Bel pulang pun berbunyi. Seluruh siswa HWS langsung membereskan buku mereka, lalu pulang. Berbeda dengan kelas X IPA 3. Mereka sedang berkumpul di kelas.
"Hari ini kita bakal buat jadwal piket," ucap Pandu selaku ketua kelas. Diantara mereka, banyak yang berdoa semoga mereka tidak piket pada hari Senin.
"Sebenarnya gue ama Pandu udah buat jadwalnya, karena Pak Haris suruh gc. Jadi kita tinggal bacain, aja," jelas Wenda, selaku wakil ketua kelas.
"Gue jelasin dulu sistem piket kita. Kita sekolah selama lima hari, nah, satu hari diantara itu kita akan piket bersama atau kerja bakti satu kelas. Jadi tersisa empat hari. Satu hari akan ada tujuh orang yang piket. Ingat!satu hari akan kita adakan piket bersama atau kerja bakti. Pak Haris menyarankan hari Kamis untuk piket bersama dan untuk hari Jum'at, yang piket cewe semua," jelas Pandu.
"Gue bacain jadwalnya, ya. Hari Senin, Alona, Beni, Farel, Gio, Noval, Revha, Ryan. Selasa, Arwan, Cecilia, Juna, Pandu, Rachel, Raka, Soni. Rabu, Deran, Sakura, Ian, Sendi, Wenda, Yana, Yovin. Jum'at, Dea, Kenia, Mawar, Ruby, Sella, Tasya, Ulva. Itu jadwalnya." Wenda sudah membacakan jadwal piket yang sudah ia dan Pandu buat.
"Waduh, hari Senin bakal susah tu, ada Farel ama Gio. Revha ama Alona yang sabar, ya." ucap Dea.
"Bersyukur gue nggak satu jadwal ama Dea." Gio memegang dadanya lega dan Farel menyetujuinya. Dea yang mendengarnya hanya memutar bola matanya malas.
"Oh iya, piket sesuai jadwal akan dilaksanakan minggu depan. Untuk minggu ini, kita piket bareng-bareng."
"Siap," balas satu kelas pada Pandu.
"Udah, lu pada pulang, dah. Entar keburu dicariin emak," usir Wenda pada semuanya. Mereka pun keluar dari kelas untuk pulang.
Alona dan Revha jalan beriringan di lorong. Revha sedang memainkan ponselnya. Saat sampai di pertigaan dekat tangga, Alona berpapasan dengan Jeffry. Tetapi yang melihat mereka berpapasan hanya Jeffry.
Alona yang sedang asik jalan dan berbincang dengan Revha yang sudah menyimpan ponselnya tiba-tiba berhenti. Jeffry menahan tangan Alona. Alona membalikkan badannya, dan terlihat wajah Jeffry yang menunjukkan kebencian padanya. "Kenapa?" tanya Alona dengan suara yang benar-benar pelan.
Tanpa menjawab, Jeffry langsung menarik Alona pergi dari sana.
"Eh, tunggu!" Jeffry mengabaikan panggilan Revha. Kevin terkejut melihatnya, berbeda dengan Luki yang sedang menatap Revha dalam. Revha sadar dengan tatapan Luki padanya, tetapi ia memilih untuk mengabaikannya dan mengejar Jeffry yang sudah membawa Alona pergi. Sayangnya saat Revha ingin mengejar, sosok Jeffry dan Alona sudah hilang tanpa jejak. Revha tidak menyerah, ia tetap mencari Alona sampai ketemu dan bagaimana pun caranya.
***
Jeffry masih menarik Alona dengan kasar. Alona kesakitan dengan genggaman Jeffry dan mungkin tangan Alona sudah memerah. "Jeffry, sakit," rintih Alona pada Jeffry.
Jeffry berhenti tanpa melepas genggamannya yang sudah membuat tangan Alona merah. Ia membalik badannya dan menatap Alona. Terlihat tatapan takut dari sorot mata Alona. "Sebenarnya lu siapa?"
Alona bingung dengan pertanyaan Jeffry. "Aku Alona Cluver." Alona benar-benar tidak mengerti dengan pertanyaan Jeffry.
"Kenapa?" Jeffry menangkup pipi Alona dengan kasar. "Wajah ini, kenapa harus muncul di hadapan gua!" bentak Jeffry yang membuat Alona takut.
"Ma-maaf, aku nggak sengaja nabrak kamu...," lirih Alona.
"Gua benci dengan wajah ini! Gua berusaha untuk melupakan, tetapi sekarang malah muncul tanpa rasa bersalah!" Wajah seorang wanita yang ia benci tiba-tiba muncul di memorinya. Wanita yang sudah menghancurkan kehidupan keluarga William.
Air mata Alona jatuh. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena tenaga seorang Jeffry tidak lebih kecil dari Alona.
Tiba-tiba Jeffry terdorong. Jeffry langsung menatap orang yang mendorongnya.
Revha yang sedang mencari Alona tiba-tiba melihat Jeffry yang sedang menangkup kasar pipi Alona. Revha langsung lari mendorong Jeffry agar menjauh dari Alona. "Ayo kita pergi!" Revha menarik Alona menjauh dari sana.
"Cih! Wanita sialan! Benar-benar tidak tau malu!" Jeffry membiarkan Alona pergi, tetapi tidak untuk besok-besok.
