Chapter 7 - Dinner

Comeback again^^ Selamat Hari Senin dan selamat beraktivitas <3

***

Carelia yang sudah berpakaian rapih keluar dari kamarnya untuk mengecek persiapan makan malam mereka. Dia sangat bersemangat sampai-sampai memakai tiara peninggalan ibunya karena tahu kalau Pangeran Mahaphraya akan datang ke sini.

Persiapan di rumahnya pun tidak boleh main-main, karena yang datang ke sini adalah anak raja tempat di mana dia dan keluarga kecilnya tinggal.

Di sepanjang perjalanan menuju dapur, Carelia selalu menyapa para pelayan dan dayang yang sedang sibuk mengerjakan tugas masing-masing.

Begitu pula saat Carelia sampai ke dapur yang ramai karena orang-orang di dalam sana ternyata lebih sibuk daripada bayangannya. Beberapa pelayan yang menyadari kedatangannya hendak menunduk hormat, namun Carelia mengode untuk menghentikan penghormatan itu.

"Lanjutkan saja, jangan pedulikan aku," ujar Carelia. Kaki jenjangnya melangkah lagi untuk menghampiri kepala pelayan.

"Arnev, bagaimana persiapannya?" tanya Carelia pada kepala pelayan yang sedang berdiri di depan bahan-bahan makanan mentah.

Dia menoleh pada Nyonya Bangsawan Arya itu, lalu menunduk dan menjawab, "Sebentar lagi akan siap semua, Nyonya."

Wanita itu mengangguk paham sambil melihat sekelilingnya. "Apa ada kesulitan atau bahan makanan yang kurang?"

"Ada beberapa kesulitan tadi, tapi kami berhasil menanganinya. Bahan makanannya juga masih cukup, Nyonya, bahkan sangat banyak," jelas Arnev memberikan laporan secara langsung.

Melihat kesibukan di dapur dan penuhnya orang di dalam sana yang menyiapkan malam malam penting untuk Bangsawan Arya, Carelia akhirnya berpikir untuk meninggalkan dapur dan membiarkan para pelayan, koki dapur, dan dayang bekerja di sana.

"Baiklah, aku akan menunggu di ruang makan. Jika sudah siap, bawakan semuanya ke sana. Panggil para dayang berpangkat atas agar bisa membantuku juga," titah Carelia, kemudian keluar dari ruangan yang penuh dengan aroma masakan itu.

***

Sementara di kamar Arunika, ada tiga dayang yang membantunya bersiap-siap.

Arunika hanya terdiam di depan cermin saat dirinya didandani oleh para dayang. Pikirannya melayang pada pria pemborong perhiasan itu. Tak pernah terpikirkan sekalipun olehnya, kalau dia akan bertemu dengan Pangeran Mahaphraya yang digadang-gadang akan menjadi penerus kerajaan.

Apalagi ayahnya yang tiba-tiba mengundang sang pangeran untuk makan malam di rumahnya. Padahal Yasawirya jarang sekali membawa seseorang untuk makan malam. Alasannya karena dia tidak ingin waktu bersama keluarga yang tersisa di malam hari diganggu oleh orang lain. Jika ayahnya mengundang orang lain untuk makan malam, artinya ada urusan yang sangat penting.

"Aw," ringis Arunika saat antingnya tersangkut dengan bordiran kain yang tersampir di pundak.

"Ada apa, Nona?" Salah satu dayang langsung menghampiri Arunika yang sedang berusaha untuk melepaskan anting tersebut sembari memiringkan kepala agar telinganya tak terlalu ketarik.

"Antingnya tersangkut, bisakah kau membantuku untuk melepaskannya?"

Tanpa banyak bicara, dayang itu langsung mengerjakan tugasnya. "Katakan pada saya jika anda merasa kesakitan, Nona."

Arunika membungkam bibir saat anting itu hendak dilepaskan. 

"Aah, sakit." Tangannya refleks memegang telinga kanan.

"Maafkan saya, Nona." Dayang itu langsung menghentikan pekerjaan dan menunduk ketakutan.

Arunika mengode agar dayang tersebut mendekat lagi, lalu berkata, "Lanjutkan saja," kata gadis itu.

Dia melirik dayang tersebut dan baru menyadari wajah dayang itu belum familiar di benaknya. Segera saja dia mengajak dayang tersebut mengobrol.

"Kau dayang baru, ya? Sejak kapan?"

Dayang itu mengangguk dan masih berusaha untuk melepas anting yang tersangkut itu. "Iya, Nona. Saya masih dayang baru di sini. Nah, antingnya sudah terlepas." Dayang itu tersenyum kecil saat pekerjaannya berjalan dengan cukup baik.

