"ISTIRAHAT!!" teriak Farel seperti toa.
"Berisik!" cetus Revha tajam.
"Galak amat lu, Vha," ucap Farel dengan nada yang sedih.
"Nggak usah lebay!" ucap Revha dengan nada yang tajam.
Pelajaran Bu Yuna sudah berganti menjadi pelajaran istirahat. Pelajaran yang sangat disukai seluruh pelajar. Satu-satunya jam yang tidak akan ada home work.
"FAREL! TUNGGUIN GUA!" teriak Dea karena Farel keluar dengan membawa dompetnya.
"Berisik, lu, kek monyet," ledek Gio dengan menutup kupingnya.
"Enak, aja, dibilang monyet. Btw, emang monyet berisik?" Dea berpikir keras dengan maksud 'monyet'.
"Itu, yang ada di depan rumah, sambil nari-nari pake musik." Dea mencerna perkataan Gio. Setelah benar-benar tersaring di otaknya, akhirnya Dea mengerti maksudnya. "ANJINK!!" Dea langsung melihat ke tempat Gio tadi berdiri. Tetapi Gio sudah kabur lebih dulu. Dea langsung lari keluar untuk mengejar Gio dan Farel.
"Emang apa yang ada di depan rumah sambil nari-nari?" tanya Yana polos pada kembarannya.
"Topeng monyet, lah, bego." Yovin menoyor kepala Yana. Sedangkan Yana hanya menatap kesal Yovin.
Alona sedang duduk menunggu Revha di kantin. Seperti biasa, karena Alona sudah membawa bekal, jadi dia yang menjaga tempat duduk agar tidak direbut oleh orang-orang rakus akan meja dan kursi.
"Eh, para kakel pada ke kantin, kan?" tanya seseorang pada temannya.
"Iya, lah. Nggak sabar gue, nanti para cogan HWS dateng," girang temannya. Alona hanya mendengar tanpa melihat ke arah mereka.
Tiba-tiba kantin langsung dihujani suara siswi-siswi yang kegirangan. Jeffry William dan temannya muncul di kantin itu. Bagaikan pangeran berkuda, yang mendatangi desa.
Alona yang menyadari suara berisik itu, langsung melihat ke arah sampingnya. Kebetulan sekali Jeffry jalan melewati Alona saat Alona melihat ke samping. Alona terkesiap melihatnya.
"Kayak kaget banget lu, Na," saut Revha yang baru datang membawa nampan. Alona langsung melihat ke arah Revha. "Lu kaget karena si Jeff lewat sebelah lu?" Revha hanya memasang wajah datar.
"Aku kaget bukan karena kagum, tapi karena ...." Revha langsung mengerti dengan maksud Alona.
"Udah, udah, gue ngerti." Revha memberikan minuman yang ia beli juga untuk Alona dan Alona menerimanya, karena kalau ditolak pun, Revha akan tetap memaksa.
Di sisi lain, Jeffry sedang duduk menunggu Luki membeli makanan. "Jeff, nih." Luki memberikan makanan yang dipesan Jeffry.
"Rajin banget temen gue," bangga Kevin, teman Jeffry juga.
"Kalo bukan karena kalah main, mana mau gue disuruh gini." Kevin hanya tertawa melihat sahabatnya kesal. Kevin dan Luki adalah manusia yang sering bersama Jeffry. Yah, mereka memang sahabat.
"Jeff," panggil Kevin
"Hm?" jawab Jeffry hanya berdehem.
"Tumben lu mau ke kantin. Biasanya kagak, tuh." Memang biasanya Jeffry malas ke kantin, karena bila ke kantin, suara siswi-siswi yang terpesona dengannya membuat ramai dan berisik di kantin.
"Jeffry sedang berubah menjadi cowo yang menerima penggemar dengan baik," jawab Luki seperti mewakilkan Jeffry.
"Nggak! Gue lagi bosen di kelas," sanggah Jeffry.
Kevin langsung menjitak pala Luki. "Lu jangan asal saut, aja."
"Oh iya, Jeffry, jangan lupa ganti uang gue," ucap Luki memperingati.
"Pelit banget, dah, lu." Bukan Jeffry yang marah, melainkan Kevin.
"Kok, lu yang nyaut?" Luki langsung menatap Kevin.
"Emang napa?!" jawab Kevin tidak mau kalah.
"Jangan bikin gue malu! Diem!" Kevin dan Luki pun menutup mulutnya.
"Jeff, lu kemaren dateng pas acara perkenalan ngapain?" tanya Luki penasaran.
"Ngulek cabe!"
"Vin, lu diem, kek, gue nanya Jeffry bukan lu."
"Udah! Berantem mulu lu bedua! Gue jadi nggak fokus makan!" Jeffry sudah pusing dengan tingkah kedua sahabatnya yang sering beradu mulut. "Kemarin gue ke sini karena mau ketemu mama gue." Walaupun Jeffry kesal, tetapi ia tetap menjawab pertanyaan Luki.
"Jeffry, mah, emang baek, ga kayak sebelah gue," sindir Luki.
"Oh, nantang lu?!" Kevin langsung mengepalkan tangannya dan akhirnya mereka tetap beradu mulut. Jeffry tidak menghentikan mereka berdua, karena ia sudah lelah.