Disisi lain, Revha sedang menenangkan Alona. Revha mengajak Alona pulang bersama dengannya karena Revha khawatir akan terjadi apa-apa dengan Alona. "Huftt. Baru tadi gue yang kayak gini, sekarang Alona. Yang namanya sahabat nggak ada bedanya," batin Revha.
"Alona, alamat lu di mana?" tanya Revha.
"Aku turun di sini, aja."
"Nggak! Di mana?!" Revha tetap memaksa.
"Jalan Purna." Mau tidak mau, Alona tetap memberitahukan alamatnya. Revha langsung menyuruh supirnya untuk menuju ke jalan yang diucapkan Alona.
Saat mereka sudah sampai di jalan Purna, Revha terlihat bingung. Ia berpikir kenapa Alona bukannya langsung pulang, tetapi malah ke sebuah Cafe. "Apakah Alona tinggal di Cafe?" Kira-kira, seperti itulah pertanyaan yang muncul dibenak Revha.
"Alona, lu tinggal di sini?" tanya Revha penasaran.
"Aku kerja," ucap Alona.
"Ohh-eh apa?! Kerja? Part time?" tanya Revha bertubi-tubi.
"Iya, aku part time di sini."
"Ya udah, deh, gue tungguin lu pulang. Jangan nolak!" Alona mengangguk. Ia langsung ke belakang untuk mengganti bajunya.
***
Revha sedang mengantar Alona pulang. Alona sudah menolak ajakannya, tetapi yang namanya Revha, tidak akan pernah menerima penolakan dari Alona.
Alona termenung memikirkan kejadian tadi. Ia tidak paham kenapa Jeffry benci dengannya. Padahal mereka tidak dekat, bahkan, mengenal saja tidak. Alona tidak bisa mengabaikan kejadian itu. Rasanya seperti Jeffry sangat ingin melenyapkan Alona.
"Alona," panggil Revha. Alona langsung menoleh ke arah Revha. "Lu nggak apa-apa?" Revha sangat khawatir dengan Alona.
"Nggak. Aku nggak apa-apa. Kamu juga baik-baik aja, kan?" Bukan hanya Alona yang mengalami masalah, tetapi Revha juga mengalaminya.
"Iya, gue nggak apa-apa."
Mobil milik Revha pun berhenti di depan rumah Tante Nana. Terlihat di sana ada Eily yang sedang keluar membawa kantong plastik. "Eh, Alona." Eily membuang kantong plastik yang ia bawa, lalu menghampiri Alona.
"Iya, Kak." Alona menampakkan senyum manisnya pada Eily.
Pandangan Eily teralihkan ke arah wanita seusia Alona yang keluar dari mobil. "Teman Alona?" tanya Eily.
"Iya, Kak." Revha menjawab sebelum Alona bersuara.
"Ah, temannya. Mampir dulu, yuk," ajak Eily dengan ramah.
"Boleh, Kak?" Entah kenapa mata Revha berbinar-binar mendengar ajakan Eily. Alona heran dengan Revha yang terlihat antusias.
"Boleh, dong, masa nggak boleh." Eily langsung menarik mereka untuk masuk.
Rumah yang dimiliki Tante Nana memang tidak semegah rumah orang tua Revha. Tetapi Revha senang, karena ia bisa mampir ke rumah seseorang yang sudah ia anggap sahabat.
"Mama!" panggil Eily sedikit kencang agar terdengar. Tante Nana pun muncul dari arah dapur.
"Loh, ada teman Alona, ya?" ramah Tante Nana.
"Kok, mama tau kalo dia teman Alona?" tanya Eily heran.
"Kan, baju seragamnya sama, sayang." Tante Nana menunjuk seragam yang digunakan Revha.
"Oh iya, hehehe." Tante Nana geleng-geleng kepala melihat anak satu-satunya itu.
"Ayo duduk." Alona dan Revha pun duduk. "Nama kamu siapa?" tanya Tante Nana.
"Revha, Tan," jawab Revha dengan senyumnya.
"Tante siapin makanan dulu, ya. Tadi Tante baru kelar masak." Tante Nana balik ke dapur untuk menyiapkan makanan. Alona bangun untuk membantu. Tante Nana yang sudah tau Alona pasti akan bangun untuk membantu pun balik untuk menghentikan Alona. "Kamu duduk aja, biar Tante yang siapin." Walaupun Tante Nana berbicara seperti itu, Alona tetap ke dapur untuk membantu. Tante Nana hanya bisa pasrah melihat Alona.
"Kak Eily, maaf ngerepotin," ucap Revha.
"Ihhhh, nggak apa-apa. Nggak ngerepotin, kok. Mama malah senang akhirnya ada teman Alona yang datang," ucap Eily tidak keberatan.
"Memang, Alona, nggak pernah punya teman?" Setelah mendengar ucapan Eily. Revha berpikir apakah memang benar Alona tidak punya satu pun teman.
"Alona selalu sendiri. Teman yang ia miliki hanya Kakak." Memang Revha sudah berpikiran kalau Alona tidak memiliki satupun teman. "Jadi, Kakak, senang akhirnya Alona mempunyai teman. Terima kasih, Revha," ucap Eily sambil tersenyum manis. Revha yang melihatnya pun ikut tersenyum dan mengangguk.