Nina dan Seira sedang memakan cemilan sembari menunggu Eylia datang. Mereka bertiga ingin kerja kelompok.
"Nina," panggil Seira.
"Napa?"
"Lu nggak jadi nelepon Kevin?" tanya Seira.
"Tadinya, sih, mau, tapi biarin aja, deh. Mana tau dia lagi kesenangan karena ketemu si Eylia."
"Lagian lu napa kagak ngerestuin mereka?"
"Kevin terlalu muda untuk Eylia," ucap Nina.
"Aelah! Cuma beda atu taun!" Seira sedikit kesal dengan Nina.
"Iya, sih, tapi biarin aja. Mana tau semangat si Kevin makin membara kalo gue larang."
"Iya juga, sih." Seira mengangguk setuju.
Tidak lama kemudian, Eylia datang. Eylia membawa sedikit cemilan yang ia beli tadi saat mampir ke mini market.
Mereka pun memulai kerja kelompoknya karena Eylia tidak mau istirahat. Nina mencari informasi yang sudah disuruh gurunya. Eylia mencatat informasi yang sudah dicari Nina. Seira menggambar hiasan kertas agar terkesan lebih bagus.
Seira sudah menggambar hiasan yang bagus. Belum selesai menggambar, Eylia langsung memainkan ponselnya. Sampai 15 menit kemudian, ia masih tetap memainkan ponselnya.
"Seira, jangan duduk mulu dong! Kerjain bagian lu," ucap Nina.
"Sabar nyai, gue lagi istirahat bentar," ujar Seira.
"Alah! Alasan lu! 15 menit udah cukup untuk istirahat." Nina membiarkan Seira memainkan ponselnya, tapi melihat Seira tidak kembali mengerjakan bagiannya, Nina langsung bersuara.
"Istirahat gue itu satu jam." Seira masih tetap dengan ponselnya.
"Eylia," panggil Nina. Eylia langsung menoleh ke arah Nina. "Coret aja namanya."
"Ok." Tanpa membantah, Eylia langsung setuju.
"Eh, jangan dong. Gue kerjain, nih." Seira menaruh ponselnya dan mulai mengerjakan bagiannya lagi.
"Tinggal berapa lagi?" tanya Eylia pada Seira.
"Dikit lagi, kok, tenang aja." Eylia ber-oh ria.
Mereka kembali mengerjakan tugas mereka.
"Eylia. Kemarin ada anak yang minta nomor lu," ucap Seira.
"Siapa?" tanya Eylia.
"Arkan, anak XII IPA 1."
"Trus lu kasih?" Nina menoleh ke arah Seira.
"Kagak lah! Ya, kali. Eylia nggak mau, pasti gue juga nggak mau," ucap Seira.
"Kan, dia nggak minta nomor lu," saut Nina.
"Tolak permintaan dia untuk minta nomor Ely, Nina bego," kesal Seira.
"Ya, kirain aja lu pede, gitu," ledek Nina. Seira menatap Nina malas.
"Eylia, kok, lu nggak mau pacaran, sih?" tanya Seira heran.
"Gue nggak mau salah pilih cowo. Makanya gue nggak mau dulu." Eylia memang belum pernah berpacaran.
"Iya, sih, entar pacaran-pacaran, terus putus," ucap Seira.
"Makanya gue nggak mau," ucap Eylia.
"Yang namanya hubungan pasti nggak akan selalu berjalan mulus." Eylia mengangguk ketika mendengar ucapan Nina. "Nggak apa-apa juga, sih, kalo lu belum mau. Yah, jangan terburu-buru. Nanti malah putus, kek si Seira. Baru satu minggu pacaran, eh, cowonya minta putus karena dia sama Seira cuma main-main." Nina menyindir Seira.
"Yang sabar, ya, lagian kemaren kita udah bilang kalo cowo itu cuma main-main, tapi lu nggak percaya." Eylia mengelus lengan Seira.
