Chereads / IMPERFECT CEO / Chapter 36 - 36. Desire and Lust

Chapter 36 - 36. Desire and Lust

Tatapan mata indahnya menyapu setiap sudut bangunan yang terasa asing untuk dirinya sekarang ini. Hari ini adalah kali pertama dirinya datang menyambangi tempat kerja sang kekasih hati, William Brandy. Cukup lama Luna Skye menunggu sang kekasih di tempat ini setelah seseorang mengatakan padanya untuk sejenak menunggu dalam diam sembari berkompromi dengan waktu. Luna membawakan sesuatu untuk menemani lembur William nanti malam. Bukan tanpa alasan tentunya Luna datang kemari. Jikapun hanya rindu pada William, Luna bisa menunggu sang kekasih dan berpesta dengan sebotol wine nanti malam. William mengabari dirinya bahwa pria itu akan kerja lembur untuk pertama kalinya. Ada meeting penting yang harus ia datangi untuk mulai mempelajari bagaimana sistem dinamika kehidupan seorang pegawai tetap di kantor ini.

Tak ada yang ingin dibantah oleh gadis itu, Luna bahagia mendengar William lebih mapan sekarang ini. Tak hanya bekerja di belakang meja bar dengan sekumpulan wanita seksi yang menggoda dirinya, William sekarang hidup lebih baik. Meskipun masih berstatus pegawai magang di tahun pertama sembari menunggu dirinya lulus bulan depan, akan tetapi Luna sudah banyak menaruh kebanggan untuk sang kekasih. Impiannya bukan memiliki suami kaya berharta banyak seperti Tuan Ge Hansen Joost. Gadis itu hanya bermimpi untuk memiliki suami berpenghasilan tetap dengan pekerjaan yang tak mengharuskannya lembur setiap waktu. Luna ingin dicintai layaknya gadis lainnya. Ia butuh sentuhan lembut dari sang suami nantinya. Masalah uang? Tenang. Luna bisa mencarinya. Ia juga pandai menghasilkan uang dari tenaganya.

"Kau datang?" Akhirnya yang ditunggu menampakkan batang hidungnya juga. William Brandy. Si pria jangkung berbadan kekar dengan dada bidang berbalut kemeja polos itu kini berjalan ringan sembari melambaikan tangannya ramah. Senyum manis bersahabat muncul di atas paras tampannya sekarang.

Luna bangkit dari tempat duduknya. Ditatapnya sang kekasih dengan penuh cinta. Gadis itu ingin merengkuh tubuh William dan memeluknya hangat, akan tetapi pria itu menolak. Mencegah apa yang ingin dilakukan oleh Luna Skye sekarang ini.

"Kenapa? Kau tak rindu padaku?" Gadis itu mengernyitkan dahi. Menatap William penuh tanda tanya.

"Kita berada di lingkungan kantor sekarang ini, Luna." Laki-laki itu berbisik ringan. Tersenyum manis sembari mencubit hidung sang kekasih. Yang dilempari alasan hanya mengangguk ikut tersenyum manis.

"Ada kafe di dekat kantor, mau ke sana?" tanya William menawarkan.

Luna menganggukkan kepalanya ringan. Mengiyakan ajakan sang kekasih sekarang ini. Benar, sudah lama Luna dan William tak pergi menikmati sore bersama di sebuah kafetaria. Mereka hanya melakukan adegan dewasa kalau senja datang menutup hari. Sedikit berlebihan memang, namun mau bagiamana lagi? William selalu saja mengatakan bahwa rindunya pada Luna sudah akut dan menggebu-gebu. Hanya hubungan layaknya sepasang suami istri-lah yang bisa memuaskan rindunya pada sang kekasih.

•••Imperfect CEO•••

Senja benar melaksanakan tugas sangat baik sekarang ini. Tak ada lagi cahaya sang surya yang turun menghantam dan menghangat muka bumi. Redup langit bersama cahaya remang yang menghiasi menjadi sumber penerangan utama di tempat ini. Tak usah berdecak kagum kalau mendapati sebuah kafe yang dibangun di tengah kota dengan sebuah ruang VIP yang menutup ruangan dari lingkungan luar. Kafe Ini sedikit unik. Sebab di sinilah tempatnya 'ngopi' sambil 'happy-happy'

"Kenapa memesan tempat yang mahal. Kau bahkan belum mendapat gaji pertama di tempat itu." Luna menggerutu. Menatap kulacino yang ada di sisi meja.

William menarik kasar tubuh sang kekasih untuk mendekat padanya. Kopi dengan beberapa makanan ringan sudah dipesan dan dihantarkan oleh si pelayan. Tak akan ada lagi yang masuk ke dalam ruangan ini. Hanya ada dirinya dan kekasih saja. Jadi, mau melucuti habis pakaian Luna senja ini pun tak akan menjadi masalah untuk William Brandy.

