Chereads / Forever in Here / Chapter 9 - 9. Berkunjung

Chapter 9 - 9. Berkunjung

Alona sedang berjalan di lorong sekolah untuk pulang. Revha sudah pulang dulu, karena ia ada pertemuan keluarga. Alona ke kamar kecil sebentar untuk mencuci tangan. Lalu ia keluar. Semua pun berjalan pulang, terkecuali untuk mereka yang sedang kerja kelompok, piket dan lain-lain.

"Jeff, lu nggak mau ikut ekskul basket?" Samar-samar Alona mendengar percakapan yang melibatkan Jeffry. Seketika Alona langsung sembunyi. Ia takut bertemu dengan Jeffry.

"M," jawab Jeffry kelewat singkat.

"Apaan, dah? Males? Mager? PMS?" Kevin menoyor kepala Luki.

"Cowo, coek." Luki menyengir. "Jeff, lu kalo mau ikut bilang ke si Bima. Dia kapten," ucap Kevin.

"Lu bukan kapten?" Jeffry hanya heran, kenapa bukan diantara mereka yang jadi kapten.

"Luki, sih, nggak mau karena mager. Kalo gue, yah, karena Bima lebih kompeten aja dari gue." Jeffry ber-oh ria sebagai responnya. "Oh iya, si Robin juga udah keluar, makanya nggak kepilih," ucap Kevin.

"Gue nggak nanya dia." Luki diam melihat aura Jeffry yang seperti ingin menghajar siapapun yang lewat, sedangkan Kevin hanya santai.

Saat SMP, Jeffry dan Robin tidak pernah akur. Mereka berdua sering bersaing. Kalau pikir kalian Jeffry tidak pernah dapat peringkat dua itu benar, tapi sayangnya Jeffry pernah menduduki peringkat itu saat SMP. Robin yang merebutnya. Jeffry dan Robin sering berlomba untuk mendapati peringkat satu. Jeffry adalah orang yang tidak suka dengan kekalahan, jadi tidak heran dia tidak suka dengan Robin. Tapi semenjak kembali dari pertukaran pelajar, peringkat Robin turun. Ia mendapat peringkat empat. Tentu Jeffry heran dengan Robin, karena sampai sekarang pun peringkat Robin tidak naik, malah turun menjadi lima.

"Gue kira lu udah adem ama Robin," ucap Kevin.

Alona masih bersembunyi. "Jangan sampai dia tau aku ada di sini," ucap Alona dalam benaknya. Jeffry melewatinya, ia tidak sadar dengan Alona yang sedang bersembunyi karena Jeffry tidak memiliki kekuatan. Alona tetap bersembunyi bahkan, menutup matanya. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya. Seketika Alona langsung berkeringat dingin.

"Alona, lu napa?" Alona tersadar ketika mendengar suaranya. Ia langsung membalikkan badannya. Ternyata orang itu adalah Robin.

"Ah, ternyata Kakak." Alona benar-benar lega.

"Lu lagi ngumpet?" Robin menatap sekelilingnya dan tidak ada siapa-siapa. "Nggak ada orang."

"Ah, nggak, aku lagi... sembunyi dari Revha. Soalnya tadi dia mau ngajak pulang bareng, tapi aku nggak mau." Alona tidak ingin Robin tau mengenai ini, karena Alona tau Robin dan Jeffry saling membenci. Jadi ia memilih untuk berbohong agar tidak terjadi perkelahian antara Robin dan Jeffry.

"Cewe yang suka bareng lu sekarang?" Alona mengangguk. "Oohhhhhh."

"Kakak kenapa ada di sini?" tanya Alona penasaran karena Robin tidak pernah pulang lewat lorong sini.

"Mau ngajak lu pulbar," jawab Robin. "Udah lama gue nggak nyapa Bunda Nia."

"Aku udah pindah." Robin kaget mendengarnya.

"Apa?! Lu diusir sama Bunda Nia gitu?" Alona menepuk jidatnya.

"Bukan gitu. Aku sekarang tinggal di rumah Tante Nana, karena dari panti ke HWS jauh."

"Ah, Tante Nana, toh," ucap Robin.

"Iya." Karena Alona pindah saat SMA, jadi Robin tidak tau. Untuk kerja part time juga Robin tidak tau. Robin sering main ke panti saat SMP dan Alona sering menceritakan tentang Eylia dan Tante Nana pada Robin. Eylia dan Alona memang sudah dekat dari sebelum Alona masuk kerja part time. Eylia juga sering main ke panti, dan ia juga sudah pernah bertemu dengan Robin.

"Ya udah, ayo temenin gue ketemu Bunda Nia," ajak Robin.

"Aku n-nggak bisa."

Robin bingung dengan penolakan Alona, karena biasanya Alona tidak pernah menolak ajakan Robin untuk menemaninya bertemu Bunda Nia. "Kenapa?

"Aku... emm... kerja—" Omongan Alona terpotong.

