Chereads / Forever in Here / Chapter 3 - 3. X IPA 3

Chapter 3 - 3. X IPA 3

Acara perkenalan terus berlangsung, dan akhirnya kegiatan belajar mengajar pun dimulai. Alona sudah berangkat dari rumahnya untuk pergi ke sekolah. Karena biasanya Alona memang datang awal.

"Alona." Seorang ibu-ibu memanggil Alona. Ibu itu kenal dengan Alona karena Alona sering membantunya.

"Kamu mau berangkat, kan?" Alona mengangguk. "Ini, Ibu tadi baru masak, karena ada lebih, Ibu kasih ke kamu." Ibu itu memberikan tas tenteng berisi tempat makan pada Alona.

"Terima kasih, Bu. Maaf, jadi ngerepotin." Ibu itu tersenyum tanda tidak masalah. Alona pun lanjut jalan agar tidak terlambat.

Setiap hari Alona selalu jalan kaki, berangkat maupun pulang. Karena menurutnya, jalan kaki juga tidak salah dan juga menyehatkan. Tapi terkadang kalau memang lelah, ia akan naik bus.

Karena hari masih pagi, murid yang berdatangan pun tidak banyak. Alona masuk ke kelasnya. Ia melirik ke seluruh kelas dan hanya ada dirinya. "Aku datangnya awal banget kali, ya?" tanya Alona pada dirinya sendiri.

"Permisi." Alona yang mendengarnya langsung menepikan dirinya. "Ah, iya, kamu kelas X IPA 3, kan?" tanya orang itu. Alona hanya mengangguk. Orang itu langsung memberikan tumpukan buku yang ia bawa tadi. "Kenalin, gue Alda, ketos. Ini gue di suruh Pak Haris buat kasih buku ke X IPA 3."

Alona mengambil buku tersebut.

"Lu Alona, kan?" Alda sedikit lupa dengan Alona. Tetapi ia ingat dengan sikap pendiem Alona. Karena di X IPA 3 hanya Alona yang kalem.

"Iya, Kak."

"Oh, oke. Gue duluan, selamat belajar." Alda langsung lari pergi. Alona pun masuk ke kelasnya dan menaruh tumpukan buku yang diberikan Alda di meja. Lalu Alona membagikan buku itu satu-satu.

"AHOY SEMUA!" teriak Gio yang baru datang. Hampir jantung Alona meledak mendengar teriakan Gio. "Eh, Alona. Lu lagi ngapain?" tanya Gio unfaedah. Karena tidak tau ingin menjawab apa, Alona hanya diam. "Diem, doang," ucap Gio sambil jalan menuju mejanya untuk duduk.

"GIO!!!" Gio yang tau itu adalah Dea, langsung menghindar. "MANA HP GUE?!" Dea menatap horor Gio, dan Gio hanya nyengir minta ditenggelamkan.

"Gue nggak mau balikin, weee!" ledek Gio. Dea menarik napasnya dalam-dalam lalu mengejar Gio. Gio yang sudah memiliki ancang-ancang langsung menghindar lalu keluar dari kelas. Alona hanya bisa menatap mereka bingung. Karena sudah selesai membagikan buku, Alona balik ke mejanya dan menaruh tasnya.

"HELLO HEPIBADEH!!" Lagi-lagi jantung Alona seperti mau meledak. "HAI, ALONA!" sapa Farel dengan suara toanya.

"Iya," saut Alona dengan suara yang kecil sampe semut pun tidak bisa dengar. "Lona, si Gio mana?" Farel mencari-cari teman sefrekuensi berisiknya dengannya.

"Tadi keluar." Farel mendekatkan dirinya pada Alona dan membungkukkan badannya. "Apaan? Nggak denger." Alona langsung menghindarkan wajahnya agar tidak berdekatan.

"Gc! Dia di mana?!" Karena takut dimarahi Alona langsung menunjuk keluar. Farel yang heran dengan sikap Alona hanya menaikkan alisnya. "Dia keluar?" Alona mengangguk. Karena sudah mendapat informasi, Farel langsung keluar untuk mencari Gio.

Revha datang dari luar, dan langsung duduk di samping Alona, karena mereka memang sebangku. "Alona, jajan ke kantin, yuk!" ajak Revha.

"Kamu belum sarapan?" tanya Alona karena ia melihat Revha memegangi perutnya.

"Tadi gue kira ini jam berapa, soalnya tadi mama gue bangunin bilangnya udah jam setengah 8. Yah, gue buru-buru, lah. Ternyata pas udah sampe, gue liat jam, baru jam 6," jelas Revha dengan wajah kesalnya.

Alona hanya tertawa pelan melihat Revha. "Ayo! Entar gue traktik, deh." Alona masih berpikir. Revha yang melihatnya langsung menarik Alona. "Kelamaan mikirnya entar keburu masuk." Kira-kira seperti itu ucap Revha dalam pikirannya.

