Pagi harinya Zayn, Alif dan Arunika meninggalkan kota Malang. Mereka bertiga akan kembali menuju ke Bandung. Alif juga sudah direstui kedua orang tuanya. Setelah mengurus kepindahannya dari kampus yang lama, dia akan segera terbang ke Mesir. Sementara itu, profesor Haedar papa Arunika sudah mulai mendaftarkan Alif ke Alexandria University.
"Alif, selamat ya! kamu akan menjadi seorang mahasiswa di kampus kami dulu. Disana sangat bagus, mereka akan benar-benar menggali dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menyalurkan bakat mereka. Jadi, kamu tidak akan menyesal menjadi bagian dari mereka." Arunika sangat antusias,dia sangat bangga dengan almamaternya.
Dua hari Alif dan seluruh keluarga besarnya berada di Bandung untuk menghadiri acara resepsi pernikahan Zayn dan Arunika dan kini saatnya Alif pergi.
Ahfaz dan Azka pun kini mengantar putra mereka ke bandara, keduanya tidak akan mengantar sampai ke mesir karena Alif telah di jemput oleh Profesor Haedar. Papanya Arunika.
"Alif, abi dan umi mohon maaf hanya bisa mengantarmu sampai bandara. Tetapi kami berdo'a supaya perjalananmu diberi kelancaran dan selamat sampai tujuan. Kamu harus menurut sama papa Haedar, beliau yang akan menjadi pengganti kedua oang tuamu disana nanti." Ahfaz kemudian menyerahkan sejumlah uang tunai untuk Alif sebagai uang saku selama didalam perjalanan. Sebenarnya Alif sudah memiliki uang sendiri, tetapi dia tetap menerimanya agar kedua orang tuanya merasa senang.
"Terima kasih Abi, Umi, maafkan Alif ya kalau selama ini merepotkan kalian berdua." Alif kemudian memeluk kedua orang tuanya. Dia segera masuk kedalam kamarnya untuk mengemasi barang-barang yang akan dibawanya nanti, tidak banyak barang yang Alif bawa karena Zayn sudah mempersiapkan segala yang dibituhkan Alif di sana. Jadi Alif tidak perlu repot-repot membawa banyak barang.
"Gus Ahfaz, putra kita sudah besar sekarang. Dia akan memulai belajar hidup mandiri dan berada jauh dari kita." Azka menyeka airmatanya yang mengalir tanpa bisa dihentikan. Hati seorang ibu selalu begitu, saat akan berpisah dari putranya meskipun sang putra telah dewasa juga seorang ibu juga akan menjadi manusia terkuat saat ada anggota keluarganya yang sakit. Meski sebenarnya dia sendiri juga sedang sakit. Betapa mulia hati seorang ibu, sehingga Allah memberikan kehormatan kepadanya dan meletakkan syurga dibawah telapak kakinya.
Siang hari setelah sholat dzuhur Alif dan profesor Haedar sudah bersiap, Azka dan Ahfaz juga sudah berada didalam mobil dan akan segera berangkat ke bandara.
"Ayya, Rafi, kami berangkat dulu. Nanti setelah kami tiba di Mesir kami akan mengabari kalian semua... Assalamu'alaikum." Haedar kemudian segera memasuki mobil Ahfaz karena Alif dan Azka juga Fawwaz sudah menunggunya .
"Wa'alaikum salam, kalian semua hati-hati. Ahfaz, Azka kalau sudah sampai Blitar jangan lupa kabari kakak ya.." Ayya dan Rafi melambaikan tangan mereka sering dengan mobil yang dikendarai oleh hafaz meninggalkan halaman pesantren Tahfidzul Qur'an milik Rafi dan Ayya.
Mereka memang baru saja menghadiri acara resepsi pernikahan Zayn dan Arunika sepupu Alif. Zayn adalah putra Ayya dan Rafi, sedangkan Alif adalah putra Ahfaz dan Azka, adik kembar Ayya. Sedangkan Arunika adalah anak dari Profesor Haedar, sahabat Ayya dan Rafi juga Ahfaz saat mereka kuliah di Mesir dulu.
Setibanya di bandara, Ahfaz dan Azka segera mengantar Alif dan Profesor haedar sampai ke termina keberangkatan saja, setelah Alif dan Profesor Haedar masuk, Ahfaz dan Azka segera meninggalkan bandara.
Saat ini Alif dan profesor Haedar sudah berada didalam pesawat menuju ke Mesir, keduanya terus berbincang hingga keduanya mengantuk dan tertidur dengan sendirinya. Saat mereka terbangun mereka sudah hampir tiba di bandara Borg El Arab yang merupakan bandara internasional di Alexandria.
