Chereads / Touch My Heart, Hubby / Chapter 12 - Menjadi pembantu di rumah suami

Chapter 12 - Menjadi pembantu di rumah suami

Clara mengambil baju dari kamarnya untuk diberikan kepada Julia. Saat ia berada di kamar wanita itu, ia mendengar suara Damian sedang berbicara dengan asisten rumah tangga. Clara juga mendengar pembantu itu menangis.

"Salah saya apa, Tuan? Kenapa saya tiba-tiba dipecat?" Imas, pembantu itu bertanya sambil terisak.

"Bibi tidak ada salah. Hanya saja, istri saya akan merasa bosan jika tidak ada pekerjaan di rumah. Jadi, mulai hari ini, tugas mengurus rumah akan diurus oleh istri saya. Maaf, Bi. Ini uang tunjangan selama, Bibi, bekerja di sini."

Di kamar Julia, Clara sangat penasaran dengan apa yang terjadi di dapur. "Juli, ini pakaian Mama. Mungkin sedikit kebesaran, tapi masih layak pakai, kok." Ia memberikan baju daster miliknya kepada Julia. Karena mendengar Imas terus menangis, ia pun keluar dari kamar wanita itu.

"Damian, ada apa ini?" tanya Clara saat tiba di dapur.

"Tidak ada apa-apa, Ma. Karena sudah ada Julia di sini, jadi Damian memberhentikan Bi Imas."

"Lho, memangnya kenapa harus diberhentikan? Rumah ini sangat besar. Apa kamu ingin menjadikan Julia pembantu di sini?" tanya Clara dengan mata membulat.

Damian pergi begitu saja. Ia masuk ke kamar dan tidur. Sejak kemarin, ia belum beristirahat dengan baik. Ia mengabaikan panggilan dari Clara, memilih menutup telinganya menggunakan bantal.

Ia sengaja memecat pembantu karena ingin menjadikan Julia pembantu di rumahnya. Hati kecilnya masih belum bisa menerima wanita itu sebagai istrinya. Dalam benak Damian, wanita itu adalah wanita murahan.

"Kenapa kamu jadi seperti ini, Dam?" lirih Clara.

"Saya pamit, Nyonya besar." Imas pergi tanpa membawa apa-apa.

"Bibi tidak membereskan bajunya?" 

"Anu … Nyonya. Kata Tuan, baju-baju saya untuk dipakai Nyonya muda."

"Apa? Keterlaluan sekali dia. Ya sudah, hati-hati di jalan ya, Bi."

Imas pun pergi. Ia hanya membawa baju yang melekat di tubuhnya. Damian membeli semua baju bekas milik Imas dan berencana memberikannya untuk Julia.

Clara ingin bicara dengan Damian, tetapi pintunya terkunci. Laki-laki itu tidak menyahut saat ia memanggilnya. Wanita itu sudah mengenal sifat mantan menantunya itu. 

Jika Damian diam saja, itu artinya laki-laki itu tidak ingin membicarakannya. Clara hanya bisa menghela napas berat. Ia tahu, ia hanya tamu di rumah itu.

Julia mendengar semua pembicaraan Damian, Imas, dan Clara. Ia tersenyum getir. Ia sudah menduga sebelumnya, bahwa laki-laki itu tidak akan membiarkan Julia hidup dengan damai.

Iris sudah rapi dengan setelan baju kantor berwarna merah cabai. Ia menghampiri Julia yang sedang menyapu lantai kamarnya. Dengan kedua tangan bersedekap, ia memerintahkan wanita itu untuk membuat sarapan.

"Heh! Cepat buatkan sarapan!" Iris memerintah seperti ia adalah nyonya di rumah itu. 

"Kenapa tidak membuat sarapanmu sendiri?" Julia bertanya dengan nada acuh. Ia tetap melanjutkan pekerjaannya menyapu lantai.

Bruk!

"Akh!" Julia tersungkur karena didorong oleh Iris. 

Gadis itu menendang sapu yang terlempar ke dekat kakinya. "Kamu itu tidak punya hak untuk membantah di sini. Cepat bangun dan buatkan sarapan!"

"Aku, tidak mau! Aku bukan pembantu. Kenapa harus menuruti perintahmu?" Kedua mata Julia menatap lurus ke dalam mata bulat bermanik hitam milik Iris.

"Ada apa lagi ini ribut-ribut, hah? Aku sangat lelah dan ingin beristirahat. Apa yang kau lakukan?" tanya Damian dengan tatapan penuh kebencian.

