Nino tengah memasuki area taman tempat pesta berlangsung. Pesta pernikahan salah satu teman semasa sekolahnya. Dan pesta tersebut merupakan Private Party. Hanya orang-orang terdekat saja yang diundang.
Nino menulis namanya di buku tamu, lalu memasukkan amplop berisi uang ke dalam sebuah kotak yang disediakan di sana.
Pakaian yang Nino kenakan cukup rapi dan keren. Memakai atasan kemeja putih dengan blazer warna abu-abu. Bawahannya memakai jeans warna biru dongker. Sepatu pentopel dari bahan kulit sintetis.
Nino memperhatikan ke sekitar taman. Ternyata masih sepi. Baru ada Jono, Gusti dan Soni yang sedang mengobrol.
Nino berjalan ke arah mereka dan menyapa mereka.
"Hey! Semua!"
Nino menjabat tangan Jono dan bertanya kabarnya.
"Whats up, Jon?""
Jono kesal mendengar Nino memakai bahasa inggris untuk menyapanya.
"Alah, pake bahasa inggris segala. Inget, lo, tuh, masih makan nasi jangan sok inggris."
Nino tergelak tawa mendapati reaksi Jono.
"Hahaha. Lo tuh ya, masih aja anti sama bahasa inggris."
Nino juga berjabat tangan kepada Soni dan Gusti.
Tidak lama teman-teman Nino yang lain berdatangan. Ada Rido yang langsung bergabung dengan mereka. Lalu, ada juga Alde dan Agni. Pasangan sejoli, yang dari awal mereka sekolah sudah pacaran.
Soni berceletuk saat mereka berdua datang.
"Ca ilah, batre A dua kita masih langgeng aja sampe sekarang."
Alde dan Agni sedikit tertawa dengan celetukan Soni. Tapi, tidak bagi Gusti. Gusti menanggapi celetukan Soni dengan berbeda.
"Hus, ngomong tuh dijaga jangan asal ucap."
Soni tersinggung oleh perkataan Gusti.
"Gue salahnya di mana, Gus? Yang gue omongin, kan, bener."
"Omonganmu itu kayak yang gak suka mereka langgeng."
"Yo wis, lah, terserah lo aja."
Nino mencoba melerai mereka.
"Udah-udah, kok, malah pada ribut, sih."
Tampak yang punya hajat naik ke atas panggung, yaitu Bobi dan istrinya, Lisa.
"Halo, teman-teman! Terima kasih sudah hadir di pesta pernikahan gue."
Nino dan yang lainnya tampak memperhatikan dengan saksama.
"Acara ini bukan hanya pesta pernikahan gue. Tapi, juga sekaligus acara reunian kita. Yang selalu gagal buat dilaksanain. Oleh karena itu, sekali lagi gue ucapkan terima kasih. Karena, sudah meluangkan waktunya untuk hadir di acara ini."
Sesi pertama adalah makan bersama. Mereka duduk di meja bundar, yang ditata melingkar, berisi 2 sampai 4 orang. Banyak sekali menu yang dihidangkan di meja. Sehingga Nino bingung untuk memilih menu yang mana. Namun, pada akhirnya dia memilih juga. Pilihannya jatuh ke makanan seafood, cumi goreng tepung sambal balado.
Sesekali Nino memperhatikan teman-temannya makan. Mereka pada lahap sekali. Apalagi Jono, ia tampak sangat menikmatinya.
"Jon, lo makannya bisa santai, gak? Gak usah ngegas gitu napa."
"Lo kayak yang gak tau dia aja, dia kan suka lupa rem kalo makan enak kayak gini."
Nino hanya tertawa dan kembali menyantap makanannya.
Setelah selesai makan-makan, barulah Bobi membuka obrolan di antara mereka. Namun, sebelum itu ia meneguk air putih terlebih dulu.
"Gue mau tau, setelah sekian taun kita gak kumpul. Gimana, sih, kabar kalian sekarang?"
Di antara mereka tidak ada yang mau menjawab lebih dulu. Selain Jono yang terlihat antusias.
"Gue udah punya rumah sendiri. Cuman...,"
Namun, tiba-tiba ia jadi sedih.
"belum ada yang nemenin."
Kesedihan Jono disambut tawa oleh sebagian dari mereka, termasuk Nino.
Rido yang berbicara selanjutnya.
"Kalo gue, sih, lagi ngejalanin ta'aruf sama calon istri gue. Do'a in aja semoga cepet nyusul si Bobi."
Doa' Rido diaminin oleh semua orang.
"Oh, iya, Al. Kapan lo nikah in si Agni. Kasihan tau, dia udah nungguin lama..."
Bobi tampak berekspresi nakal cenderung mesum.
"...buat dimainin."
Perkataan Bobi disambut gelak tawa oleh semua orang kecuali Nino.
Nino mulai tidak senang dengan topik obrolan mereka. Nino beranjak dari tempat duduk sambil membawa minuman.
Vira, salah satu dari teman-teman wanita Nino, penasaran ketika melihat Nino pergi ke pinggir kolam.
Nino duduk di kursi santai pinggir kolam renang. Memandangi kolam tersebut seraya meneguk minumannya sedikit demi sedikit.
Vira menghampiri Nino dan menyapanya.
"Hey! Lo, kok, malah menyendiri di sini?
Lalu, Vira duduk di kursi yang satunya.
"Obrolan mereka bikin kuping gue panas. Jadi, gue pindah aja ke sini."
Vira tertawa mendengar ocehan Nino. Dan Nino kembali berbicara.
"Lo tau gak, ini bukan acara pesta pernikahan sekaligus reunian saja. Ini acara buat saling nyombongin diri."
Nino dan Vira melihat ke arah teman-temannya yang tengah asyik mengobrol.
"Liat aja, kalo gak nyombongin pekerjaan atau pasangan. Ya, pasti pendidikan."
Terdengar salah satu dari mereka sedang berbicara tentang pendidikan yang sudah ditempuhnya.
"Bukan gue mau sombong, tapi gue udah mau wisuda bulan depan. S2."
Mereka semua memberi selamat.
"Wih, selamat, ya!"
"Lo hebat, bro."
Nino menuntaskan bicaranya.
"Lah, gue, apa yang mau disombongin. Gue Cuma karyawan pabrik dan masih jomblo."
Vira menyemangati Nino.
"Segitu juga udah bagus. Daripada gue, belum juga kerja dari awal lulus sekolah."
Nino sedikit tertawa.
"Lah, malah lebih parah."
"Makanya, lo harus bersyukur. Jangan ngeliat apa yang mereka punya. Tapi, apa yang udah lo dapat selama ini."
Nino memberikan pendapat soal pekerjaan yang cocok untuk Vira.
"Sebaiknya, menurut gue, lo jadi motivator aja. Soalnya, omongan lo itu bagus buat memotivasi orang-orang."
Vira tertawa.
"Ada-ada aja, lo. Gue bukan tipe yang suka berkoar-koar di depan banyak orang. Gue lebih suka ngobrol empat mata kayak gini."
"Kalo gitu, buka jasa konsultasi soal kehidupan aja. Pasti laku, tuh."
Vira menggelengkan kepalanya menanggapi pendapat dari Nino.
"Napa malah jadi ke sana, sih? Udah, ah. Obrolin yang lain aja."
Waktu sudah menjelang malam dan tiba waktunya sesi dansa bersama pasangan. Hanya ada beberapa pasangan saja yang berdansa. Sebagian lagi hanya menonton seraya duduk di kursi. Apalagi, yang hanya datang sendiri seperti Nino. Kecuali Jono. Jono tampak asyik berdansa meski sendirian.
Vira hendak duduk di kursi di sebelah Nino.
"Lo gak ikut dansa?"
"Kan, buat yang punya pasangan."
"Jono, gak ada pasangannya, tetep ikutan."
"Dia emang udah putus urat malunya. Jadi, gak peduli mau sendiri atau enggak."
"Kalo gue temenin, mau?"
Nino sedikit terkejut dan terdiam sejenak. Lalu, menerima tawaran dari Vira untuk menari.
"Boleh-boleh aja."
Nino dan Vira berjalan ke tengah untuk berdansa. Dan sesaat kemudian jadi pusat perhatian. Karena, mereka bukan pasangan, tapi mereka terlihat sangat serasi saat menari bersama.
Di akhir alunan musik, mereka berdua berhenti berdansa dan mendapatkan riuh tepuk tangan dari semua yang menyaksikan mereka.
Nino dan Vira tertawa dan saling menatap satu sama lain. Mereka tidak menyangka akan diberi tepuk tangan semeriah itu.
***
Ponsel Vira yang ada di atas meja, berdering. Tanda ada yang menelepon.
"Nino," ucap Vira saat hendak mengangkat telepon tersebut.
"Halo!"
"..."
"Ah, nggak. Gue lagi baca-baca buku aja."
"..."
Vira penasaran dengan ajakan Nino.
"Lo mau ngajak gue jalan ke mana?"