Pemanas ruangan dinyalakan seiring dengan suasana yang tak lagi sepi di dalam rumah. Pembantu rumah tangga sudah dalam tugasnya. Menyiapkan ini itu untuk nyonya besar bersama dengan tuannya. Gadis cantik tak luput dari perhatiannya kalau pagi begini. Apa yang harus disantap oleh Amanda Hansen Ge sebelum berangkat menjemput ilmu di bangku sekolah menengah atas adalah point penting yang menjadi kesibukan tersendiri untuk pembantu rumah tangga di rumah ini. Elsa akan mengomel ini itu kalau pembantu tak menyiapkan dengan benar dan tepat waktu. Apapun yang diperlukan oleh Amanda pagi hari, harus selalu sudah berada di tempatnya sebelum gadis datang dan duduk untuk menyarap.
"Amanda hari ini tidak akan sarapan." Suara menyela kekosongan yang ada. Sukses menarik perhatian wanita dengan warna bibir merah tua yang menatapnya dengan tajam. Elsa memang wanita karir yang tak bisa mengurus rumah kalau pagi hari begini, namun mendengar kalimat sang putri barusan itu, cukup membuatnya terkejut. Tak sarapan? Bocah bandel!
"Duduk dan makan apa yang sudah disiapkan, Amanda. Nona Fei sudah menyiapkannya untukmu." Elsa menyela. Tepat mengarahkan tatapan matanya untuk segala gerak gerik yang dilakukan oleh sang putri. Terkesan mengabaikan memang, sebab Amanda sedang sangat sibuk sekarang ini. Mengecek ulang satu demi satu barang-barangnya kemudian kembali memasukkannya ke dalam tas adalah aktivitas Amanda pagi ini.
"Amanda, can you hear me?" Elsa mengimbuhkan. Mencoba menarik perhatian sang putri yang jauh berposisi dari duduknya sekarang ini. Alih-alih menyarap dengan keluarganya, Elsa lebih memilih duduk di sisi jendela besar yang mengarah keluar ruangan. Menatap taman sisi rumah mewahnya dengan cahaya pagi yang datang dari cakrawala di atas sana. Elsa lebih gemar menyantap dua potong roti dengan selai nanas dan secangkir kopi susu manis yang mengepulkan asapnya di udara ketimbang harus memakan sesuatu yang berat di pagi hari seperti ini. Alasannya tak lain tak bukan sebab ia tidak ingin paginya terganggu dengan sakit perut atau semacamnya. Cukup untuk mengganjal, tidak mengenyangkan sebab ini bukan makan siang.
"Yes, Mom." Amanda menyahut. Tersenyum ringan selepas menyelesaikan semua aktivitas ringannya. Ia menatap sang Daddy yang duduk rapi di atas kursi depan meja makan. Menghampirinya kemudian mencium pipi pria itu.
"I'm so sorry, Dad." Ia menaikkan satu sisi bahunya. Membuat reaksi lain tercipta dari Tuan Ge sekarang. Ia hapal benar bagaimana itu Amanda. Putri cantik yang baginya tak pernah dewasa sedikitpun. Masih manja di usia yang sudah menginjak remaja. Ketika gadis itu memberi kalimat permohonan maaf, maka artinya ia tak bisa mengindahkan permintaan Elsa maupun dirinya.
"Kau ada masalah di sekolah?" tanya Tuan Ge lembut. Mengusap puncak kepala sang putri yang kini menggelengkan kepalanya tegas.
"Aku ada ujian pagi ini dan aku lupa bahwa aku harus mendapat bimbingan sebelum itu. Aku harus datang lebih awal," papar Amanda menjelaskan situasinya.
"Harus 'kah Daddy menghantarmu, dear?"
Gadis cantik itu menggeleng ringan. "Tidak. Sarapanlah. Aku sudah memesan taksi tadi."
"Mom, I'm leaving now." Amanda melambaikan tangannya ringan. Mencoba memberi salam perpisahan pada wanita yang hanya bisa diam menatapnya dengan teduh. Amanda sangat mirip dengan suaminya. Sedikit ceroboh kalau pasal janji dan komitmen hari ini. Sering melupakan hal-hal penting adalah sifat yang paling Elsa tak suka dari Amanda maupun suaminya.
--aneh memang, tak ada yang mirip dengan dirinya di dalam diri Amanda. Hanya ada sedikit semburat paras cantik yang diwarisi oleh sang putri. Selebihnya, Ge mengambil alih fisik Amanda Hansen.
