Hanya Tuhan yang bisa dipercaya tanpa memberi luka
••••••••••
Sepertinya kamu sudah berhasil merubah suhu dingin itu menjadi hangat.
Sepertinya kamu berhasil merubah sikap cuekku menjadi perhatian.
Entah apa yang kamu lakukan, sehingga mampu merubahku begitu cepat. Perubahan itu cukup signifikan.
Tapi sayangnya, itu hanya bagian dari dulu.
Itu semua tak lain dan tak bukan adalah bagian dari kata 'pernah'.
Aku masih bertanya pada diriku sendiri, aku bertanya tentang bagaimana aku bisa terlena oleh orang yang kupikir tak akan melukai.
Tapi ternyata, aku salah.
Kiranya dulu kamu berhasil membuatku percaya, kamu berhasil membuatku untuk bangkit dari trauma.
Dulu aku mengira, bahwa kamu adalah orang yang berhasil menyembuhkan luka itu.
Dulu aku sempat berpikir bahwa kamu orang baik, tapi ternyata aku salah menilaimu.
Sepertinya, kedekatan kita waktu itu adalah langkah dan caramu untuk memperkenalkan kembali aku dengan luka.
Dibalik kata 'cinta', kamu selipkan sifat busuk yang kamu pendam.
Kamu berhasil menghindarkan pikiran buruk itu kepadamu, sehingga aku tak mampu untuk berhati-hati dan harus termakan oleh sakit hati dari perlakuan yang kamu beri.
Mungkin aku yang kali ini gagal menyingkirkan orang agar tidak menaburi garam di atas luka, tapi dengan mudah kamu melakukannya.
Bisa jadi kamu yang berhasil, sebagai mana kamu berhasil memberi perih lewat kasih sayang mu yang manis.
Tidak bisa aku hindari kata sakit itu, mungkin ini sudah menjadi bagianku untuk terus menerus disakiti lagi dan lagi.
Aku masih bergulat dengan otak, tentang tak habis pikirku.
Sepertinya kamu telah berhasil membuatku kembali hancur, sepertinya kamu berhasil karena sudah membuatku percaya.
Percaya, bahwa kamu adalah orang yang begitu jahat.
Terkadang, keberhasilan seseorang bukan hanya tentang mimpi yang mampu ia raih.
Setelah aku percaya, dengan tega kamu berikan aku goresan nyata.
Kiranya keberhasilanmu adalah untuk membuatku kembali akrab dengan rasa sakit.
Sampul 'harus' kiranya perlu disingkirkan.
Karena tidak selamanya kata 'harus' tetap menjadi 'harus'.
Dulu kamu bilang, 'harus percaya'.
Dulu kamu bilang 'buang ragumu'.
Lantas dimana letak kasih sayangmu yang 'harus' aku 'percaya'?
Lantas dimana keberadaan 'ragu' yang harus aku singkirkan?
Aku mengerti sekarang, kata 'harus percaya' adalah aku harus percaya bahwa kamu akan melukaiku.
Dibalik kata 'buang ragumu' agar aku tidak ragu untuk kamu sakiti.
Bukankah begitu?
Jika memang benar demikian, selamat kamu berhasil.
"Manusia akan memberi kecewa setelah berhasil membuat kita percaya"