"Hehe, iya, iya maap. Lain kali gue dengerin nasihat tante Eylia dan Ibu Nina."
"Bagus," ucap Eylia dan Nina kompak.
Seira menghias kertas karton yang memuat tugas kelompok mereka. Seira juga menempel kertas yang sudah ditulis Eylia. Bagian Nina dan Eylia sudah selesai, jadi mereka istirahat sambil menunggu Seira menghias. Tugas yang mereka kerjakan tidak memakan waktu yang lama.
"Selesai juga tugasnya." Seira meregangkan badannya. "Gue ambil cemilan lagi, ya." Seira pergi untuk mengambil cemilan.
"Jangan lupa minumnya! Punya gue, dah, habis," ucap Nina.
"Nggak ada akhlak," ledek Eylia.
"Biarin. Seira ini, kok, yang ambil." Eylia langsung menatap Nina malas.
Seira pun datang membawa toples yang berisi cemilan. Seira menaruh cemilan itu di meja.
"Minum mana?" tanya Nina tanpa dosa.
"Sabar, dong! Lu nggak liat gue bawa tiga toples," omel Seira.
"Iya, iya, canda." Nina tertawa pelan melihat Seira mengomel. Seira pergi lagi untuk mengambilkan Nina minum.
"Kenapa nggak ambil sendiri lu?" tanya Eylia. Ibu Seira sudah mengenal Nina dan Eylia, jadi tidak jadi masalah bila Nina ingin mengambil minuman sendiri.
"Males gue. Adeknye rusuh." Seira memang mempunyai satu adik laki-laki berumur sepuluh tahun, bernama Sehan.
"Bener juga, sih. Gue juga males ngadepinnya." Eylia pun suka diganggu oleh Sehan.
"Entar gue di kejar-kejar lagi. Udah kek maling gue," ucap Nina.
Seira datang membawa minuman. "Nih, minumnya." Seira menaruh minuman yang ia bawa. "Udah, kan?"
"Udah, thank you," ucap Nina. Seira mengangguk
"Buat gue juga?" tanya Eylia.
"Sekalian." Eylia ber-oh ria.
"Lu pada pulang jam berapa?" tanya Seira.
"Bentar lagi. Gue nggak mau lama-lama, entar kemaleman," jawab Eylia. Nina juga mengangguk setuju.
Mereka pun berbincang-bincang bersama sembari memakan cemilan yang sudah Seira bawakan. Dari hal yang penting, sampai yang tidak ada faedahnya. Tapi 80% topik yang mereka perbincangkan memang tidak ada yang penting. Obrolan ringan antar sahabat saja.
"Nina. Lu udah ngasih tau adek lu?" tanya Seira.
"Ah, lu napa nggak nelpon si Kevin? Dia jadi nunggu. Tapi gue udah bilang, sih, kalo lu mau kerkom," ucap Eylia.
"Sengaja." Eylia menggeleng heran melihat sahabatnya yang sangat jail.
***
Luki yang tadinya ingin pulang, jadi nongkrong dengan Kevin. Karena Nina yang tidak jadi dijemput, jadi Kevin mampir untuk nongkrong.
"Kakak lu beneran nggak jadi dijemput?" Luki takut kena semprot Nina.
"Paling nanti minta jemputnya, pas udah selesai kerkom." Luki menaik-turunkan wajahnya. "Lu serius nggak sama hubungan lu dan Revha?" tanya Kevin tiba-tiba.
"Kenapa tiba-tiba lu nanya gitu?" Luki sedikit terkejut mendengar topik dari pertanyaan Kevin.
"Mau tau aja."
"Kalo nggak serius, ngapain gue ampe kek orang goblok gini cuma buat mikirin cara biar balikan." Luki menyandarkan badannya.
"Yah, lu, kan, mantan playboy. Mana tau perlakuan lu ke Revha juga cuma main-main." Kevin hanya ingin tau apakah Revha adalah perempuan yang diperlakukan sama dengan yang lain atau tidak.
