Mereka berkumpul di kamar Rahel. Sedang, sang empunya kamar tengah di dapur. Sibuk menyiapkan minum untuk mereka bertiga.
"Gila! Gila! Gila! Nih cowok ganteng amat sih... Nggak bisa tidur malem kalau kayak gini mah... Parah...!" teriak Rika heboh melihat seorang laki-laki tampan, rambut model undercut dengan tubuh berisi tanpa lapisan kaos tengah terpampang dengan jelas di layar ponselnya.
"Elah... panteslah kalau modelnya begituan. Selebgram mah udah biasa... Mau ganteng, cantik... Nggak kaget gue," sahut Nica setelah melihat foto laki-laki yang di maksud oleh teman kakaknya itu.
"Iya sih. Kalau nggak gitu ya nggak bakalan deh terkenal. Modal utama juga harus keren," balas Rika mengiyakan.
"Bisa sih kalau mau terkenal meskipun nggak keren. Asal lo lucu aja. Dari muka udah lucu, sekalian video yang lo upload juga lucu. Ntar kan viral sendiri, hehe..." jelas Nica memberikan masukan.
"Hadeh. Iyain deh biar seneng. Dari pada debat mulu nggak kelar-kelar. Gue harus ngalah karena gue kan waras," ucap Rika sekenanya.
"Emang gue nggak waras kak?" tanya Nica ke Rika dengan cengiran andalan.
"Hhh... Menurut lo?" tanya Rika balik dengan memutar bola mata jengah.
"Nih, diminum dulu. Lo, kalau mau makan bilang adek gue aja. Kalau bisa suruh sesuka lo. Gue mandi dulu," sela Rahel sambil membawa es coklat yang baru saja ia buat di dapur. Pandangannya tertuju ke Rika.
"Oke. Siap...! Haha... Makasih," balas Rika tulus. Ia turun dari duduknya, mengambil salah satu gelas. Dia sudah haus sedari tadi sejak sampai dirumah temannya itu.
"Lah. Kok gue kak? Itu kan temen lo, bukan temen gue. Masa iya gue yang nyiapin makan. Awas aja kalau berani jadiin gue babu," protes Nica ke kakak yang sedang sibuk mencari baju rumahan untuk ia pakai sehabis mandi.
"Ya lo lah Nic," jawab Rahel singkat, ia masih bingung mencari baju rumahnya. Entah kemana baju-bajunya, mendadak ia kesulitan untuk mencari.
"Kok gue?! Lah kak Rika itu temen lo, kak. Hish... Susah deh jelasin ke kakak," sahut Nica sedikit kesal.
"Kakak lemot," bisiknya pelan agar tak terdengar oleh Rahel.
"Hari ini kan jadwal lo, Nic. Masa iya gitu aja lupa? Perasaan baru tadi pagi buatin sarapan," balas Rahel sambil berjalan menuju pintu kamarnya.
"Eh?! Hehe, iya juga. Oke deh gue buatin sekarang aja," sahut gadis itu setelah meletakkan gelas yang baru saja ia minum.
Rahel mandi, masuk ke salah satu kamar mandi rumahnya. "Gue ikut ke dapur, Nic. Sekalian mau belajar masak....!" teriak Rika tiba-tiba dan berlari mengikuti Nica ke dapur. Berniat untuk menemani Nica masak.
"Lo beneran nggak bisa masak, kak?" tanyanya heran.
"Hehe. Bisa, dikit sih Nic. Ya... palingan cuman itu-gitu ajalah," jawab Rika seadanya.
"Ya udah. Tolong lo siapin airnya dulu, Kak. Gue mau nyiapin bakso sama sosisnya," ujar adik sahabatnya itu minta tolong, karena dia sendiri sudah menuju kulkas untuk mengambil barang yang ia perlukan.
"Oke," ucapnya patuh sambil merebus air yang akan di pakai Nica nanti.
"Kalau udah, lo tolong bantuin gue potong sosisnya ya kak...!" pinta Nica sambil mencuci bakso yang ada digenggamannya.
"Emang mau masak apaan sih?" tanya Rika penasaran.
"Masak mie. Terus, gue mau goreng sosis sama bakso ini," jawab Nica menunjukkan bakso yang digenggamnya lalu mencari mie yang akan di rebus.