***
Alona jalan keluar kelas untuk pulang. "ALONA!" teriak Raka memanggil Alona. Orang yang dipanggil pun masuk kembali ke kelas. "Jangan pulang dulu! Kita mau milih anggota organisasi kelas." Alona pun duduk kembali karena mereka ingin membuat organisasi kelas.
"Nah, karena walas kita, Pak Haris. Menyuruh kita untuk memilih anggota orkes or organisasi kelas, jadi gue ama Tasya akan merekrut sebagian dari lu semua untuk masuk orkes," jelas Raka.
"Ketuanya si Panda-eh maksudnya Pandu, kan?" Pandu langsung menatap ke arah Juna dan Juna hanya nyengir.
"Iya, iya. Terus wakilnya si Wenda. Untuk sekretaris, menurut kalian siapa?" tanya Tasya. Yang lain langsung berpikir siapa yang cocok dengan jabatan sekretaris orkes.
"Pokoknya jangan Gio ama Farel," pinta Dea. Selain Dea, memang tidak ada yang mau memilih merek berdua, karena kelas akan hancur bila Gio dan Farel menjadi anggota orkes.
"Yang tulisannya bagus siapa?" Tiba-tiba Deran mengeluarkan suara. Semua langsung memandang satu sama lain.
"Si Mawar bagus, tuh tulisannya," ucap Beni merekomendasikan Mawar.
"Udah kompak lu bedua?" tanya Ryan memastikan.
"Nggak!" sangkal Mawar. "Kalau mau pilih gue, yah, terserah," lanjut Mawar. Semua langsung setuju tanpa berpikir karena Mawar juga tidak masalah.
"Ben, tulisan lu bagus nggak?" tanya Tasya. Beni langsung memberikan buku tulisnya agar Tasya bisa menilai sendiri. "Bagus juga. Gue masukin lu jadi sekretaris 2, ya?" Beni hanya mengangguk.
"Btw, diantara kita, siapa ya, yang bisa dipercaya buat pegang duit?" Pertanyaan itu terucap saja di mulut Ulva. "Yang pasti, sih, bukan Gio ama Farel," tambah Ulva. Gio dan Farel, bukannya kesal atau marah, malah senang karena diri mereka tidak akan terpilih menjadi anggota orkes.
"Alhamdulillah. Kita nggak bakal kepilih, Bro," ucap syukur Farel pada Gio.
"Iya, Bro. Terhura gue." Gio memasang muka terharu, sedih dan syukur.
"Rasanya pengin gue buang lu bedua ke planet lain," ucap Kenia sambil menatap malas Gio dan Farel secara bergantian.
"Alona diem aja." Seketika semua langsung menatap Alona karena Noval. Alona yang merasa ditatap langsung gugup. Revha pun melihat Alona, dan terlihat Alona gemetar.
"Udah lu, jangan gangguin orang. Liat, tuh, Alona jadi gugup gitu." Ruby memarahi Noval.
"Iya, iya, maap." Noval yang duduk dibelakang Alona langsung meminta maaf. Mereka semua berhenti menatap Alona. Helaan nafas lega Alona terdengar oleh Revha.
"Takut banget, ya, lu dilihatin gitu?" tanya Revha. Alona mengangguk.
"Bendaharanya si Cecilia Reharta, aja," saran Ryan.
"Rewarta!" Cecilia menatap tajam Ryan. Orang yang ditatap hanya ketawa-ketiwi saja.
"Yang lain setuju, nggak?" Tasya meminta pendapat yang lain dan mereka mengangguk, tanda setuju. "Cecil, lu nggak apa-apa, kan?" Cecilia menunjukkan ibu jarinya, tanda ia tidak masalah. "Oke." Tasya langsung mencatat orang-orang tadi yang terpilih.
***
Alona memasuki rumah Tante Nana. Ia sudah selesai bekerja part time. Saat Alona masuk, rumah itu tampak sepi seperti tidak ada orang. Karena merasa tidak ada orang, Alona ke dapur sebentar untuk minum, lalu ke kamar.
"AAAAA!" teriak Alona kaget. Bagaimana tidak! Ada seseorang yang berjalan dengan rambutnya yang acak-acakan, dan terurai. "Kak Eylia!" Orang itu mengangkat wajahnya.
"Loh, udah pulang." Eylia merapikan rambutnya. "Kenapa teriak-teriak?" tanya Eylia santai.
"Kakak, kenapa kayak tadi, sih! Aku kaget!" Ingat! Walaupun Alona pendiam, tetapi ia tetap bisa marah.
Eylia terkekeh melihat Alona marah. "Iya, iya, maaf. Gue tadi lagi pusing nyariin kunci motor."
"Kakak, kebiasaan ninggalin barang, terus lupa." Alona tidak jadi ke kamar, karena ia mau mencari kunci motor Eylia. Setelah berjuang untuk mencari, Alona akhirnya menemukan kuncinya. "Nih!" Eylia menatap Alona heran.
"K-kok, bisa? Kok, tadi gue yang nyari nggak ada!" ucap Eylia tidak percaya. "Wah! Lu punya kekuatan seorang emak-emak yang anaknya nyari nggak ketemu, tapi giliran emaknya yang nyari ketemu." Eylia tepuk tangan dengan wajah kagum.
Alona hanya terkekeh melihat Eylia. "Karena udah ketemu, aku ke atas dulu, Kak." Eylia mengangkat jempolnya pada Alona. Lagi-lagi Alona hanya bisa terkekeh melihat orang yang sudah ia anggap Kakaknya sendiri seperti itu.