Chereads / Forever in Here / Chapter 10 - 10. Rumah yang Menjadi Pertemuan

Chapter 10 - 10. Rumah yang Menjadi Pertemuan

Setelah hari-hari sekolah, hari pekan pun datang.

Alona sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Tugas yang diberikan adalah mengisi biodata diri. Alona asik menulis biodata itu. Tiba di pertanyaan selanjutnya, Alona termenung. "Harapan, ya?" ucap Alona pada dirinya sendiri. Segala sesuatu terpikirkan oleh Alona. Beribu harapan yang Alona harapkan, tetapi hanya satu harapan yang paling Alona istimewakan. Yaitu, bertemu dengan orang tuanya. Tapi Alona tidak ingin menuliskan harapan itu di biodata tersebut. Akhirnya Alona tidak menulis harapan yang paling Alona harapkan.

'Harapan yang saya harapkan adalah bisa menjadi sesuatu yang berguna bagi orang lain, dan menjalani kehidupan yang penuh kasih sayang, cinta dan ketulusan. Hilangnya keegoisan dalam memilih pilihan dan bisa berkumpul dengan orang yang kita sayangi.'

Kalimat terakhir adalah kalimat yang paling Alona harapkan. Walaupun ia tidak menulis ingin bertemu dengan orang tuanya, tetapi ia sudah mewakilkannya dengan kalimat terakhir.

Alona menyimpan kertas biodata itu ke dalam tasnya, lalu ia keluar untuk sarapan. Alona menuruni tangga.

"Alona," panggil Tante Nana.

Alona menghampiri Tante Nana. "Iya, Tante." Alona duduk di kursi yang sering Alona duduki. "Kak Eylia di mana, Tan?" Alona mencari-cari Eylia, tetapi orangnya tidak ada.

"Dia lagi beli keperluan di mini market." Alona meminum air putih yang sudah disiapkan Tante Nana. "Oh iya, Eylia ngajak kamu jalan. Katanya, dia mau ajak kamu ke taman hiburan gitu. Dia dapet tiket dari sahabatnya dua, jadi dia mau ajak kamu." Alona terbatuk-batuk mendengar.

Tante Nana langsung menepuk-nepuk Alona. "Kamu hati-hati, dong, minumnya," khawatir Tante Nana.

"Jam berapa, Tan, perginya?" tanya Alona sambil melihat jam di ponselnya. Terlihat jam menunjukkan jam setengah tujuh.

"Jam sembilan pagi nanti." Tante Nana melihat wajah Alona yang menunjukkan ekspresi sangat terkejut. "Kamu hari ini nggak usah masuk kerja. Tante, liburin."

"Tapi, Tante...," ragu Alona.

"Udah, nggak usah tapi-tapi." Tante Nana tidak memberikan Alona waktu untuk menolak.

Eylia pun pulang membawa kantong belanjaannya. "Alona!" panggil Eylia sedikit keras.

"Berisik, sayang," omel Tante Nana pada anaknya. Eylia tertawa nyengir ketika mendengar mamanya mengomel.

"Alona, lu siap-siap. Jam sembilan nanti kita mau pergi," ucap Eylia.

"Kakak, kenapa nggak nanya aku dulu?" Alona tidak enak dengan Tante Nana karena libur dari kerjanya.

"Kelamaan. Pasti kalo gue nanya, lu nolak. Jadi gue nggak nanya. Lu nggak usah nggak enakan gitu. Mama no problem, kok." Eylia sangat tau Alona. Alona sering menolak ajakan orang karena ia tidak mau merepotkan orang lain, jadi ia tidak ingin memberitahukan dulu.

Alona pasrah menerimanya, karena Eylia akan melakukan apa saja agar Alona terima ajakannya. Selain alasan yang penting, Eylia tidak akan menerima.

***

"Kak, aku nggak boleh ganti baju?" tanya Alona karena tidak nyaman dengan baju yang ia pakai sekarang.

"Hufttt. Masa mau jalan cuma pake kaos ama celana jeans. Kamu itu udah SMA, jangan cuma tau kaos dan celana jeans," gerutu Eylia.

Yah, tadi Alona hanya memakai kaos dan celana jeans. Eylia yang tidak tahan melihatnya, langsung menarik Alona dan mengganti baju Alona secara paksa. Jadi sekarang Alona memakai baju terusan remaja yang feminim.

"Dulu aku pakai dress, Kakak, marah-marah." Perkataan Alona membuat Eylia tertampar. Dulu Eylia sering marah-marah jika Alona memakai baju terusan atau baju yang terkesan imut. Eylia tidak mau ada laki-laki yang mendekati Alona. Yah, Eylia memang sangat protektif dengan Alona.

"Yah, kan, Kakak, nggak mau ada laki-laki buaya yang dekatin kamu." Eylia memanyunkan bibirnya. Alona terkekeh melihat Eylia.

Mobil yang dikendarai Eylia berhenti di sebuah rumah mewah seperti gedung. Alona heran, kenapa Eylia mampir ke sini.

Eylia sadar akan keheranan Alona. "Kamu tau, kan, kalo tiketnya didapat dari sahabat?" Alona mengangguk. "Nah, jadi yang ngasih tiket suruh ngumpul di rumahnya."

"Kak Nina?" Eylia menautkan ibu jarinya.

