oman dan Kimo. Mereka saling melempar pandangan bingung.
"Selamat pagi, Sayang. Kamu, pulang sendiri?" Oman bertanya dengan ramah. Meski, di dalam hatinya muncul berbagai pertanyaan.
"Iya, Tuan. Saya datang ke sini … karena ingin bertanya satu hal. Saya mohon, jawab pertanyaan saya dengan jujur," ujar Julia.
"Tentu. Papa akan jawab dengan jujur, tapi … bisakah jangan panggil 'Tuan'?" tanya laki-laki itu. Ia sedikit risih dengan panggilan dari menantunya itu.
"Itu tergantung dari jawaban Anda, Tuan." Julia menatap lurus ke dalam mata laki-laki yang berdiri dengan wajah kebingungan.
"Apa yang ingin kamu tanyakan sebenarnya, Julia?"
"Anda menolong orang-orang yang sedang kesusahan. Tapi, kenapa Anda memperlakukan ayah saya secara berbeda?"
"Kau sudah tahu rupanya. Setiap orang yang datang kemari, pasti aku pinjamkan uang. Asalkan alasannya tepat. Ayahmu meminjam uang dua ratus juta dengan alasan untuk biaya operasi ibumu.
"Tapi, setelah dia menerima uang, dia menghabiskan uang itu untuk berjudi. Terpaksa saya menekannya dengan mengirim anak buah saya untuk menagih laki-laki itu.
"Bukannya berusaha untuk membayar, dia malah berusaha menjualmu. Saya membelimu dari Dodit, atas permintaan ibumu. Ambar datang dan berlutut di hadapan saya."
'Jadi, seperti itu. Aku telah salah sangka pada Pak Oman. Ibu menjualku padanya agar tidak dijual kepada bandar judi oleh Papa.'
"Apa kau bertengkar dengan Damian? Dia memperlakukanmu dengan buruk?" Oman mulai khawatir. Ia takut membuat gadis itu menderita. Akan sangat berdosa dirinya, jika Julia hidup sengsara bersama putranya.
Dirinya yang menikahkan gadis itu dengan Damian. Secara tidak langsung, ia juga yang bertanggung jawab jika gadis itu tidak bahagia. Jika tahu laki-laki itu tidak menerima Julia sebagai istrinya, Oman mungkin akan menikahkan gadis itu dengan putra keduanya, Aldo.
"Tidak, Pa. Mas Damian, sangat baik. Julia hanya sedikit marah karena dia terlalu sibuk. Karena itu, Julia pulang sendiri," jawab gadis itu dengan senyum lebar.
Ia akan kembali kepada suaminya. Julia tidak ingin membuat ibunya kecewa. Ambar sudah berlutut hanya demi menyelamatkan dirinya dari tempat perjudian, semua demi kebahagiaan dirinya.
"Hah, syukurlah. Papa pikir, kamu disiksa anak kurang ajar itu," kelakar Oman.
Ia, Kimo, dan Oman tertawa renyah. Biarlah ia diperlakukan buruk oleh Damian, asalkan orang-orang yang menyayanginya hidup bahagia. Oman dan Ambar, dua orang itu ingin Julia hidup bahagia bersama Damian.
"Sudah sarapan belum, Pah?"
"Belum. Apa, Juli, mau memasak sesuatu untuk Papa?"
"Boleh. Julia bisa membuat nasi kebuli. Papa mau?"
"Wah, boleh tuh. Tapi, apa tidak terlalu repot? Lagipula, sarapan itu harus sesuatu yang ringan, jangan yang berat-berat."
"Oke. Juli mengerti, Pah."
Julia pergi ke dapur. Ia membantu para pelayan yang sedang memasak sarapan untuk Oman. Sikap ramahnya, membuat para pelayan itu kagum.
Saat gadis itu berada di dapur. Oman meminta Kimo untuk menelepon Damian. Ia menyuruh putra sulungnya itu untuk pulang hari ini juga.
Oman sudah menyuruh gadis itu untuk menginap di rumahnya malam ini. Jika Damian berangkat dari Jakarta pagi ini, ia akan tiba sore nanti. Ia ingin melihat seberapa baiknya hubungan kedua pengantin baru itu.
Julia tidak tahu, jika ayah mertuanya menelepon Damian. Ia sudah berencana kembali ke Jakarta besok. Saat ini, ia ingin melayani ayah mertuanya seharian.
Ia ingin membuat makan siang dan makan malam untuk laki-laki paruh baya itu. Anggap saja, Julia sedang berterima kasih karena sudah diselamatkan oleh Oman. Jika laki-laki itu tidak membelinya, ia pasti sudah jadi pelacur di tempat perjudian.
*BERSAMBUNG*