Chereads / LAYAKNYA WAKTU KITAPUN TAK KEMBALI / Chapter 5 - DIBALIK DINGINNYA PERCIKAN AIR HUJAN

Chapter 5 - DIBALIK DINGINNYA PERCIKAN AIR HUJAN

Ramai dari mereka sangat menyukai hujan, selain membuat mereka betah dibalik selimut terkadang hujan juga yang membawa mereka harus kembali mengingat kepada masa lalu.

••••••••••

Manusia tidak bisa menolak dan memprediksi kapan hujan akan turun, selain di tandai dengan awan mendung terkadang hujan juga bisa turun saat cuaca sedang cerah.

Langit tidak pernah berjanji kepada tanah bahwa ia akan selalu kering, kadang juga langit begitu kejam memberi basah pada tanah sehingga membuat mereka yang hidup di bumi harus kembali mengingat kenangan yang menyakitkan.

Sama seperti aku, hujan pagi kali ini membawa senjata yang amat membunuh.

Selain membasahi tanah yang mulai mengering, ia juga yang membuatku harus kembali mengingat tentang perginya seseorang.

Sekilas tidak ada bedanya dengan hujan-hujan pada umumnya, tapi kali ini ia mambawa kenangan itu yang sudah mulai aku lupakan.

Aku tidak bisa melarangnya, ketika ia jatuh ke bumi disaat itu pula ia mulai memainkan peran antagonisnya.

Saat ia tiba, aku gagal dalam memainkan peran munafik ku.

Seolah aku sudah rela dengan ketiadaannya padahal aku begitu merindukannya.

Aku merindukan seseorang itu dibalik selimut.

Meskipun seluruh badanku sudah aku tutupi dengan kain yang begitu tebal, tapi tetap saja ia tidak bisa menutupi rasa rinduku terhadapnya.

Hujan kali ini mampu membuatku tak berdaya, sehingga aku harus terpaksa meratapi sakit hati.

Aku diingatkan olehnya tentang goresan nyata di ulu hati, ia memintaku untuk menerima kenyataan yang begitu menyayat hati.

Ia tidak memberi jeda disela-sela kehadirannya, ia terus mengguyur dan menghantam otak dan ingatan tentang bagaimana seseorang itu memberi luka.

Menyakitkan? Ya itu jelas.

Kerena orang itu memberi pedih ketika aku berikan kasih dan sayang tanpa pamrih.

Tentang cinta yang dulunya 'kita' bentuk, sekarang hanya tinggal menyisakan aku yang harus mencari bongkahan puzzel yang hilang itu seorang diri.

Tentang asa masa depan yang sempat 'kita' dirajut, sekarang harus aku yang menyusunnya seorang diri.

Tanpa kamu? Aku usahakan.

Aku berusaha untuk tetap memasukan benang ke lubang jarum, meskipun tanpamu aku harus bisa menjahit sendiri mimpi itu.

Jangan menertawakan disaat aku gagal, karena kegagalan itu kamu yang membuatnya.

Mungkin akan terasa lebih mudah disaat kita meraihnya berdua, mungkin akan terasa lebih ringan untuk beban yang kita angkat bersama.

Tapi nampaknya berbeda, selain berat karena mengangkatnya seorang diri sepertinya juga berat untuk aku tidak merindukanmu.

"Rindu selalu saja bertambah, sedangkan kesempatan bertemu selalu berkurang"