"Aku tidak melakukan apa-apa. Sepupu iparmu ini yang mendorongku," jawab Julia sambil beranjak bangun. Ia merasakan kakinya sakit akibat membentur lantai marmer.

"Aku mendorongnya, karena dia tidak mau membuatkan sarapan, Kak. Bukannya, tugas Bi Imas sudah digantikan olehnya? Wajar 'kan kalau aku menyuruh dia membuat sarapan, Kak?" Iris bertanya sambil menggelayut manja di lengan Damian.

'Menjijikan! Pantas saja istrinya meninggalkan dia. Mereka pasti memiliki hubungan sejak istrinya masih tinggal di sini.'

"Kenapa masih tidak pergi? Iris sudah mengatakan untuk membuat sarapan. Cepat masak!"

"Dia bukan nyonya di rumah ini. Kenapa aku harus mengikuti perintahnya?"

"Oh, kamu merasa jadi nyonya rumah? Sepertinya, kau, belum sadar posisimu di rumah ini. Iris adalah nyonya di rumah ini, Mama Clara adalah nyonya besar, dan kau …. Tanpa aku katakan, kau juga pasti tahu dengan jelas. Jadi, jangan banyak bertingkah!" Damian memaki sambil menunjuk wajah Julia.

Wanita itu tersenyum kecut. Benar. Ia hanya akan jadi pembantu di sana sebagai bayaran hutang lima ratus juta yang dikeluarkan ayahnya Damian, Oman.

Julia pergi ke dapur. Saat ia sedang memasak, Damian mengatakan untuk memindahkan semua baju di kamar bekas pembantu. Baju-baju itu harus dipakai oleh Julia.

"Biar Mama bantu kamu," ucap Clara.

"Tidak perlu, Nyonya. Saya bisa melakukannya sendiri."

"Nyonya? Juli, Mama sudah bilang untuk memanggil Mama saja. Kenapa sekarang berubah jadi 'Nyonya'? tanya Clara dengan wajah kebingungan. 

Tadi pagi saat ia memberikan daster, wanita itu sudah memanggilnya mama. Namun, selang satu jam, panggilan Julia padanya telah berubah. Ia hanya pergi ke warung sebentar, tapi perubahan wanita itu sudah terjadi.

"Makanannya sudah siap. Saya permisi, Nyonya," ucap Julia sembari pergi meninggalkan dapur. 

Ia selesai menata makanan di meja dan kembali ke kamar untuk merapikan lemari di kamarnya. Sesuai perintah Damian, ia memindahkan baju-baju milik Imas ke kamarnya. Jika saja ia bisa membawa bajunya di rumah Dodit, ia tidak perlu memakai baju yang sudah usang itu.

***

Sampai malam hari, Julia mengurung diri di kamarnya. Ia hanya keluar untuk menyiapkan makanan. Sementara perutnya sendiri belum terisi apa-apa sejak pagi.

Selera makan Julia sirna sejak Damian resmi memperistri dirinya. Ditambah, ia dijadikan pembantu di rumah suaminya sendiri. Ia hanya bisa meratapi nasib yang menimpa dirinya.

Tok! Tok! Tok!

"Juli! Ini Mama!" Clara berdiri di depan pintu sambil membawa baki berisi sepiring makan malam dan segelas susu hangat. Ia tahu, wanita itu belum makan apa-apa sejak pagi. 

"Masuk saja, Nyonya! Saya tidak mengunci pintunya," sahut Julia dari dalam. Ia tidak mengunci pintu karena Damian mengambil anak kunci pintu kamarnya. Laki-laki itu tidak memberi privasi kepada Julia.

"Mama membawakan makan malam untukmu. Kamu belum makan 'kan dari pagi," ucapnya penuh perhatian.

Mendengar nada khawatir dari bibir wanita paruh baya itu, mengingatkan Julia pada sosok sang ibu. Ambar sering sekali membawakan makanan ke kamar saat Julia tidak ingin makan. Ambar akan membujuk Julia untuk makan atau ia akan menyuapinya.

"Kamu makan ya! Mama akan meletakkannya di sini," ucap Clara sambil menaruh baki itu di atas meja rias.

"Terima kasih, Nyonya."

Clara merasa sedih mendengar Julia bersikukuh memanggilnya 'Nyonya'. Padahal, ia sangat senang saat wanita itu memanggilnya dengan panggilan mama. Namun, sepertinya Julia tidak akan pernah lagi memanggilnya begitu.

*BERSAMBUNG*