"Terus kenapa kamu kayak gini, kalo kamu gak cinta sama dia?"
***
Nino sedang duduk di kursi depan meja belajar seraya merenung. Dalam pikirannya terngiang kata-kata dari Vira dan Mamanya.
"Asal kamu tau, aku begini, bukan Cuma karena aku ingin kamu berhenti ngerokok."
"Terus, kenapa kamu kayak gini, kalo kamu gak cinta sama dia?"
Kedua tangan Nino memegang kepalanya, memejamkan mata dan meringis. Nino tertekan dengan semua itu.
Nino membuka laci, mengambil bungkus rokok dan hendak mengambil sebatang rokok. Lalu, kembali terngiang perkataan Mamanya.
"Mama liat-liat, sekarang kamu udah jarang ngerokok. Itu artinya usaha Vira berhasil, dong."
Nino menaruh kembali bungkus rokok tersebut. Berdiri dan mengambil kemeja yang mengantung di pintu. Lalu, membuka pintu kamarnya seraya memakai kemeja tersebut.
***
Nino keluar dari kamar, lalu sedikit berlari saat menuruni tangga.
Ibu Heni terkejut mendapati Nino yang berlari terburu-buru.
"Nino, kamu mau ke mana?"
Nino tidak menjawab pertanyaan Mamanya.
***
Nino menghentikan motornya tepat di depan rumah Vira. Turun dari motor, lalu berjalan terburu-buru menuju pintu rumah Vira. Dan mengetuk pintu tersebut.
Pintu membuka dan tampak Ibu Mira, Mamanya Vira, yang keluar.
Nino langsung bertanya kepada Ibu Mira.
"Vira ada di rumah, gak, Tante?"
"Loh, bukannya dia janjian sama kamu di taman?"
Nino sedikit heran, namun ia hendak kembali ke motornya dan pamitan pada Ibu Mira.
"Ya udah, aku permisi, Tante."
Ibu Mira menggelengkan kepalanya mendapati tingkah Nino yang terburu-buru tersebut.
"Ada-ada saja, anak muda zaman sekarang."
***
Vira sedang berdiri sendirian di pinggir kolam dan memandangi sekitar kolam tersebut.
Dari jauh, Nino memperhatikan area sekitar kolam. Lalu, melihat Vira yang sedang sendirian. Dan segera menghampirinya.
Nino berhenti berlari ketika sudah berada di belakang Vira. Ia menghela nafas sejenak sebelum berbicara.
"Ternyata, hah, kamu, hah, ada di sini."
Nafas Nino masih terengah-engah saat berbicara.
Vira melirik ke belakang dan kembali memandangi kolam.
Nafas Nino sudah mulai normal ia pun melanjutkan bicaranya.
"Aku minta maaf, karena udah nganggap hubungan kita gak ada artinya. Dan gak ngehargai pengorbanan kamu selama ini."
Vira meminta Nino untuk terus bicara.
"Terus?"
"Memang, awalnya aku gak punya perasaan sama kamu. Tapi, sejak kamu pergi ninggalin aku, aku jadi galau dan pikiranku kacau. Aku jadi sering marah-marah gak jelas sama temen-temenku. Lalu aku sadar, ternyata aku cinta sama kamu."
"Terus?"
"Aku juga sudah bisa berenti ngerokok, dan gak gelisah lagi."
"Terus?"
Nino jadi kesal dengan pertanyaan Vira yang itu-itu saja.
"Ada gak, kata lain selain "terus"?"
Vira menengok ke belakang.
"Ya, terus kamu maunya apa?"
"Aku mau kita balikan."
"Balikan?"
Mendengar Vira bertanya seperti itu, Nino jadi merasa tidak pantas meminta balikan kepada Vira.
"Ah, iya, aku udah gak pantas buat balikan sama kamu."
Nino hendak pergi dan Vira berbalik badan menghadap ke arah Nino.
"Kata siapa gak pantas?"
Nino berhenti melangkah.
"Dan buat apa kita balikan?"
Nino bingung dengan apa yang dikatakan oleh Vira.
"Aku sudah bilang waktu itu. Aku gak mau putus sama kamu."
Nino berbalik badan dan bertanya.
"Tapi, waktu itu, kamu ninggalin aku gitu aja. Apa artinya kalau bukan putus?"
Vira mencurahkan kemarahannya.
"Iya, karena, aku marah sama kamu. Aku kecewa, kamu malah minta kita buat putus."
Lalu, ia kembali tenang.
"Tapi, semua itu cuma sesaat aja. Dan bukan berarti aku mutusin kamu."
"Jadi, kamu..."
"Iya, aku tetep memegang komitmen aku buat pacaran sama kamu."
Vira menjelaskan alasannya tetap memegang komitmennya tersebut.
"Kayak yang aku bilang, aku begini bukan Cuma karena aku ingin kamu berhenti ngerokok. Tapi juga karena, aku dari dulu udah suka sama kamu. Sejak kita sekelas saat kelas tiga dulu. Dan sekarang perasaan ini udah semakin kuat jadi cinta sama kamu."