"Alif, sebentar lagi kita akan sampai. Kita segera bersiap, jangan sampai ada yang ketinggalan. Ponsel dan lain-lain.." Profesor Haedar segera memberitahu Alif, mereka kemudian bersiap untuk turun sebentar lagi. Alif merasa sangat senang bisa menginjakkan kaki ditempat dimana dulu abinya belajar. Dia juga ingin berhasil dan segera membantu abinya mengurus pesantren yang telah dirintis oleh Ziyad dan Kirana.
"Baik Papa, Alif sudah membawa semuanya. Papa tidak usah khawatir, Alif sudah besar." Alif tersenyum mendengar papanya menasehatinya seperti anak kecil. Profesor Haedar juga tersenyum, Alif memang lebih kecil dari Arunika. Tetapi mereka hanya terpaut satu tahun. Kini Arunika sudah delapan belas tahun sedangkan Alif berusia tujuh belas tahun bulan ini. Semua keturunan Ayya dan Ziyad selalu mengikuti akselerasi, jadi masih kecil-kecil sudah menjadi mahasiswa semuanya. Zayn bahkan menjadi mahasiswa termuda saat itu karena di usia sepuluh tahun sudah menjadi sarjana dengan meraih tiga gelar sekaligus.
Pesawat akhirnya mendarat, Alif dan profesor Haedar langsung turun dari pesawat, mereka segera memanggil taxi dan kini sudah dalam perjalanan menuju ke apartemen mereka.
Alif kini sedang mencoba menghidupkan kembali semangatnya untuk menyelesaikan pendidikannya. Sementara itu di Bandung, Kirana dan Ziyad, kakek dan nenek Alif dengan tidak sengaja bertemu dengan sebuah keajaiban. Kirana telah menolong salah seorang sahabatnya yang mengalami kelumpuhan, kebetulan dokter Sinta yang merawat Najma melamar pekerjaan di rumah Kirana. Saat ini, Dewi dan Rio sahabat Kirana yang juga sahabat Firman sedang berembug.
"Dewi, bagaimana dokter yang kau katakan kemarin? apakah dia sudah tiba di Bandung?" Kirana bertanya kepada Dewi yang ternyata sudah menemukan seorang dokter yang sedang sangat membutukhan pekerjaan. Dokter itu bernama dokter Sinta. Dia baru saja pindah dari kota Malang dan kini membutuhkan pekerjaan karena dia harus menghidupi putrinya yang masih kecil sementara suaminya meninggal dunia karena kecelakaan.
"Sudah Kiran, hanya saja dokter Sinta meminta ijin agar bisa membawa putrinya. Dia juga berjanji akan merawat Firman dengan sungguh-sungguh meski dia membawa putrinya, bagaimana? apakah boleh? kalau kau tidak menyetujuinya terpaksa dokter Sinta akan mundur dari pekerjaan ini karena terus terang dia lebih mementingkan putrinya." Kirana menangguk menyetujui apa yang disampaikan Dewi, Firman tidak terlalu merepotkan, jadi dokter indah tentu bisa membawa putrinya.
"Kami menyetujui apapun syaratnya karena aku rasa masih dalam batas wajar, seorang ibu tunggal akan kesulitan jika kita tidak memperbolehkannya membawa putrinya. Mungkin dia akan mencari pekerjaan lain yang bisa membawa putrinya saat bekerja. Jadi aku tentu saja akan mengijinkannya. Lagi pula disini tidak ada anak kecil, tentu akan sangat menyenangkan kalau ada anak kecil yang meramaikan rumah ini. Jadi Wi, kamu suruh dokter Sinta kemari besok pagi. Katakan padanya kalau kita memperkerjakannya sebagai dokter untuk Firman, bukan sebagai pembantu rumah tangga. Jadi, tentu saja dia boleh membawa putrinya." Dewi sangat mengagumi Kirana, semakin matang usianya semakin bijaksana dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya.
"Baiklah Kirana, kalau begitu kami pulang dulu dan aku juga akan bilang kepada dokter Sinta kalau mulai besok dia sudah mulai bekerja dan tinggal disini. Kami permisi dulu, Assalamu'alaikum." Dewi kemudian meninggalkan kamar Firman dan mengajak Rio yang sedang berbincang dengan Ziyad dan Zayn untuk berpamitan karena Dewi harus segera menemui dokter Sinta.