"Kalau itu gue juga bisa...! Kirain masak apaan lo. Tau gitu nggak usah gue temenin," ucap Rika kesal dan melangkah menjauhi dapur.
"Hehe... Yaudah. Gue nggak masalah... Biasanya juga gue menjalaninya dengan kesendirian. Tanpa ada orang di samping gue. Seperti lagu, masak-masak sendiri, cuc- " balas Nica dengan tampang kesedihan yang dibuat-buat lalu dipotong oleh suara Rika.
"Curhat lo neng?" tanya Rika enteng.
"Nggak juga sih. Ngapain gue harus curhat? Gue masih kuat mengangkatnya sendiri, kenapa harus minta bantuan orang lain," ucap Nica santai.
"Iyain biar kelar. Ngomong belum lancar gayaan mulu," sahut Rika cepat.
"Nah itu tau, pintar. Eh...! Enak aja," jawab Nica dengan senyum bangga namun luntur karena ejekan yang Rika lontarkan.
"Adek lo gitu amat deh, Hel," adu Rika ke Rahel yang sedang melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi hendak ke lantai atas.
"Biasa," jawab Rahel enteng.
"Enggak adek nggak kakak sama aja, bisa miring gue lama-lama," kesal Rika sambil menatap tv yang baru saja ia nyalakan.
"Ini Kak Rik...! Tolong bawa ke meja ruang tv itu," pinta Nica sambil menyodorkan piring berisi mie yang baru saja matang dari dapur.
"Cepet amat perasaan. Gue baru aja duduk," jawab Rika pasrah. Berjalan kembali ke Nica. Ia menerima sodoran piring itu.
"Hehe. Cepetlah ngapain dilama-lamain?" tanya gadis cerewet pakai banget.
"Serah deh," balas Rika cepat dengan membawa mie menuju tempat yang ia duduki tadi.
Tiga gadis remaja yang sendirian di rumah itu sedang berkumpul di ruang televisi. Salah satu dari mereka memakan camilan dengan tatapan mata fokus pada TV. Sedang kakak beradik saling berbincang, mengabaikan sejenak sang tamu.
"Lo udah tanya sama Mamah mau pulang kapan, Nic?" tanya Rahel penasaran.
"Gue sempet lupa. Tapi tadi siang Mamah bilang, Mamah udah ngechat lo. Kata Mamah ponsel lo malah nggak aktif. Terus Mamah WA gue kalau pulangnya besok minggu," jelas Nica sambil memakan kue kesukaannya.
"Oalah. Lumayan lama juga ya perginya," balas Rahel seadanya.
"Emang lo beneran nggak ngeaktifin ponsel lo, kak?" tanya Nica penasaran dengan sang kakak.
"Iya," balasnya singkat.
"Oh...."
"Gue naik dulu ya. Mau nyalin yang tadi pagi. Pinjem buku lo ya, Rik. Bukunya yang mana?" ijinnya tiba-tiba ke keduanya.
"Iya kak. Ntar ke sini lagi. Cepet ya... Semangat...!" jawab Nica sambil memberikan senyum lebarnya ke Rahel.
"Alay lo...! Oh iya, buku lo di mana, Rik?" sambung Rahel ke Rika.
"Buku yang sampul ungu. Di tas bagian tengah," jawab Rika setelah menelan camilan yang tadi dikunyahnya.
"Oke. Gue bawa dulu ya... Makasih," balas Rahel tulus.
"Iya."
"Lo nggak ngerasa aneh sama kakak lo, Nic?" tanya Rika setelah Rahel hilang dari tatapannya.
"Aneh gimana, kak?" tanya Nica bingung.
"Ya pikir aja. Kakak lo nggak ngeaktifin ponselnya. Padahal jarang banget dia jauh dari ponsel. Kalau dia belajarnya kenceng, ponsel juga sama kencengnya. Dia rajin pegang buku tapi rajin juga pegang ponsel. Tapi sekarang malah nggak diaktifin ponselnya," jelas Rika sambil menatap Nica lekat.
Nica merenungkan perkataan Rika, bener juga... "Iya juga... nggak biasanya sih dia kayak gitu. Emang aneh."
"Ya udahlah. Kalau emang dia ada masalah, ntar juga cerita sendiri. Tunggu waktunya aja yang pas." kata Rika pasrah.