Nino mengerti sekarang, kenapa Vira selalu mendekatinya waktu SMA kelas tiga. Karena, Vira suka padanya. Hanya saja, waktu itu ia tidak peka dengan hal tersebut. Dan sejak bertemu kembali di pesta Bobi, Vira jadi semakin mendekatinya. Dan akhirnya memintanya untuk pacaran. Itu semua karena cinta.
Nino memeluk Vira dengan perasaan bahagia.
"Makasih! Mulai sekarang, aku akan lebih memahami kamu lagi."
Vira mencoba melepaskan pelukan Nino, karena malu jika ada yang melihat mereka seperti itu.
"Mmm, Nino udah, aku malu. Nanti ada yang liatin kita, gimana?"
Nino melepaskan pelukannya dan meminta maaf kepada Vira.
"Maaf. Saking bahagianya, aku jadi lupa kalo kita lagi di tempat umum."
Vira tertawa lucu menanggapi permintaan maaf Nino.
***
Nino dan Vira sedang melaju di atas sepeda motor. Vira tampak erat memeluk Nino seraya tersenyum bahagia.
Nino baru teringat sesuatu.
"Oh, iya. Kok, kamu bilang sama Mama kamu, kalo kita janjian di taman?"
Vira akhirnya tahu kenapa Nino bisa menemukannya di taman.
"Oh pantes, kamu tau aku lagi di taman."
"Iya. Kenapa kamu bilang begitu sama Mama kamu?"
"Sengaja. Biar Mama gak curiga kalo kita lagi ada masalah. Soalnya, Mama suka kepo sama hubungan kita."
"Oh, itu alasannya."
***
Nino dan teman-temannya baru saja memenangkan game mereka untuk sekian kalinya. Dan Rius bersorak kegirangan.
"Yes! Akhirnya, kita win streak juga."
Reza dan Zein tampak menyombongkan diri.
"Siapa dulu supportnya!"
"Apaan? Gue kali, yang ngecarry lo semua."
Nino tidak mau kalah.
"Yang fokus ngancurin tower siapa?"
Goji dan Rius tampak menengahi mereka bertiga.
"Udah-udah. Napa malah jadi pada belagu, sih?"
"Setiap role punya peranan penting masing-masing. Gak usah pada belagu."
"Iya-iya."
Jawab mereka bertiga agak kesal.
Vira datang membawa sepiring pisang goreng buatan Ibu Heni. Lalu, menaruhnya di tengah-tengah mereka.
Reza dan teman-teman yang lain langsung menyantap pisang goreng tersebut.
"Manisnya kemenangan makin nikmat ditambah manisnya pisang goreng."
"Dasar, kang makan lo," celetuk Rius disambut gelak tawa oleh yang lain.
Vira duduk di sebelah Nino dan Nino berterima kasih padanya.
"Makasih, sayang! Udah bawain pisang gorengnya."
"Sama-sama, Mas."
Nino memegang perut Vira yang tengah hamil muda. Vira tersenyum.
Reza menuturkan sesuatu.
"Eh, iya. Gue kira sesudah lo nikah, kita gak bisa kumpul mabar kayak gini lagi."
"Tenang, gue pasti nyempetin waktu buat mabar sama kalian. Soalnya, kadang-kadang gue bosen juga main sama bini terus."
Rius berceletuk.
"Ca ilah, masih anget aja, udah belaga bosen lo."
Dan disahuti oleh Goji.
"Iya, nih, bikin iri aja."
"Makanya, cepetan, tuh, nikahin anaknya Pak Rahmat. Jangan dianggurin terus."
Nino mengejek Goji dan semua tertawa kecuali Goji. Ia tampak sebal mendengar ejekan tersebut.
Vira meninta izin untuk kembali membantu Mamanya.
"Mas, aku mau ngebantuin Mama lagi buat masak."
"Iya, sayang."
Vira beranjak pergi dari Nino dan teman-temannya.
Zein sedang mengambil satu batang rokok dari bungkusnya. Nino seketika menghentikan aktivitas Zein dengan menahan tangannya Zein.
"Lo lupa, ya, sama peraturan baru yang gue buat? Dilarang ngerokok di dalam rumah. Kalo mau ngerokok, di taman belakang aja. Biar asapnya bisa langsung tersaring sama tanaman nyokap gue."
Zein menepis tangan Nino seraya kesal.
"Iya-iya, gue tau."
Zein berdiri dan kembali mengoceh.
"Gue Cuma mau ngambil doang, gak gue nyalain di sini."
Langkah Zein tampak diikuti oleh Rius dan Reza.
"Gue ikut, woy!"
"Gue juga."
Goji tidak ingin ketinggalan.
"Ah, elah, tunggu gue napa."
Tinggal Nino sendirian di sana, yang keheranan.
"Loh, kok, semuanya pergi? Gak mau main lagi nih?"
"Nggak," jawab Goji seraya terus berjalan pergi.
Nino memasang wajah kesal.
-Tamat-