Karena penjaga rumah sudah tau dengan Eylia, jadi penjaga itu langsung membukakan pagarnya. Eylia dan Alona pun masuk.

Nina yang seperti tau Eylia datang, langsung membuka pintu. "Eylia!" panggil Nina.

Nina langsung menyuruh Eylia dan Alona masuk. "Seira udah dateng?" Eylia mendudukkan dirinya di sofa.

"Kayak lu nggak tau si Seira aja. Dia, kan, orangnya suka telat kalo dateng," ucap Nina.

"Iya juga, sih."

"Alona ikut, nih?" Nina melihat Alona datang bersama Eylia. Alona tidak menjawab tetapi ia menunjukkan senyumnya. "Kalem seperti biasa," ucap Nina.

Alona memainkan ponselnya sembari menunggu sahabatnya Eylia yang bernama Seira. Eylia sedang ke kamar kecil sebentar, sedangkan Nina pergi ke kamarnya untuk menyiapkan barang yang akan ia bawa.

Nina dan Seira mengenal Alona baru-baru ini, tapi mereka sudah tau sifat Alona yang pendiam. Eylia sering menceritakan tentang Alona pada sahabatnya, tetapi mereka belum pernah bertemu. Saat Nina dan Seira melihat Alona, mereka langsung suka dengan Alona, karena Alona adalah adik yang baik, berbeda dengan adik mereka.

"Kak!" panggil seseorang. "KAK!! KAK NINA!!" Orang itu menguatkan suaranya karena Nina tidak menjawab.

Alona mendengar suara itu, tetapi ia malah menundukkan kepalanya. Orang itu yang merasa asing dengan Alona langsung ikut menunduk.

"PAAN, SIH?! NAPA LU BALIK?! " Nina keluar dengan emosinya yang membara. Melihat kakaknya datang, orang itu langsung menegakkan badannya lagi.

"Kak! Alat lukis si Luki yang ketinggalan, Kakak taruh mana?" tanya orang itu.

"Ada di kamar lu, wahai adikku, Kevin!" Nina sudah kesal menghadapi adiknya itu. Yah, orang itu adalah Kevin, adiknya Nina.

"Kak, ini siapa?" Kevin bingung dengan Alona. Ia kenal dengan Eylia dan Seira, tetapi orang ini tidak terlihat seperti Eylia atau Seira. Kevin merasa sedikit familiar dengan Alona.

"Itu adiknya si Eylia." Setelah menjawab, Nina langsung kembali ke kamarnya.

"Adik?!" Kevin terkejut mendengarnya, karena setau Kevin, Eylia adalah anak tunggal.

"Kevin!" Alona langsung gugup ketika mendengar suara orang yang memanggil Kevin.

"Bentar, Jeff. Gue nyari alatnya dulu di kamar, habis itu kita gas ke rumah Luki." Kevin lari ke kamarnya untuk mencari alat lukis Luki.

Alona masih menundukkan kepalanya sampai wajahnya tidak terlihat. Baru saja kemarin Alona menghindari Jeffry, sekarang malah bertemu di rumah sahabat Eylia.

Jeffry duduk di sofa sambil menunggu Kevin. Jeffry sedikit heran melihat wanita di sebelahnya yaitu Alona. "Aneh," pikir Jeffry dalam benaknya.

Alona ingin segera pergi dari sini, ia tidak ingin bertemu dengan Jeffry. Sebuah ide terlintas di benaknya. Alona bangun dan pergi menuju kamar kecil dengan wajah yang tetap menunduk. Jeffry mengerutkan keningnya melihat Alona. Perasaan tidak asing pun dirasakan Jeffry, tapi ia memilih untuk mengabaikannya.

Eylia baru saja datang dari kamar kecil. Ia tidak bertemu dengan Alona karena Alona pergi ke kamar kecil yang lain. Eylia melihat Jeffry, tentu Eylia tau siapa Jeffry, tetapi ia tidak peduli.

Kevin datang membawa alat lukis Luki. "Eh, Kak Eylia." Kevin menunjukkan senyum manisnya pada Eylia.

Eylia membalas senyuman Kevin dengan senyuman juga. Kevin senang melihat senyuman Eylia.

"Udah sana pergi!!" Nina langsung mendorong Kevin untuk pergi.

Seketika senyum Kevin langsung sirna melihat kakaknya yang mengganggu. Sebagai kakak, tentu Nina tau Kevin ada perasaan lebih untuk Eylia. Nina tidak membantu Kevin untuk dekat dengan Eylia, tetapi malah mengganggunya, karena menurutnya, Kevin masih terlalu muda untuk berpacaran dengan Eylia walaupun hanya beda setahun.

Kevin dan Jeffry pun pergi setelah menemui alat Lukis Luki.

Eylia mencari-cari Alona, tetapi Alona tidak ada. "Eh, lu liat Alona?" tanya Eylia.

"Tadi, kan, ada di sini atau mungkin lagi ke kamar kecil."

Orang yang ditunggu pun datang. Dia adalah Seira. "HALO GESSS!" Seira yang harusnya mendapat sambutan malah mendapatkan cubitan dari Nina.

Nina mencubit pipi Seira kesal. "Lu kemana, aja? Nggak mungkin lu minum dulu air kerannya baru mandi, kan?"

"Hehehe, sorry," nyengir Seira.

"Untung sayang," ucap Nina.