Long Coat rapi melekat di atas tubuh ramping nan tinggi seorang wanita cantik yang baru saja menyita pusat perhatian seluruh penghuni ruangan. Langkah kakinya jelas. Suara heels berjenis peep toe terdengar nyaring menggema di ruangan. Tatapannya tegas, namun masih terkesan ramah dan bersahabat. Sesekali bibir merah maroon yang dipertegas lengkungannya itu tersenyum ramah. Menyambut siapa saja yang menyapanya dengan membungkukkan badannya penuh sopan dan kehormatan.
Semua karyawan memberi jalan untuknya tetap melangkah sampai ke tujuan. Tak ada yang tak mengenal namanya di sini. Elsa Valencia. Wanita yang terlihat begitu 'mahal' dengan gaya berbusananya. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, semua adalah rancangan asli dari brand internasional yang tak diragukan lagi popularitasnya. Jika menyebut satu persatu, maka tak akan ada habisnya untuk memuji dan memuja segala penampilan yang diusung oleh wanita berusia 40 tahunan itu.
"Nyonya Ge." Seseorang menyapanya. Dengan penuh keramahan dan kesopanan wanita berseragam dengan tatanan rambut rapi di belakang kepalanya itu menunduk. Sejenak membungkukkan badan untuk memberi salam penyambutan. Wanita itu adalah istri dari Tuan Ge. Pemilik Ge Sketchbook Company.
"Suamiku ada di ruangannya?" Suara Elsa sangat lembut. Menenangkan hati dan jiwa kalau kita mendengarkannya. Seakan sedang mendengar dongeng singkat kalau wanita itu berbicara.
Katakan saja, sikap dan perilaku Elsa Valencia bak seorang putri raja. Tak menunjukkan sikap mengecewakan sedikitpun kalau ia bersua dengan lawan bicaranya. Banyak orang yang kagum dengan wanita itu. Usianya yang tak lagi muda, membuat Elsa tak patut jikalau disebut sebagai anak gadis berwajah muda. Namun, mau bagaimana lagi. Paras Elsa sangat menawan. Muda dan segar adalah deskripsi dari lukis wajah yang diberikan pencipta untuknya. Meskipun usia sudah berkepala empat dan memiliki seorang putri cantik berusia remaja, tak membuat fisiknya terlihat ringkih dan rapuh.
"Tentu. Kami baru selesai mewawancarai para pemagang baru." Karyawan yang ada di depannya menimpali. Tersenyum ramah kemudian mengulurkan tangannya untuk memberi petunjuk pada Elsa agar mengikutinya sekarang ini.
"Ada masalah saat wawancara?" Elsa menimpali. Sembari terus menatap jauh ke depan bersama dengan langkah kakinya yang semakin tegas saja.
"Semua berjalan dengan lancar."
Wanita yang begitu cantik dan anggun dengan setelan long coat panjang yang dipadukan kemeja seperempat lengan dan rok pendek selutut itu hanya tersenyum. Menganggukkan kepalanya mengerti.
Memang benar, ayah Tuan Ge adalah pendiri perusahaan. Namun, atas bantuan keluarga dari Elsa. Bisa dikatakan Elsa adalah investor terbesar di perusahaan ini. Yang menjadikan Ge Sketchbook Company banyak dikenal masyarakat sebagai perusahaan terbesar dan tersukses di Kota Amsterdam, Belanda.
"Aku akan pergi sendiri." Elsa menyela kala jari pegawai setianya itu baru saja ingin menekan tombol lift. Niat hati menghantar istri bos besarnya itu naik ke lantai atas dan menemui Tuan Ge.
"Kau bisa kembali pada kesibukanmu. Tak usah mengkhawatirkan aku," ungkapnya tersenyum ringan. Satu sifat yang membuat Elsa dihormati oleh seluruh pegawai yang ada di dalam bangunan Ge Sketchbook Company adalah sebab ia sangat ramah. Murah senyum dan suka menebar aura baik, adalah sikap baik yang di dalam dirinya.
•••Imperfect Ceo•••
Suara pintu lift terbuka. Memberi celah untuk wanita yang baru saja datang itu kembali berjalan menyusuri lorong bangunan kantor. Dari informasi yang diterima olehnya, sang suami berada lantai paling atas bangunan gedung. Sebuah tempat pribadi yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang tertentu atas seijin Tuan Ge.
