~Nordia~
Seketika datanglah pelayan laki-laki menghampiri Lardan dengan membawa makanan yang Lardan pesan tadi.
"Besok temuilah kita di alun-alun kota", ujar Dorgan sembari meninggalkan Lardan bersama Aska.
"Silahkan menikmati", ucap sang pelayan kepada Lardan sembari menaruh makanan kemeja.
Namun Lardan hanya terdiam, badannya bergetar ketakutan.
"Ada apa tuan?", tanya pelayan kebingungan.
"A-a tidak apa apa", jawab Lardan.
"Baiklah", balas sang pelayang dan meninggalkannya.
Lardan masih ketakutan dan badannya masih bergetar walaupun Dorgan dan Aska telah pergi keluar kedai.
Ia tidak bisa merehmehkan seorang seperti Dorgan. Ia telah pernah mengenal seseorang sepertinya, orang seperti itu tidak bisa dianggap enteng. Untuk menghilangkan rasa takutnya, Lardan pun memakan makanan yang ia pesan tadi.
Sudah agak lama dia menghabiskan makanannya, Lardan pun pergi keluar dari kedai dan pulang kerumahnya dengan menunggangi kuda miliknya.
Sesampainya dirumah, Lardan memasukkan kudanya ke dalam kandang dan gerobaknya ia masuki ke dalam gudang.
Ia langsung beranjak kedalam rumahnya. Lardan terduduk diranjang kamarnya sembari melihat ke arah pedang miliknya terpajang di atas tembok kamarnya.
Ia mulai mengingat kenangan ia dulu bersama kakeknya. Kakeknya pernah bercerita tentang dia waktu masih menjadi seorang prajurit perang, ia pernah membunuh lebih ratusan orang di medan perang. Ia tak pernah membiarkan musuhnya hidup apabila di dekatnya, karena itu dia dijuluki "pembantai dari Nordia".
Lalu Lardan mengingat tatapan mata tajam Dorgan di kedai tadi, ia melihat ke miripan tatapan Dorgan dengan kakeknya di masa lalu.
Sudah cukup baginya mengingat masa lalu kakeknya, Lardan pun membaringkan tubuhnya ke kasur dan tidak sengaja ia pun tertidur.
***
Peperangan di laut Jarthon pada malam hari, armada perang kapal Nordia melawan armada perang kapal kwurse.
Tembakan panah berapi berterbangan menghiasi langit malam, suara hantaman pedang terdengar nyaring di telinga.
"Qoiiiis", teriak Lardan kepada seorang yang sedang berdiri di ujung atas tiang kapal.
Seorang yang bernama Qois pun melompat dari atas tiang kapal ke bawah, dan mendarat di kepala salah satu prajurit lawan, "Brukk!!".
Lardan dan Qois bertarung bersama melawan musuh-musuh di depan mereka. Puluhan musuh berhasil di tewaskan oleh mereka berdua, dan berhasil lompat masuk ke dalam salah satu kapal musuh. Beberapa prajurit Nordia yang lainnya juga berdatangan ke kapal yang sama di lompati Lardan dan Qois.
Terjadilah peperangan yang hebat di situ hingga para pemanah musuh berdatangan dengan jumlah yang banyak, mulai menembaki pasukan prajurit Nordia. Dengan segera para pemanah Nordia menyerang balik ke arah pemanah Kwurse. Tak lama kemudian beberapa prajurit Nordia menyerang pasukan pemanah mereka sendiri. Dan baru sadarlah para prajurit Nordia bahwa ada pengkhianatan terhadap mereka. Dari sini pasukan Nordia sangat kewalahan menghadapi para musuh dan para pengkhianat.
Lardan dan Qois masih bisa bertahan melawan musuh yang berdatangan.
"Mati, mati, matilah kalian!!", teriak Qois dengan tatapan tajamnya ke arah pasukan lawan.
Lardan melihat tatapan mata Qois yang sama seperti tatapan kakeknya jika sedang marah, Tatapan seorang pembantai. Qois berlari ke arah pasukan musuh yang begitu banyak dengan menggenggam dua pedang di tangannya.
Ia menyerang musuh sendirian dan berhasil membuat banyak sekali prajurit musuh berjatuhan olehnya seorang diri.
Lardan tidak ingin hanya menyaksikan kawannya berperang seorang diri, ia pun berlari ke arah Qois, namun ia di hadang oleh beberapa prajurit lawan yang membuatnya sibuk bertarung melawan prajurit musuh yang menghadangnya.
Dengan usaha yang keras, akhirnya pasukan Nordia berhasil mengalahkan para pengkhianat, dan mereka mulai berfokus kepada pasukan lawan.
Lardan berhasil mengalahkan musuh yang mengahadangnya tadi satu persatu. Ia pun segera berlari ke arah Qois yang masih berperang sendirian. Namun itu tidak mudah, Lardan harus bisa menghindari setiap serangan dari setiap musuh.
Serangan demi serangan ia hindari, langkah demi langkah ia mendekati Qois.