Tuan Ge kembali menatap sang istri penuh makna. Tak ada yang diucap oleh Elsa selepas senja berakhir kemarin. Malam berjalan sebagaimana mestinya. Lelah dalam bekerja membuat Elsa dan Tuan Ge sama-sama tertidur di ruang kerjanya. Pria itu terus saja memikirkan hal buruk yang sedang menimpa perusahaannya sekarang. Bagaimana dan langkah sepertinya yang harus ia lakukan untuk menangani semua ini? Tuan Ge hanya memikirkan hal itu sekarang. Mengingat fakta bahwa sang istrilah yang menyebabkan kekacauan sebesar ini. Alasannya? Belum Tuan Ge konfirmasi sampai detik ini.
"Mengapa menatapku seperti itu, honey?" Elsa menoleh. Wanita itu terlalu peka jikalau hanya ditatap seperti itu sekarang ini. Jadi jangan heran tanpa menatap pun, Elsa tau bahwa ada suatu di balik arti tatapan tajam yang diberikan sang suami untuk dirinya.
"Kau tak mendengar berita apapun?" Tuan Ge menyahut. Meletakkan pisau oles mentega yang ada di dalam genggamannya. Ia tak jadi mengoleskan selai di atas roti tawarnya pagi ini. Perbuatan Elsa sedikit berlebihan memang.
"Tentu aku mendengarnya," ucap wanita bermantel tebal itu sembari berjalan mendekat pada sang suami. Langkah Elsa tegas tak ada keraguan sedikitpun tercipta di setiap pengambilannya.
"Jadi? Tak ada yang ingin kau jelaskan, Elsa?"
Wanita itu kini menarik kursi yang ada di depan matanya. Duduk rapi dengan posisi berhadap tepat di depan sang suami. Elsa melakukan ini untuk menghancurkan seorang Ge Hansen Joost? Tidak, ia adalah seorang istri yang amat sangat berbakti pada suaminya. Rasa cinta Elsa pada Ge bukan main. Besar dan terus berkembang hingga meluap-luap tak bisa dibendung lagi. Targetnya adalah seorang artis bernama Aleta Britt.
"Pertama aku meminta maaf karena sudah melakukan hal yang ceroboh, Ge." Ia mulai berbicara. Menunjukkan tablet bermerk yang ada di dalam genggamannya. Menampilkan beberapa gambar yang mungkin bisa menjelaskan situasi buruk Tuan Ge kali ini.
"Aku akan menyelesaikan itu dengan caraku. Duduk dan—"
"Aku tidak memintamu untuk menyelesaikan masalah perusahaanku, Elsa. Aku memintamu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Pria itu kembali menyela. Memotong kalimat sang istri yang terkesan amat sangat terlalu percaya diri.
"Kau tidak percaya pada istrimu lagi? Aku yang mengembangkan perusahaanmu, Ge. Klien dari luar negeri aku yang membawanya. Hanya masalah kecil seperti ini tak akan menggangguku," jawab Elsa penuh ketegasan.
Ge menyeringai. Semua sifat Elsa bisa Ge terima dengan baik. Tak ada manusia yang benar-benar sempurna di muka bumi ini bukan? Yaps, itulah yang menjadi dasar pendirian Ge untuk tetap bersama Elsa. Akan tetapi, Ge membenci sifat ambisius yang ada di dalam diri sang istri. Sebab sifat yang berlebih itu terkadang tak hanya membahayakan dirinya dan Elsa sendiri, namun juga sang putri.
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan percaya atau tidak, Elsa. Setidaknya aku harus mengetahui duduk permasalahannya." Ge memaksa. Terus mendesak sang istri untuk mulai berbicara jujur sekarang. Ya, meskipun tingkat penyelesaian masalah yang Elsa rencanakan dan lakukan selalu saja mendekati angka sempurna, namun tetap saja ini menyangkut nama baik perusahaan yang menjadi impiannya sejak muda. Bagaimana bisa ia lepas tangan begitu saja?
"Aleta masih mencintaimu," ucapnya membuat sang suami tak lagi bergeming. Tatapan Ge menajam bersama ekspresi wajahnya yang menegang. Elsa tak sedang mencoba mencari-cari alasan bukan? Ya, tentunya bukan.
... To be Continued ...