Elsa memperlambat langkahnya kala pintu kaca besar tertangkap oleh kedua lensa cokelat muda miliknya. Bangunan yang sengaja di desain dengan menempatkan puluhan tanaman hias sebagai komponen yang mendominasi itu adalah tempat favorit sang suami kala lelah melanda, resah mengganggu, dan gundah gulana menyerang hatinya. Elsa paham benar, jikalau sudah berada di tempat ini itu artinya sang suami tak bisa kalau diajak berbincang pasal pekerjaan.
"Kau sudah makan siang?" tanya Elsa menyela. Mendorong pintu kaca yang ada di depannya untuk masuk dan menghampiri sang suami.
"Kau datang?" Tuan Ge --pria berbadan kekar dengan setelan jas mahal yang membalut tubuhnya-- menoleh sembari tersenyum ringan. Tak menyangka bahwa sang istri akan datang berkunjung siang-siang begini.
Elsa bukan wanita biasa untuk Ge. Bagi pria yang satu tahun lebih muda dari Elsa itu, wanita yang kerap ada di setiap jatuh bangunnya selama ini adalah wanita yang hebat. Membangun gedung semegah ini adalah campur tangan darinya langsung. Mengurus rumah tangga dan mendidik sang putri menjadi seorang gadis baik bersama dengan waktu sibuknya sebagai seorang wanita karir seakan memberi tamparan bagi Ge betapa hebat tak patut diremehkannya sang istri.
"Tumben kau datang siang-siang begini, ada masalah dengan kelasnya?" Ge menimpali. Merentangkan tangannya untuk menyambut kehadiran Elsa yang berjalan mendekat ke arahnya.
Sesuai dugaan, Elsa jatuh tepat dipelukan Ge. Menjadi wanita manja bukan lagi ibu rumah tangga atau seorang wanita karir yang pandai mengolah gedung dan investasi.
"Seseorang mengundurkan diri dari kelas," timpal Elsa merengek lirih. Menggelayut manja di dalam pelukan sang suami.
Elsa adalah wanita karir. Pembangun gedung sekolah seni yang menempa bakat-bakat muda untuk menjadi pelukis, pe-syair handal, bahkan seorang novelis terkenal sekalipun. Elsa adalah pemimpin sekolah itu. Melakukan ini itu bukan hal yang mudah tentunya. Namun Elsa Valencia melakukannya dengan sang baik dan rapi.
"Bagaimana bisa?" Ge menyahut. Mengusap puncak kepala sang istri dengan lembut.
"Aku sedang menyelidiki kasusnya. Kau bilang, kau punya kenalan seorang pengacara bukan?" tanya Elsa sembari mendongakkan kepalanya. Menatap paras tampan suami yang satu tahun lebih muda darinya itu.
Ge terdiam sesaat. Mencoba menimang kalimat tanya yang dilontarkan oleh sang istri untuknya.
"Aku akan menghubungi temanku nanti."
Elsa mengembangkan senyum manis. Mendekatkan bibirnya tepat di atas permukaan bibir sang suami. Mengecupnya ringan dengan harap Ge akan meneruskan aksinya menjadi lebih intim lagi. Namun, Elsa salah dugaan. Kecupan itu hanya sesaat. Sang suami melepasnya begitu saja. Kali ini terdiam sembari menyapu segala fokus milik Elsa.
"Bagaimana dengan Amanda?"
Wanita yang ada dipelukannya terdiam sesaat. Mengangkat wajah dan pandangannya bersama dengan kedua alis coklat tua berbentuk lengkungan pelangi yang tersentak bersamaan. Bibirnya beh-oh ringan. Sejenak berpikir untuk menangkap kalimat yang kiranya cocok mendeskripsikan keadaan dan keberadaan sang putri semata wayang.
"Dia masih ada di sekolahnya. Katanya dia akan pulang malam hari ini karena ada kelas tambahan. Bisa kau menjemputnya?" Elsa memohon. Perlahan melepas pelukan sang suami yang sedari tadi membatasi segala gerak tubuhnya.
"Aku harus mengusut kasus yang membuat siswa di sekolahku keluar," papar Elsa mengimbuhkan.
Ge mengangguk. "Tentu. Aku akan menjemputnya nanti."
... To be Continued ....