"APA?! TANTE NANA NGGAK MAU NANGGUNG LU MAKANYA DIA NYURUH LU KERJA?! Lagi-lagi Robin salah paham.

"Bukan! Kakak negatif mulu."

"Lagian omongan lu bikin gue ambigu," ucap Robin. "Kalo gitu kenapa kerja?" Robin masih penasaran.

"Aku nggak mau ngerepotin Bunda Nia dan Tante Nana, makanya aku minta izin Bunda untuk kerja part time." Robin menepuk jidatnya karena ia lupa kalau Alona orangnya tidak mau menyusahkan orang lain.

"Hampir gue lupa," gumam Robin. "Lu kerja di Cafe Tante Nana, kan?" Alona mengangguk. "Ya udah, ayo gue anterin. Habis pulang part time, anterin gue ke panti." Alona mengangguk lagi. Bibir Robin sedikit terangkat melihat Alona. 'Imut.'

***

Alona turun dari motor Robin dengan keadaan muka yang pucat. "Kakak kenapa harus ngebut?!"

Robin terkekeh melihat Alona. "Sorry. Biar cepet aja." Robin mencubit gemas pipi Alona dan ia membenarkan rambut Alona yang berantakan.

"So sweet banget, ya." Tiba-tiba muncul Eylia yang sedikit gerah melihat mereka.

"Eh, Eylia," sapa Robin santai.

"Keliatan juga lu. Padahal kemarin-marin batang idung lu nggak keliatan." Eylia menatap tajam Robin.

"Lu seneng, dong, gue di sini?" Robin menaik-turunkan alisnya.

"Gue lebih seneng lu nggak ada, tuh." Entah kenapa Alona merasakan aura panas dari mereka berdua.

Alona teringat bahwa dia ke sini untuk kerja. "Emmm, Kak Eylia, Kak Robin, Alona masuk dulu, ya."

"Ya," balas Eylia dan Robin secara bersamaan.

Robin pergi duduk untuk menunggu Alona. "Kenapa lu nggak pulang?" tanya Robin. Info ya, Eylia tua satu tahun dari Robin. Tapi Robin tidak pernah memanggil Eylia dengan 'Kak', karena menurut Robin, Eylia tidak terlihat seperti seseorang yang harus dipanggil dengan sebutan 'Kak'.

"Bukannya gue yang harus nanya kayak gitu?" Eylia masih menatap tajam Robin.

"Entah," balas Robin yang membuat Eylia semakin kesal.

Disisi lain, Alona sedang mengganti bajunya. Ia keluar untuk melaksanakan tugasnya. Alona melihat ke luar dan terlihat Eylia dan Robin masih setia berdebat. Alona heran kenapa mereka tidak pernah akur.

***

Alona dan Robin sedang pergi menaiki motor Robin. Mereka pergi menuju panti untuk bertemu Bunda Nia. Robin tidak mengebut, karena ia tidak mau Alona ketakutan seperti tadi. Motor yang dikendarai Robin pun berhenti di depan panti. Alona turun dan melepas helmnya, begitu juga dengan Robin.

"Hadehh! Susah banget lepas dari si nenek lampir," gerutu Robin. Alona tersenyum mengingat kejadian sebelum mereka pergi dari Cafe Awkins.

"Lu mau bawa Alona kemana?" Eylia menahan Alona untuk pergi dengan Robin.

"Elah. Gue cuma mau Alona nemenin gue ketemu Bunda Nia," ucap Robin.

"Kan, bisa sendiri."

"Maunya berdua," ucap Robin sambil melipat tangannya.

"Gue nggak izinin."

"Lu orang tuanya?"

"Gue kakaknya."

"Terus gue harus bilang 'wow' gitu?"

Alona benar-benar heran dengan mereka. Untunglah Alona menenangkan Eylia, jadi ia bisa pergi dengan Robin.

Alona mengetuk pintu panti. Tidak lama menunggu, pintu yang diketuk Alona terbuka dan menampilkan seorang perempuan yang berumur sepuluh tahun.

"Kak Alona! Kak Robin!" Alona dan Robin tersenyum melihat Emily. Ia adalah salah satu anak panti Bunda Nia.

Alona dan Robin masuk. Tiba-tiba Alona diserbu oleh anak panti, begitu juga dengan Robin.

"KAK ALONA! KAK ROBIN! KANGEN!" teriak Jessica. Alona dan Robin terkekeh melihatnya.

"Kak Robin! Kita nunggu Kak Robin!" ucap Evan.

Robin tersenyum. "Ah, iya, maaf."

"Alona, Robin," panggil Bunda Nia yang baru datang dari arah dapur.

"Bunda." Alona langsung memeluk Bunda Nia. "Kangen." Bunda Nia membalas pelukan Alona.

"Bunda, juga." Anak-anak panti dan Robin tersenyum melihat Alona dan Bunda Nia.