Hingga pada saat ia menghampiri Qois yang berjarak satu langkah kaki di depan dia, sesuatu benda menghantam kepalanya.
***
Lardan seketika bangun dari tidur, ia menyadari bahwa mimpi yang dialaminya tadi adalah ingatan dia waktu dulu saat peperangan laut Jarthon.
Ia melihat ke arah jendela bahwa hari sudah malam. Ia keluar dari rumah berjalan keliling kota, dan berhenti di depan tempat pertunjukan pertarungan, Gakhgar.
Ia pun masuk ke dalam, dan tidak pula lupa untuk membayar agar bisa masuk menyaksikan para petarung mengadu kekuatan. Lardan duduk dibarisan tengah. Ia duduk di samping anak perempuan yang usianya masih kecil, itu terlihat dari tubuhnya.
"Hah, anak kecil melihat pertunjukan seperti ini?, apalagi dia perempuan", Lardan berkata di dalam hati.
"Hei, kau datang bersama siapa, nak?", tanya Lardan kepada anak perempuan itu.
"Sendiri", jawab anak itu.
"Apa kau tidak salah datang ke tempat ini?"
"Tidak"
"Bagaimana aku antar kau pulang kerumahmu?"
"Tidak, aku ingin melihat pertunjukan ini"
"Tapi ini pertunjukan kekerasan"
"Iya aku suka"
Setelah mendengar perkataan anak itu, Lardan pun terkejut dan tidak bisa berkata-kata.
"Pertarunga selanjutnya, Claris melawan Barco!", ujar pembawa acara kepada penonton.
Seseorang dengan rambut berwarna hitam berantakan dan mengenakan penutup mata tengah memasuki arena.
"Ini dia Barcooo!", ujar Pembawa acara.
Orang-orang bersorak-sorak menyebut nama dia.
"Ini dia kita panggil Clariiiiss!", ujar pembawa acara.
Tak lama setelah itu, muncul sosok pria yang berambut putih, dan tinggi badannya.
"Jadi itu orang yang bernama Claris", kata Lardan dalam hati.
"Pertarungaaaan..... mulai!", seru sang wasit.
Claris dan Barco memperlihatkan kemampuan mereka bertarung, keduanya terlihat sangat kuat.
Barco memukul rahang Claris, lalu memukul perutnya, dan dilanjutkan tendangan berputar, membuat Claris tersungkur ke bawah.
Claris cepat-cepat berdiri, lalu mencoba memukul wajah Barco, namun tangannya berhasil ditahan oleh Barco.
Barco memutar tangan Claris, setelah itu Barco menendang lututnya dengan cepat dan keras, Claris pun seketika berlutut setelah ditendang lututnya oleh Barco.
"Brukk", Barco seketika menghantam wajah Claris dengan sikunya, dan akhirnya Claris pun tumbang. Orang-orang bersorak atas kemenangan Barco, tapi sebagian lain bersedih hati karena Claris telah kalah.
Lardan dan anak perempuan di sebelahnya juga ikut bersorak atas kemenangan sang petarung bernama Barco.
***
Setelah melihat Barco dan Claris bertarung, Lardan keluar dari Gakhgar untuk pulang kerumah.
"Oi, Lardan", sahut seseorang kepadanya dari arah belakang.
Lardan pun melihat ke arah sumber suara itu, dan betapa terkejutnya dia bertemu dengan Albanos. Lalu dia lebih terkejut lagi saat menyadari tangan kanan Albanos telah menghilang.
Lardan pun langsung menghampiri Albanos, dan bertanya kepadanya perihal tangan kanannya yang tidak ada. Albanos pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi olehnya di saat pulang ke Nordia.
"Mau ikut aku ke kedai Burmalai", ajak Albanos kepada Lardan pergi ke suatu kedai yang terkenal dengan minuman araknya.
"Tapi itu kan kedai yang mahal", kata Lardan.
"Tak apa, aku yang teraktir", balas Albanos.
Mereka pun pergi menuju ke kedai yang bernama "Buramalai". Kedai itu cukup jauh dari Gakhgar. Dengan perjalanan yang cukup lama, mereka pun sampai di kedai Burmalai.
Lardan dan Albanos segera duduk di meja bar. Albanos memesan salah satu arak yang di sukai oleh banyak orang, dan Lardan pun memesan arak yang sama dengan apa yang di pesan Albanos. Setelah itu Albanos pun membayar pesanan mereka kepada sang pelayan.
Sang pelayan pun menuangkan arak dari botol ke gelas yang telah di siapkan untuk Albanos dan Lardan.
Mereka berdua pun meminum arak itu. Mereka berdua sangat suka dengan arak yang mereka minum, "pantas saja, arak ini di sukai oleh banyak orang", kata Albanos sambil menengguk arak.
Mereka berdua mulai berbincang-bincang sembari meminum arak, hingga dua pria datang menghampiri mereka berdua. Lardan pun tau mereka berdua adalah Aska dan Dorgan, seketika Lardan pun terkejut sekaligus kebingungan. "mengapa Dorgan dan Aska selalu tau aku berada di mana", ucapnya dalam hati.