"Kau tadi bertanya apakah aku rindu atau tidak, bukan?" William berbasa-basi. Kini menundukkan pandangan untuk menatap paras sang kekasih. Luna beringsut. Masuk ke dalam celah kaki William yang duduk bersila sembari menyenderkan tubuhnya ke belakang.

"Hm. Kau pasti rindu denganku bukan?" Luna ikut berbasa-basi. Meraih dagu sang kekasih dan mengusapnya dengan ibu jari. Ia menyukai posisi begini. Apalagi kalau sudah di atas ranjang empuk miliknya dengan keadaan telanjang bulat tanpa sehelai kain apapun yang menyelimuti dirinya juga sang kekasih.

"Haruskah aku melakukannya di sini untuk menunjukkan betapa rindunya aku?" William tersenyum miring. Semakin menundukkan kepalanya untuk menjangkau bibir sang kekasih.

William menolak pelukannya tadi, jadi Luna menolak kecupan sang kekasih. Ini bukan kamar pribadinya. Sebuah bangunan umum meskipun mereka berada di ruang VIP kafetaria sekarang. Benar kata William, melucuti pakaian dan 'bermain' pun tak akan menjadi masalah besar sekarang ini.

"Tak akan ada yang datang, Honey." Ia berbisik. Mengangkat kepala Luna untuk perlahan bangkit dan mendekatkan bibirnya. Embusan napas itu mulai terasa menerpa setiap inci bagian wajah keduanya.

Luna diam sejenak. Netra indah itu memblokir semua gerak bola matanya. Pandangan William bak predator yang sedang membidik mangsanya. Hap! Habis sudah ia dilahapnya.

Pria itu melumat lembut bibir sang kekasih. Semakin dalam waktu berjalan, gerak bibir William semakin brutal. Melumat kasar setiap inci permukaan bibir merah muda milik Luna. Gadis itu mendesah di sela ciuman yang semakin memanas. Matanya terpejam rapat sembari merasakan jari jemari William yang mulai masuk merambah ke dalam rok pendek yang ia kenakan. Penuh napsu dan hasrat yang membara! Panas dirasa kala sang kekasih mulai mencium turun tepat di atas lehernya. Luna menggeliat kecil. Merasakan geli yang luar biasa kala bibir itu menjamah setiap bagian tubuhnya.

"Enough!" Luna menyela kala ia mulai merasakan panas di sekujur tubuhnya. William brutal tak terkendali kalau sudah begini. Ia akan benar-benar 'menghabisi' Luna dalam sekali terkam saja.

Gadis itu menghela napasnya. Mencoba mengatur agar irama kembali sempurna sekarang ini.

"Why? You don't like it?" tanya William menelisik. Baru saja ia ingin meletakkan bibirnya tepat di belah dada gadis yang ada dalam rengkuhannya itu.

"Aku hanya takut tak bisa menahannya. Ini tempat umum, Honey." Luna tersenyum singkat. Mengusap pipi William yang kini menghela napasnya berat. Hasratnya hilang begitu saja. Kecewa pastinya sebab bagi laki-laki inilah kenikmatan yang sebenernya.

"Kita bisa melakukannya nanti di rumah. Aku beri bonus dua kali lipat," susul gadis itu memberi penawaran.

William diam sejenak. Itu masalahnya! Ini sebabnya William mengajak Luna kemari. Ada sesuatu yang ingin ia katakan.

"Aku tak bisa pulang ke rumahmu untuk satu hingga dua minggu ke depan, Luna." William membuka suaranya. Sukses membuat gadis yang ada di atas pangkuannya itu bangkit. Ia menatap William penuh ketidak percayaan sekarang. Ini seperti bukan William.

"Ada yang harus aku urus di rumah. Jadi aku tak bisa kembali," ucapnya menjelaskan singkat.

Luna masih diam. Jari jemarinya sigap kembali merapatkan kancing baju yang ia kenakan sekarang. Dalam tatap itu, Luna berharap William mengatakan apa yang sedang terjadi secara rinci. Tanpa ada yang ditutup-tutupi olehnya.

"Ibuku sakit lagi. Tak ada yang—"

"Haruskah aku juga datang?"

William menggeleng. Mengusap sisi wajah gadis kesayangannya itu. "It's okay. Semua akan baik-baik saja nanti. Aku akan mengabari begitu semuanya mulai membaik. Jangan khawatirkan aku. Kau harus fokus dengan magang kerja dan nilaimu untuk kelulusan, My Dear."

.... To be Continued ...