"Iya."
"Emang gue ngerasa ada yang aneh dari lo, kak. Lo udah berubah dari kemaren. Bahkan kak Rika juga ngerasain perubahan lo... Gue nggak tau apa yang udah menimpa lo. Pasti lo berusaha nutupin masalahnya karena nggak mau dikasihani kan? lebih baik lo menyiksa diri dari pada ngeliat tatapan kasihan dari orang lain, apalagi keluarga. Tapi gue berhak tau karena gue orang yang peduli sama diri lo, kak." Pikir Nica.
"Semangat ya, Hel... Kalau memang lo belum mau cerita, nggak masalah. Tapi kalau memang lo pengen banget berbagi, ngomong aja sama gue. Gue siap dengerin curhatan lo kok, Hel. Jangan lupa kalau gue sahabat lo, jangan ragu sama gue. Gue peduli sama lo, gue ikut sedih kalau lo sedih." Ucap Rika dalam hati.
Waktu berputar, tak terasa membuat langit semakin gelap. Membuat malam berwarna hitam pekat. Seperti hati seorang gadis yang takut akan kejadian mendatang di hidupnya nanti.
"Tumben gue jam segini udah ngantuk. Lo masih mau di sini atau mau ikut gue ke atas, kak?" tanya Nica ke Rika yang hendak beranjak dari sofa.
"Ntar aja, gue. Masih pengen nonton tv. Lo kalau emang udah capek istirahat aja," jawabnya tulus.
"Oke, duluan ya kak. Selamat malam. Hati-hati kalau ada yang nemenin selain gue atau kak Rahel," balas Nica nyengir sambil berlari menuju tangga.
"Malem juga. Sialan lo," jawab Rika kesal.
"Nyeremin juga kalau sendirian." Batin Rika ketakutan. Ia kembali menatap benda hitam besar di depannya. Hingga suara derap langkah kaki menghampiri gadis itu. Sayang, gambar bergerak di depannya membuat Rika tetap fokus. Tiba-tiba suara seorang perempuan mengagetkannya.
"Lo nggak ngerjain tugas, Rik?" tanya Rahel tiba-tiba.
Rika mengelus dadanya. "Sejak kapan lo di sini?" tanya Rika balik.
"Barusan. Serius amat lo nonton tv. Sampai gue dateng lo nggak tau," jawab Rahel. Ia sudah duduk di samping Rika persis.
"Hehe, iya. PR gue udah selesai kok. Tadi waktu mapel tambahan gue nyoba buat ngerjain itu PR. Biar bisa nyantai malem nya," jelas Rika sambil memakan camilan yang ada di depannya.
"Oalah, bagus deh. Buku lo udah gue taruh di tempatnya seperti semula. Makasih," ucap Rahel tulus.
"Iya, santai aja sih. Kayak sama siapa aja lo, Hel."
"Hehe, iya. Nggak maen ponsel? Biasanya maen instagram, lo," tanya Rahel penasaran setelah menelan apa yang tadi ia kunyah.
"Males. Pengen liat tv aja, udah lama juga nggak liat tv."
"Bener," Rahel mengiyakan.
"Rahel," panggil Rika pelan.
"Iya, kenapa?" sahutnya pada Rika yang sedang menatapnya intens.
"Gue boleh tanya?" tanyanya hati-hati.
"Lah. Kenapa nggak boleh? Aneh-aneh aja deh," jawab Rahel yang heran dengan tingkah sahabatnya ini.
"Lo ada masalah?" tanya Rika takut-takut.
"Emang kelihatan kalau gue lagi ada masalah?" tanyanya balik.
"Gue rasa ada yang aneh dari lo," ungkap Rika.
"Menurut lo gue aneh gitu?!" tanya Rahel pura-pura tersinggung.
"Bukan gitu juga, Hel. Kok lo nyebelin ya lama-lama," ucap Rika kesal.
"Hahaha. Udah malem nih. Kamar aja yuk," ajak Rahel sambil membawa cemilan untuk ia makan di kamar.
"Ya udah. Gue ambil minum dulu. Ntar gue nyusul."
"Oke!" jawab Rahel singkat dengan lantang karena sudah menaiki tangga.
*****