Walaupun masih pagi, kantin tidak pernah sepi. Tetapi kelas yang sepi. Karena mereka baru datang bukannya ke kelas, malah ke kantin dulu.

"Lu mau apa?" Revha sedang memilih makanan, dan Alona hanya mengikuti Revha saja.

"Nggak mau apa-apa." Revha menatap Alona dengan malas. Alona sering sekali menolak bila ia ingin mentraktirnya. Akhirnya Revha membelikan apa saja untuk Alona, karena tidak mungkin Alona hanya duduk sambil melihatnya makan.

Banyak orang yang membeli cemilan di kantin. Jadi Alona sedikit menepi agar tidak menggangu. "Minggir!" Alona tersentak mendengarnya. Karena Alona lambat, orang itu langsung mendorong Alona. Untungnya di sana Revha, jadi Alona tidak jatuh.

"Buset, dah, tu orang. Langsung dorong, aja." Revha masih memegangi Alona. "Lu, nggak apa-apa?" tanya Revha khawatir.

Alona mengangguk. "Iya, aku nggak apa-apa."

Revha dan Alona berjalan untuk menduduki kursi yang kosong. "Alona, nih, gue beliin lu cemilan. Supaya lu nggak cuma liatin gue makan doang. Jangan nolak!" Revha memberikan cemilan yang ia beli untuk Alona.

Kalau Revha sudah seperti itu, Alona hanya bisa pasrah. "Iya, makasih."

Alona merasa tidak asing dengan suara tadi yang mengatakan 'minggir' padanya. Rasanya dia pernah mendengarnya, tetapi Alona lupa.

"Lu, napa?" Revha heran melihat wajah Alona seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Nggak, aku bingung, tadi suara siapa," jelas Alona.

"Tadi itu, si Jeffry, lah." Alona langsung melebarkan matanya. Revha yang melihatnya hanya memasang ekspresi datar. "Lu yang udah lama sekolah di HWS, kok, nggak tau?" Yah dari ekspresi Alona, sudah bisa dipastikan bahwa ia tidak tau orang itu adalah Jeffry.

"Aku tau orangnya, tapi nggak tau suaranya," ucap Alona.

"Iya, sih. Gue juga nggak terlalu kenal sama suaranya. Tapi gue kenal sama nadanya yang dingin itu." Revha kembali memakan makanannya.

Alona masih tetap berpikir, karena ia merasa familiar dengan suara itu.

***

Mata pelajaran pertama pun berlangsung. Pak Haris selaku guru yang akan mengajar di jam pertama pun masuk.

"Halo anak-anak semua," sapa Pak Haris.

"Halo juga, Pak," sapa balik anak X IPA 3 kompak.

"Waduh, masih seger-seger, ya." Pak Haris menaruh buku dan tempat pensil yang ia bawa.

"Kan, masih pagi, Pak," saut Farel. "

"Mungkin, karena masih baru masuk kali, Pak," saut Yana.

"Iya, iya, kalian benar juga," ucap Pak Haris setuju. "Baik, karena kalian siswa baru, jadi saya mau kenalan dulu. Bapak sebutin nama sesuai absen, nanti kalian berdiri aja." Pak Haris mengeluarkan buku Absen kelas X IPA 3. "Ada 28 siswa, ya. Oke absen pertama, Alona Cluver." Alona pun berdiri karena namanya disebut. "Oke, lanjut. Arwan Septihan." Arwan langsung berdiri.

"Beni Putra Harian." Beni berdiri. "Maksudnya kamu jadi anak cuma harian, Ben?" tanya Pak Haris.

"Saya nggak tau, Pak. Entar saya tanya mama saya," canda Beni.

"Lah? Lu beneran mau nanya?" tanya Ryan dengan muka kagetnya.

"Kagak, lah. Bapaknya becanda, gue juga becanda." Ryan hanya ber-oh ria.

"Cecili Reharta." Pak Haris langsung menengok ke depan.

"Dalam nama Cecilia, c nya dibaca s dan pake a jangan lupa. Terus nama terakhir bukan Reharta, tapi Rewarta," jelas Cecilia. Orang yang punya nama.

"Iya, Bapak tau, cuma sengaja." Cecilia hanya tersenyum saja, walaupun tangannya sedang memegang meja erat seperti ingin melemparnya ke depan.

"Deana Amelia." Dea pun berdiri ketika mendengar namanya, lalu duduk lagi.

"Derano Olzie."

"Gimana, Pak? Ada yang aneh dari saya?" tanya Deran.

"Semuanya." Seluruh murid langsung tertawa ketika mendengar jawaban Pak Haris.