"Terima kasih," ucap Arunika. Dia memerika penampilannya untuk terakhir kali, sebelum pergi ke ruang makan dan membantu Carelia serta para dayang di sana.

Arunika berdiri, kemudian berbalik menghadap pada dua dayang yang masih melipat pilihan pakaian-pakaiannya. "Terima kasih semuanya, aku pergi dulu. Oh, jangan lupa tutup pintunya dengan rapat saat kalian keluar dari sini."

***

Suara sepatu kuda terdengar mendekat ke halaman Bangsawan Arya. Di atasnya, terdapat seorang pria yang menunggang kuda dengan memakai pakaian formal sehari-harinya.

Dia turun dari kuda putih tersebut, lalu menyerahkan kuda kesayangannya itu pada salah satu pelayan yang berdiri tak jauh dari sana.

"Selamat datang, Pangeran Gasendra. Semoga Para Dewa dan Dewi memberikan keberkahan dan keselamatan untuk anda," ucap para pelayan dan dayang yang menyambutnya secara bersamaan.

Gasendra mengangguk menanggapi. Netra hitamnya melihat anggota Bangsawan Arya yang keluar dari rumah seraya tersenyum.

Dia menahan napas saat melihat wanita yang ditemuinya satu minggu lalu, muncul dengan tampilan yang super duper menonjolkan kecantikannya. Bahkan, Gasendra berhasil dibuat bergeming di tempat tanpa mengedipkan mata.

"Selamat datang, Pangeran Gasendra. Semoga Para Dewa dan Dewi selalu memberikan anda keberkahan dan keselamatan," ujar Yasawirya seraya menundukkan kepala dan menyampirkan tangannya di depan dada. Sementara di belakangnya, ada sang istri dan Arunika yang juga ikut menunduk.

"Maaf, kami tidak menyelenggarakan pesta penyambutan untuk anda," ujar Yasawirya merasa sedikit panik karena sang pangeran belum menjawab salam darinya.

'Jangan-jangan pangeran tersinggung? pikir Yasawirya.'

Arunika sedikit mendongak dan matanya bertatapan dengan manik Gasendra. Dia tersenyum kikuk karena sang pangeran terlihat seperti arca.

Maka dari itu, dia menepuk punggung sang ayah, lalu berbisik, "Ayah, Pangeran sedang melamun."

Yasawirya pun sedikit mendongak dan melihat Gasendra yang ternyata menatap kagum pada putrinya. Dia menghela napas karena jantungnya bergemuruh kesal.

'Haruskah aku peringatkan dia dengan bogeman mentah agar dia tak menggoda putriku lagi? pikir Yasawirya dengan kegeraman.'

"Jangan macam-macam, Yasawirya," peringat sang istri yang sudah mencium bau-bau kekesalannya, "cukup panggil saja lagi."

"Iya," sahutnya dengan suara yang tak rela. "Pangeran Gasendra?" panggil Yasawirya dengan terpaksa.

Pria itu menoleh lambat, lalu menyahut, "Ya, kenapa?" Gasendra memberikan respon yang sangat lambat. Beberapa detik kemudian, dia tersentak kaget saat melihat Bangsawan Arya yang masih menunduk memberi salam penghormatan padanya. "Ah, iya. Maaf, aku sedikit melamun tadi."

Yasawirya, Carelia, dan Arunika pun mendongak. Terlihat Carelia dan Arunika yang tersenyum menatap Gasendra, lain halnya dengan Yasawirya yang malah tersenyum masam.

"Mari, Pangeran, kita menuju ruang makan," ajak Carelia dengan sumringah.

"Ah, iya." Gasendra pun berjalan di samping Carelia yang tersenyum lebar.

'Wah, ini sih memang tampan, batin Carelia kegirangan.'

"Mamamu itu sudah tua, tapi masih melirik pria lain," adu Yasawirya pada Arunika dengan setengah berbisik.

"Sudahlah, Ayah ... pangeran memang tampan kok," puji Arunika dengan jujur.

Mendengar hal itu, pria yang bergelar ayah kandung Arunika pun langsung mendatarkan ekspresi dan menggerutu dalam hati.

Sifat dan pemikiran Arunika mirip sekali dengan Carelia, dia sebagai ayah kandungnya, hanya menurunkan tampilan wajah saja.

'Dasar anak Carelia! gerutu Yasawirya dalam hati.'

Gasendra memandang sekelilingnya dengan tatapan kagum. Sejauh mata memandang, semua ruangan di rumah Bangsawan Arya didominasi oleh warna putih dan biru safir yang menurutnya sangat cocok dan menyejukkan mata.

