Rahel segera memasukkan makanan ringan ke dalam stoples yang sudah kosong. Menata berbagai macam kue dan makanan ringan di atas meja ruang tv. Sedangkan adiknya, memilih untuk menata telur dan makanan instan di dapur.
"Hai. Repot-repot nyiapin jajanan lo, Hel."
"Eh Rika, udah dateng aja lo. Gue nggak denger ada suara motor. Duduk sini!" balas Rahel sambil menepuk sofa di dekatnya.
"Hehe, iya Hel. Gue naik ojol, males nyetir gue."
"Oh, pantes. Lo udah chat Puspa sama Vina?"
"Udah, tapi si Vina nggak jadi maen. Ada acara dadakan sama keluarganya. Dia titip salam ke lo, nggak enak karna nggak jadi maen."
Rahel menatap sahabatnya itu, "Ooh. Iya, santai aja. Salamin balik," Rika mengangguk.
Suara seseorang mengagetkan Rahel dan Rika,
"Hayo! Siapa yang dapet salam dari siapa?!"
"Apa sih lo, Pus. Bukannya permisi malah asal nyahut."
"Udah biasa juga. Biasanya, tamu harus nganggep rumahnya orang jadi rumah sendiri. Iya kan, Hel."
"Iya, santai. Lo tadi juga nggak pakai permisi deh, Rik. Oh iya, lo naik motor, 'kan?" tanyanya setelah melirik Rika.
"Hehe, iya juga ya. Kelupaan, soalnya udah fokus ke jajanan," ucap Rika sambil melirik makanan yang ada di depannya.
"Iya. Gue naik motor kok. Ngode aja lo ya, Rik..." balas Puspa.
"Ealah. Ambil aja, gue mau ambil minum dulu."
"Bercanda kok," kata Rika singkat.
"Serius juga nggak papa," jawab Rahel sambil berjalan ke arah dapur.
"Halah. Bilang bercanda tapi aslinya mau. Malu, Rik."
"Tau aja, lo, Pus. Palingan lo diem-diem juga mau."
"Itu tahu, dan yang penting gue nggak kayak lo, yang ngode pake lirikan mata. Kalau mau, ya, tinggal diambil."
"Iyain," balas Rika sambil memakan kue kering kesukaannya. Lalu meletakkan pantatnya di sofa.
Tak terasa sudah berjam-jam mereka habiskan untuk bercerita dan bercanda juga makan sore. Mereka sampai lupa kalau ingin menonton film yang sudah diincar beberapa minggu lalu.
Rahel melihat jam yang ada di dinding rumahnya. Masih mempunyai waktu sekitar dua jam untuk menonton film. Sebelum melewati batas jadwal main yang telah di tetapkan oleh orang tua mereka. Pulang pukul tujuh malam jika pergi siang hari dan pulang pukul sembilan malam kalau pergi sore hari.
Rahel mengulurkan tangannya ke Puspa, "filmnya mana, gue baru inget kalau kita mau nonton film."
"Iya, dua jam lagi nih," balas Rika mengiyakan. Melirik Puspa.
Puspa mencari benda pipih persegi itu didalam tasnya. "Nih, untung ini film nggak lama," ucap Puspa sambil memberikan DVD pada Rahel.
Satu jam lebih mereka menonton. Keduanya berpamitan dan segera pulang, takut jika kena omelan akibat melebihi batas yang di tentukan oleh ibu masing-masing.
"Makasih Hel buat tumpangannya," ucap Rika setelah mengemasi barang-barangnya.
"Iya. Makasih juga buat makanannya. Besok-besok lagi ya. Hehe," kata Puspa menambahi.
"Iya, sama-sama semua. Makasih juga udah nemenin. Ha ... Ha … ada ya Rik, numpang tapi nggak nginep."
"Ada, dong ...," kata Rika tersenyum singkat.
"Ada, numpang pipis," sela Puspa.
Rumah kembali sepi. Rahel bergegas mencuci piring dan gelas yang ia pakai dan kedua sahabatnya, juga si adik menyebalkan, Nica.
Suara ketukan pintu terdengar cukup keras dari luar. Rahel mendadak menghentikan aktivitasnya. Mencuci tangan, berniat membukakan pintu rumah ditutup beberapa menit lalu.
"Apa ada yang ketinggalan? Perasaan tadi udah pada ngecek barang-barangnya deh. Di meja juga bersih," kata Rahel sambil menuju pintu dengan cepat, takut jika memang ada barang sahabatnya yang tertinggal. Pulang terlambat sedikit saja akan kena marah.
"Kenapa? Kok balik lag-" suaranya terputus karena melihat seseorang. Orang itu bukan sahabatnya tadi.
Matanya melebar. Rahel terkejut, sampai-sampai tidak bisa menormalkan detak jantungnya. Ia akan menumpahkan rasa rindu yang sudah lama bersarang di hatinya sekarang. Orang itu menatap Rahel heran dan bertanya, "Kenapa? Siapa yang tadi ke sini?"
"Sahabat aku, siapa lagi. Kok Mamah udah balik? Aku kira tadi yang ngetok pintu mereka."
"Iya, mau ke toko baju, besok. Lihat perkembangannya," jawab Ana melenggang masuk melewati anak sulungnya.
Rahel membantu membawakan koper kecil yang di sodorkan Ana. Mengikuti sang mamah yang berjalan persis didepannya. Rahel bersuara, "berarti Mamah cuma sendiri? Ayah nggak ikut pulang?"