"Bapak, teh, tega," ucap Deran sambil memasang muka yang sangat sedih dan dramatis.

"Alay, lu. Jijik, gue," ucap Ruby, teman sebangku Deran.

"Farel Dilano." Farel langsung berdiri dengan bangga.

"Namanya udah bagus, ala-ala film my heart ama Dilan. Tapi orangnya kagak," ledek Sella.

"Bener juga, lu, Sella," timpal Dea.

Pak Haris pun tertawa mendengar sautan Sella. "Bapak lanjut. Giorgio Thomas."

"Bapak, jangan percaya ama namanya yang keren. Orangnya usil, Pak." Dea membalas dendamnya karena tadi pagi.

"Kayaknya Bapak nggak boleh menilai orang dari nama, ya?"

"Iya bener, Pak. Liat orangnya dulu, Pak. Baru namanya," ucap Dea menyetujui.

"Yang penting gue tampan." Satu kelas langsung menatap jijik ke Gio, kecuali Alona yang hanya memasang ekspresi biasa.

"Lanjut. Herva Sakura."

"Lah! Nama lu Sakura," ucap kaget Gio.

"Emang napa?" tanya Sakura.

"Gue kira nama lu kura-kura, soalnya pada manggil Kura."

"Aduh, aduh, kalian," ucap Pak Haris sambil geleng-geleng. "Lanjut, ya. Ian Nicholas." Pak Haris menengok ke depan untuk melihat yang namanya 'Ian'.

"Oke, lanjut. Juna Maytin."

"Jun, kurang Januari, Februari, Maret, April, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember," saut Farel.

"Bener juga lu. Entar gue tambahin, dah," setuju Juna.

"Ketika orang aneh ketemu orang aneh." Kenia mengucapkannya dengan muka datarnya.

"Lanjut. Kenia Wallra." Kenia berdiri.

"Mawar Amarilis." 

"Nama kalem kayak bunga. Eh, pas liat tadi pagi kejar-kejaran ama Gio, auto berubah pikiran gue," saut Beni. Mawar hanya memutar bola matanya malas.

"Noval Syahputra," panggil Pak Haris. Noval duduk kembali. "Lanjut, ya. Pandu Pratama."

"Calon-calon ketua kelas, nih, kayaknya," ucap Yovin.

"Ini baru yang namanya 'nama mencerminkan dirinya'" saut Dea.

"Yayayaya. Entar pas gue jadi ketua kelas, boleh liat buku pas ujian," ucap Pandu.

"Yah, sesat, nggak jadi, deh." Dea menarik kata-katanya lagi.

"Rachel Amanda."

"Ada Farel, ada Rachel. Di situ ada Farel, di situ juga ada Rachel," ucap Arwan.

"Serah, dah." Rachel kembali duduk.

"Raka Ardiano." Pak Haris melihat ke depan. "Oke. Revha Emora." Revha berdiri. "Oke. Ruby Normani."

"Oke. Ryan Barberton."

"Kayaknya kelas kita banyak bunga, ya?" tanya Raka.

"Yah, syukur makanya, lu," saut Mawar.

"Savira Dwi Sella."

"Saya, Pak." Sella satu-satunya yang menyaut 'saya, Pak'. "Oke, oke. Sendi Yervan." Sendi pun berdiri.

"Oke, lanjut. Soni Tri Anggara." Soni berdiri karena namanya disebut. "Oke. Tasya Azalea."

"Nah, kan. Ada lagi bunganya," saut Ian setelah sekian lama berdiam. "Kayaknya kita cocok, deh, buat taneman."

"Iya. Lu yang jadi potnya."

"Gitu, banget lu, Tasya." Tasya hanya diam karena malas menanggapi lagi.

"Ulvana Putri." Ulva pun berdiri.

"Oke. Wenda Ozarna." Wenda juga berdiri setelah mendengar nama.

"Calon-calon wakil ketua kelas," ucap Juna.

"Tinggal milih yang lain aja, Jun. Calon ketua ama wakil udahan," balas Arwan, teman sebangkunya.

"Emmm, Yana sama Yovin kembar?" tanya Pak Haris.

"Iya, lah, Bapak! Kalo nggak ngapain namanya mirip plus duduk bareng." Rachel sedikit kesal dengan pertanyaan unfaedah itu.

"Hahaha, iya, iya. Yana Kendrick dan Yovin Kendrick. Oke, sekarang giliran Bapak yang memperkenalkan diri. Bapak adalah wali kelas kalian. Nama Bapak Haris, kalian panggil Pak Haris, aja."

"Siap, Pak." Saut kompak X IPA 3.

"Baik. Kita belajar ringan dulu aja, karena masih hari pertama."

"Siap, Pak."

"Kompak juga, kalian," ucap Pak Haris.