"Interior rumah kalian sangat bagus. Aku sangat menyukainya, entah kenapa mataku damai saat melihatnya," puji Gasendra seraya tersenyum tipis.

Mendengar itu, Carelia tersenyum lebar dan berkata, "Terima kasih, Pangeran. Interior rumah ini dibuat oleh Arunika saat dia berumur dua belas tahun. Tadinya rumah kami tidak seperti ini."

Gasendra langsung menoleh pada Carelia yang tersenyum meyakinkan sambil mengangguk, lalu dia menoleh pada Arunika yang berjalan di belakangnya dengan tersenyum malu.

"Untuk apa malu? Desain yang kau buat sangat bagus," puji Gasendra lagi yang malah membuat Arunika menunduk malu untuk menahan senyumnya yang mengembang.

Memangnya siapa sih yang tidak akan malu jika dipuji karyanya oleh seseorang? Apalagi ini seorang pangeran. Tentu saja Arunika merasa malu saat ibunya itu memberi tahu.

"Terima kasih banyak, Pangeran," cicit Arunika.

Gasendra menjawab hanya dengan anggukan, namun hatinya lah yang berbicara.

'Pantas saja mataku menjadi damai, ternyata kau yang membuatnya.'

Sampailah mereka di depan pintu ruang makan yang langsung dibuka oleh para penjaga. Tak lupa para penjaga itu memberi salam kedatangan dan penghormatan pada Gasendra dan juga Bangsawan Arya yang tak lain adalah majikan mereka.

Lagi-lagi ruangan bernuansa putih dan biru safir yang mendominasi ruang makan tersebut.

'Ini sangat indah ....'

"Silakan duduk, Pangeran." Yasawirya mempersilakan pria berkumis tipis itu untuk duduk di bagian ujung. Biasanya yang duduk di sana adalah Yasawirya, tapi untuk malam ini berbeda.

Gasendra langsung menarik kursi berwarna putih, lalu duduk di atas sana. Disusul dengan Bangsawan Arya yang ikut duduk juga.

"Mulai sekarang saja, aku masih banyak agenda," kata Gasendra pada tuan rumah.

Yasawirya mengangguk, lalu mengode para pelayan dan dayang untuk meletakkan makan malam yang sudah dipersiapkan di atas meja.

Berbagai makanan mulai dari daging panggang sampai camilan penutup bubur kacang merah tersedia di sana.

Salah satu pelayan menuangkan amer pada gelas masing-masing. Namun, sebelum tetesan amer itu mendarat pada gelasnya, Gasendra segera menolak.

"Tolong berikan air putih saja. Aku masih banyak tugas," ujarnya yang langsung ditanggapi oleh pelayan tersebut.

Mereka melakukan cheers sebagai permulaan, lalu menikmati makan malam dalam diam. Hanya dentingan sendok dan garpu saja yang terdengar, benar-benar khas seorang bangsawan.

***

Gasendra mendelik tajam pada pangeran yang duduk tak jauh darinya karena selalu menatap Arunika seraya tersenyum selama acara makan malam. Tentunya yang ditatap dengan delikan tajam itu merasakannya. Oleh karenanya, Gasendra ikut menoleh pada Yasawirya dan tersenyum kecil yang terkesan seperti meledek.

Kelakuan Gasendra yang seperti itu, sukses membuat darah Yasawirya mendidih.

'Berani-beraninya dia menggoda putriku di hadapan ayahnya!'

Saat Gasendra selesai makan, otomatis semua yang ada di ruangan itu menyelesaikan makan malamnya juga. Tak peduli jika di piring Arunika masih tersisa makanan yang tak bisa disentuh lagi.

Mereka semua mengelap mulut dengan serbet makan.

"Terima kasih untuk jamuan makan malam kalian," ujar Gasendra seraya tersenyum lebar yang menambah nilai ketampanannya.

Hal itu sukses membuat Carelia terpekik girang di tempatnya. Namun, dia berusaha menetralkan ekspresinya tatkala sang suami menatap sinis padanya.

"Tuan Arya, ada yang ingin aku bicarakan empat mata denganmu," pinta Gasendra seraya bangkit dari kursi.

Sebuah kebetulan yang sangat di luar ekspetasi dan membuat Yasawirya tersenyum sinis.

"Kebetulan sekali, Pangeran. Saya juga ada hal penting yang harus dibicarakan dengan anda, empat mata saja."

———

Bisa menebak apa yang bakal terjadi di chapter depan? mweheehehe

Aku kasih penggambaran pakaian yang dipakai Gasendra di IG aku ya @meinjasumin, silakan dicheck^^

See you tomorrow!