"Awalnya gitu." Luki melihat ke luar jendela. "Tapi, gue kemakan omongan gue sendiri yang cuma mau main-main."
"Yah, udah gue duga."
"Awal gue ketemu Revha itu karena truth or dare."
Kevin yang tadi menyandar, langsung menegakkan badannya.
"Revha terkenal cewe yang galak dan susah didekati. Tapi karena kecantikannya, banyak cowo yang suka sama dia. Pas gue main truth or dare, botol berputar dan berhenti di gue. Karena gue pilih dare, jadi temen gue pada ngasih tantangan. Dan tantangannya itu, nembak Revha. Yah, jujur gue males karena gue tau Revha itu bukan cewe gampangan. Tapi mau nggak mau gue tetep lakuin. Yah, akhirnya gue beneran nembak dia."
"Terus ditolak, kan," saut Kevin yang sudah tau jawabannya.
"Yup, gue ditolak. Karena sifat galak dan sentimen dia sama cowo, gue jadi penasaran ama dia. Ya, gue deketin. Rencananya emang pas si Revha terima gue, yah, gue tinggal. Tapi seiring berjalannya Yakult."
"Waktu, goblok!" jengkel Kevin.
"Iya, iya, canda. Seiring berjalannya waktu, gue jadi beneran suka ama dia. Perasaan gue yang hanya sebatas penasaran jadi beneran. Yah, karena gue nggak bisa mengelak, jadi gue jujur sama Revha tentang semuanya. Dari rencana awal gue sampai perasaan sayang yang beneran tumbuh. Yang buat gue kagum, Revha nggak marah. Dia malah senyum. Katanya dia suka sama gue yang bisa menerima perasaan asing yang muncul. Bukan mengelak, tapi menerima."
"Kenapa lu bisa selingkuh sama Febi?" Luki hanya pernah menceritakan nama wanita yang menjadi orang ketiga di hubungan mereka. Tetapi Luki tidak memberitahukan, alasan Luki berbuat seperti itu.
"Huftt!" Luki mengusap wajahnya kasar. "Sebenarnya gue nggak selingkuh."
"Gue nggak ngerti, jink! Katanya lu selingkuh! Tapi sekarang nggak! Yang mana yang bener?! Jan bikin otak gue pecah, deh!" Otak Kevin sudah tidak bisa mencerna perkataan Luki.
"Lebih tepatnya hati gue yang nggak selingkuh. Prioritas gue tetep Revha. Tapi Febi ...."
"Apa?" Rasa penasaran Kevin sudah berada di puncaknya.
"Febi itu kakaknya Revha."
"Ohh, ehh, APAAA?! KOK, GUE NGGAK TAU?!" Luki menutup mulut Kevin.
"Berisik, nyet! Diliatin orang!" Karena teriakan Kevin, orang-orang langsung melihat ke arah mereka.
"Jadi maksud lu orang ketiganya kakak pacar lu sendiri?" Luki mengangguk. "Dark banget, sat!"
"Gue selingkuh dari Revha karena—" Ucapan Luki terpotong karena ponsel Kevin berdering.
"Apa lagi ini?!" Kevin langsung mengangkat panggilannya dengan kesal. "Apa?!"
"Heh! Enak banget lu ngomong sama kakak sendiri begitu!"
Kevin langsung mengecek nama kontak yang meneleponnya. "Anjink!" batin Kevin mengumpat. "Maap! Lagian Kakak ganggu aja."
"Ya, sorry. Gue, kan, mau minta jemput."
"Beneran nggak?! Entar tipu lagi!" Kevin sudah kesal dengan kakaknya yang bilang ingin dijemput tapi malah pergi kerja kelompok.
"Iya, iya, sorry. Ini beneran, kok."
"Ya udah, Kevin otw."
Kevin menutup panggilan itu. "Ayo, pulang. Gue anter lu dulu, baru jemput Kak Nina." Luki pun mengangguk dan beranjak pergi bersama Kevin.