"Iya. Kalau ayah belum tau pulang kapan. Masih ada tanggungan. Perkiraan ayah besok udah selesai, tapi ternyata waktunya belum cukup," jelas Ana dengan wajah yang terlihat kelelahan. Rahel mengangguk paham.
"Mamah masuk dulu. Pengen istirahat sebentar, Sayang," sambung Ana jujur. Badannya yang pegal memang harus di istirahatkan.
"Oh ... ya udah, ini aku bawa ke kamar mamah dulu, habis istirahat Mamah langsung mandi ya, biar wangi! Aku siapin air angetnya dulu." Rahel menaruh koper dan melangkahkan kaki ke dapur. Ia menyadari bahwa mamah kandungnya itu terlalu lelah hari ini.
"Oke. Terima kasih, Sayang," balas Ana pelan yang belum sempat di jawab Rahel karena gadis itu sudah menghilang dari hadapannya.
"Eh! Mamah bau, ya?!" tanya Ana lantang. Rahel mengangguk, tersenyum dari jauh. Ana menggelengkan kepalanya.
"Tuh anak, kelewat jujur ...," gumamnya membuka pintu kamar, masuk dan merebahkan diri di atas kasur.
"Tapi nggak masalah, tetep berbakti sama orangtua," sambungnya tersenyum bangga.
***
"Mamah udah balik? Aku baru tahu," tanya Nica yang melihat Ana keluar dari kamarnya.
"Iya, tadi malem. Kamu kayaknya lagi sibuk di kamar," balas Ana sambil membetulkan tatanan rambutnya, yang sepertinya sedikit berantakan.
"Iya, sibuk maen ponsel," potong Rahel yang tengah berjalan ke kamar mandi.
"Emang," sahut Nica santai.
"Ya sudah pada mandi dulu sana...! Mamah mau nyiapin sarapan."
"Siap!" jawab keduanya bersamaan.
Suasana pagi di ruang tv begitu ramai, penuh canda dan tawa. Setelah sarapan bersama, mereka asik berbincang. Kedatangan mamahnya yang tiba-tiba berhasil membuat kakak dan adik yang selalu bertengkar, kini bekerja sama untuk menggoda Ribka Anastasia, mama kandungnya. Pipi orang tua yang mengandung dan melahirkan mereka merona malu.
Akibat dari rapat keluarga yang tidak kunjung selesai, berhasil membuat Ana kesal sekaligus salah tingkah. Bagaimana tidak, kedua anaknya tengah menggoda dengan mengatakan bahwa dirinya yang pergi lama bukanlah untuk menyelesaikan urusan. Tapi berbulan madu dengan Samuel Ananta, suaminya.
Pandai sekali mereka membuat Ana, mamahnya tersipu malu. Sungguh, mereka seperti anak kecil kembar yang berkepala bulat botak. Jahilnya juga sama persis dengan film kartun itu. Sayang, jenis kelamin mereka dan umur berbeda.
"Mah, kemarin aku sama Kak Rahel udah beli beberapa makanan instan. Jaga-jaga kalau misal nggak sempet masak makanan berat. Ntar Mamah ganti, ya. Itu pakek tabungan aku sama uang kak Rahel," terang anak bungsu Ana sembari menatap dengan tatapan memohon, tak lupa telapak tangannya ia satukan.
"Iya, Sayang. Mamah kan belum ambil uang hari ini. Kalau udah ke toko, mesti Mamah ganti."
"Jalan-jalan dong Mah, bosen di rumah gini-gini aja, iya kan Nic?" tanya Rahel melirik Nica dengan alis naik-turun, berniat memberi kode.
"Setuju, Kak. Gimana, Mah? Sekalian ke toko Mamah juga nggak masalah," usul Nica.
"Boleh, berarti Mamah naik motor sendirian nih?"
"Apaan sih, Mah. Biasanya juga berangkat sendiri," sahut Rahel heran dengan tingkah mamahnya.
Nica terkekeh geli mendengar suara mamahnya. Terdengar alay seperti anak zaman sekarang. "Nggak cocok Mah, udah tuwir, nggak muda lagi, sadar dong," gumamnya cukup pelan, takut kalau sampai mamanya mendengar.
"Mamah bercanda, Hel. Gitu aja sensi."
Rahel yang dikatakan sensi hanya diam. Malas untuk membalas, karena sejujurnya ia juga merasa bahwa dirinya memang sensian. Dia cukup sadar diri.
"Lo yang bawa motor ya, Kak, gue ntar waktu pulangnya."
Rahel hanya mengangguk. Beranjak dari sofa, ia meninggalkan ruang tv. Berniat untuk mengganti pakaian. Disusul Nica karena melihat Ana yang terlihat seperti ingin mengganti pakaian rumah.
Selang beberapa menit, mamah dan kedua anaknya sudah sampai di toko baju milik Ana. Toko bertuliskan 'ELASIA' terpampang jelas di atas bangunan mungil nan manis itu. Elasia, perpaduan nama dari Samuel, suaminya, dan Anastasia, nama belakangnya. Cat berwarna biru muda dan pink di toko itu terlihat mencolok dari toko yang lain.
Ana yang sudah mengambil beberapa uang pendapatan hari ini, bergegas memasukkannya kedalam tas. Ia mengajak kedua anaknya melanjutkan rencana mereka. Jalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan.