"Lo mau ngajak gue jalan ke mana?"
***
Nino mengutarakan maksudnya kepada Vira.
"Gue mau ngajak lo makan malam. Sesudah itu, terserah lo mau ke mana."
"..."
"Ah, nggak. Gak ada dalam rangka apa-apa. Cuman mau traktir lo aja, mumpung gue baru gajian."
"..."
"Ya udah, gue jemput lo jam setengah delapan malam."
***
Nino memegangi kursi yang hendak diduduki oleh Vira. Lalu, Nino duduk di hadapan Vira.
Seorang pelayan datang dan Nino langsung memesan makanan.
"Saya pesen ayam geprek yang ekstra pedas dua, minumnya jus jeruk dan alpukat."
"Baik, Mas. Ditunggu, ya."
Pelayan tersebut berlalu.
Nino memastikan sesuatu kepada Vira.
"Bener, lo gak bakal kepedesan?"
Vira menantang Nino.
"Liat aja nanti, siapa yang bakal kepedesan lebih dulu."
Sesaat kemudian, keduanya sudah mulai kepedasan memakan ayam geprek tersebut. Keringat bercucuran di kening Nino, alhasil beberapa kali harus ia usap. Sedangkan, Vira tidak terlalu.
Nino mengambil jus jeruknya dan meneguknya sampai habis.
"Aahh, udah ah gue nyerah."
Nino tidak sanggup menghabiskan sisa ayam gepreknya.
"Nah, kan, ketauan siapa yang kepedesan sekarang."
Nino hanya terkekeh malu seraya kepedasan.
Beberapa saat kemudian, Nino sudah tampak tenang. Setelah meminum 2 gelas jus jeruk.
Nino beranjak dari tempat duduknya dan minta izin kepada Vira untuk keluar sebentar.
"Vir, gue keluar sebentar."
Vira mengangguk.
***
Nino sedang merokok seraya duduk di atas motor. Lalu, Vira datang. Vira sedikit terkejut, namun tidak heran melihat Vino merokok.
"Ternyata lo ngerokok."
Nino menghisap rokok tersebut dan menghembuskan asapnya ke arah berlawanan. Lalu, puntung rokok tersebut dijatuhkan ke tanah dan diinjak oleh kaki kanan Nino hingga padam baranya.
"Makanya, jangan deket-deket gue. Kalo lo gak suka cowok perokok."
Vira agak sebal mendengar perkataan Nino. Lalu, ia memberi tahu Nino kalau ia sudah membayar makanannya.
"Oh iya, gue udah bayar makanannya."
Nino menepuk jidat.
"Duh, gue lupa. Gue, kan, mau traktir lo. Malah lo yang bayar."
Nino mencari dompetnya di saku belakang celananya.
"Gue ganti, deh."
Vira heran memperhatikan tingkah Nino yang kebingungan mencari dompetnya.
Nino pun baru ingat kalau dompetnya ketinggalan.
"Ampun, lah, dompet gue gak kebawa."
"Ya udah, gak pa-pa."
"Tunggu, lo punya akun uang digital, kan?"
"Punya."
"Nah, ya udah, gue ganti via uang digital aja. Mumpung baru isi saldo, tadi saat pulang kerja."
Nino mengambil ponsel dari saku jaketnya, lalu membuka aplikasi uang digital di ponselnya.
"Nomornya sama, kan, dengan yang dijadiin nomor kontak lo?"
"Iya, itu."
"Berapa total lo bayar makanannya?"
"Seratus lima belas ribu."
"Udah gue kirim."
Terdengar bunyi notifikasi dari ponsel Vira yang berada di dalam tasnya.
Vira memeriksa ponselnya dan ada notifikasi transfer uang sebesar Rp. 125.000,- dari Nino telah diterima.
"Makasih, udah traktir gue. Pake dilebihin, lagi, uangnya."
Nino tersenyum ke arah Vira seraya memakai helm.
"Anggap aja itu pajak, karena gue lupa bayar."
***
Nino sedang duduk di salah satu bangku dekat tong sampah, seraya merokok.
Vira datang dan menyapa Nino.
"Hey!"
Lalu, duduk di sebelah Nino.
"Udah lama nunggu?"
Nino menjawab pertanyaan Vira dengan santai seraya memadamkan puntung rokoknya ke pinggiran tong sampah.
"Ah, enggak. Gue juga baru sampai."
Puntung rokok tersebut dibuang oleh Nino ke tong sampah.
Nino berdiri dan bertanya hendak ke mana mereka akan pergi.
"Jadi, lo mau gue temenin ke mana?"
Vira juga berdiri.
"Ke toko buku di dekat sini. Gue mau beli buku baru buat nemenin kegabutan gue di rumah."
Nino penasaran seraya mereka berjalan.
"Buku apaan?"
"Ya, buku novel-novel gitu, deh. Sekalian buat referensi gue buat nulis cerpen."
Nino tampak baru mengingat sesuatu.
"Ah, iya. Dulu, kalo gak salah, lo pernah bilang kalo cita-cita lo itu pengen jadi penulis. Iya, kan?"
Vira tidak menyangka Nino masih mengingat hal tersebut.
"Lo masih inget aja, padahal udah bertahun-tahun."
Vira jadi murung, dan Nino menyadari perubahan sikapnya itu.
"Sayangnya, cita-cita itu belum kewujud juga sampai sekarang."
"Kenapa? Bukannya kalo kita punya cerita, tinggal kirim ke penerbit, ya?"
"Gak ada satu pun cerita yang gue kirim, yang diterima sama pihak penerbit."
"Alasannya?"
"Gak dijelasin sama mereka. Mereka Cuma bilang kalo cerita gue belum memenuhi kriteria aja."
"Terus, sekarang masih berusaha ngirim cerita yang lain ke penerbit?"
"Udah nggak. Sekarang, gue fokus buat posting cerita gue di platform novel digital di internet."
Nino membuka ponselnya dan mencoba membuka situs platform novel digital tersebut.
"Gue jadi penasaran sama cerita-cerita yang lo bikin. Kayak apa, sih?"
"Cari aja "V-Ra", PP-nya gue lagi nulis."
Tampak layar ponsel Nino menunjukkan halaman profil dari akun platform novel digital Vira.
"Udah ketemu, nih."
Nino kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya.
"Tapi, nanti aja bacanya kalo gue udah di rumah."
Vira sedikit kecewa mendengarnya, namun kembali ceria ketika Nino menjelaskan alasannya.
"Sekarang, kan, gue harus fokus nemenin lo nyari buku."
***
Nino sedang menunggu Vira di depan rumahnya. Berdiri di samping sepeda motornya seraya merokok. Mereka akan pergi ke pesta pernikahan salah satu teman Vira.
Nino melihat Vira tampak keluar dari rumahnya. Lalu, ia membuang puntung rokoknya ke tanah dengan segera.
Vira heran melihat puntung rokok yang masih panjang dibuang oleh Nino. Lalu, ia injak untuk memadamkan baranya.
Nino memberikan helm untuk dipakai oleh Vira.
"Nih, pake."
Vira berterima kasih seraya memakai helm tersebut.
"Makasih, udah mau nemenin gue ke kondangan! Maaf, ngeganggu waktu lo."
Nino tampak santai menanggapinya.
"Santai aja. Gue juga lagi gabut di rumah. Tau lo minta ditemenin buat ke kondangan, gue langsung gas aja."
Vira tersenyum tulus cenderung senang.
***
Vira tengah berpose untuk difoto oleh Nino. Mereka berada di taman alun-alun. Menghabiskan waktu luang bersama.
Setelah selesai dipotret, Vira menanyakan hasilnya.
"Gimana bagus, gak?"
Dan Nino menunjukkan hasilnya kepada Vira.
"Nih, lo liat aja sendiri."
Tampak layar ponsel menunjukkan foto selfy Nino saat sedang memotret Vira.
"Loh?"
Vira marah-marah kepada Nino.
"Iih, kok, malah foto selfy lo, sih?"
Nino menggeser layar ponsel untuk menunjukkan foto hasil jepretan yang sebenarnya. Dan Vira langsung tampak lega mengetahuinya.
"Geser aja napa. Nih, hasil jepretan yang sebenernya."
"Gue kira lo beneran gak motret gue."
Vira mengambil alih ponselnya dan Nino meminta foto selfy tidak dihapus oleh Vira.
"Foto gue yang tadi jangan dihapus."
"Kenapa?"
"Biar, kalo lo kangen, bisa mandangin foto gue itu."
"Gombalan lo gak mempan buat gue."
Tapi, raut muka Vira terlihat tersipu setelah mendengar gombalan tersebut.
Vira berjalan ke pinggir taman lebih dulu dan di susul oleh Nino. Vira tengah memikirkan sesuatu. Lalu, mengutarakannya kepada Nino.
"Gue udah tau lo ngerokok, tapi lo selalu matiin rokok lo kalo gue datang. Kenapa?"
Nino dan Vira saling berhadapan dan jaraknya cukup dekat. Terlihat perbedaan tinggi tubuh mereka. Tinggi Vira hanya sebahu Nino. Sehingga ia sedikit menengadah melihat ke wajah Nino.
"Karena, gue ngehargain hak lo buat ngehirup udara bersih."
Nino kembali berjalan. Begitu juga dengan Vira.
"Walau pun gue perokok aktif, tapi gue gak mau orang lain keganggu sama asap dari rokok gue. Makanya, gue langsung matiin rokok gue saat ada orang lain yang ngehampirin gue. Orang-orang yang termasuk ke perokok pasif, terutama ibu-ibu dan anak-anak."
Vira kagum mendengar penuturan dari Nino.
"Dan itu termasuk lo."
Vira tersenyum ke arah Nino. Lalu, Vira berjalan mendahului Nino dan berhenti menghadap ke arahnya. Nino tampak heran dengan tingkah Vira. Lalu, Vira mengungkapkan sesuatu kepada Nino.
"Gue mau kita pacaran."
Seketika Nino terkejut bukan main.
"Apa?! Gue yang salah denger, apa lo yang ngelantur?"
Vira sedikit tertawa mendapati reaksi Vino. Lalu, menjelaskan kalau ia serius.
"Lo gak salah denger dan gue juga gak lagi ngelantur."
Nino masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Vira.
Vira kembali melanjutkan perkataannya.
"Entah, ya. Gue akhir-akhir ini kepikiran sama omongan temen-temen kita saat di acaranya Bobi."
***
"Udah, lo berdua jadian aja. Pada sama-sama jomblo ini," tutur Bobi.
Lalu, Jono menyahuti penuturan Bobi.
"Bener, tuh, kita dukung penuh lo berdua buat jadian."
Vira dan Nino saling bertatapan satu sama lain.
***
"Gimana menurut lo, kalo kita jadian?"
"Jangan tersinggung. Gue bukannya gak suka sama lo, tapi gue belum ada rasa sama lo."
"Gak pa-pa. Asalkan kita komitmen aja buat ngejalaninnya. Kalo soal perasaan, nanti juga tumbuh sendiri."
"Terus, gue harus nembak lo dulu apa gimana?"
"Gak usah. Yang penting, hari ini kita ikrarkan komitmen kita buat pacaran."
Vira dan Nino saling menautkan jari kelingking mereka.
"Gue berjanji,"
Vira memotong perkataan Nino.
"Aku."
"Aku berjanji, aku akan jadi pacar yang baik dan perhatian."
"Aku juga berjanji, aku akan jadi pacar yang baik dan setia."
Mereka berdua saling melempar tawa. Tidak menyangka mereka akan menjadi sepasang kekasih.