Selamat malam dan selamat membaca^^
***
'Memangnya bisa seperti itu ...? Masa aku panggil dalam hati, dia bisa tau sih?'
Arunika kemudian mengangkat wajahnya yang ditenggelamkan di antara kaki dengan senyum yang mengulum.
"Kalau aku panggil lagi, apa pangeran akan muncul?" tanya Arunika pada diri sendiri.
"Pangeran Gasendra ...."
Sunyi, senyap, dan diam.
Setelah itu, hanya suara semilir angin yang menggoyangkan daun pepohonan menjawab panggilan dari Arunika. Dia menghela napas, lalu tersenyum miris.
"Dia mana bisa datang lagi ke sini. Kan sedang ada misi dari kerajaan," ujar Arunika seraya memukul pelan kepalanya. "Bodoh kau, Arunika!"
Arunika bangkit dan berjalan menuju batu tempat duduknya tadi, di mana dia bermain sitar di sana. Dia mengambil sitar yang diletakkannya di atas tanah, kemudian berjalan ke luar dari taman pribadinya.
***
"Ah, akhirnya datang juga." Para prajurit yang transparan karena sihir penyamaran sudah menunggu mereka dalam waktu lumayan lama pun mendesah lega.
Kali ini, Balges mendarat tanpa terjatuh karena berhasil menyeimbangkan diri walaupun dibawa teleportasi oleh Gasendra secara mendadak.
"Bagaimana pantauan kalian sampai saat ini?" tanya Gasendra pada sepuluh orang yang sudah siap di setiap ujung jalan buntu yang berada di pasar.
'Pangeran Gasendra ....' Gasendra dibuat terdiam sejenak memikirkan panggilan tersebut, namun dia berhasil mengindahkan panggilan Arunika dan fokus kembali pada tujuannya.
Salah satu prajurit mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan Gasendra.
"Saya merasakan ada tiga sampai empat orang yang memiliki sihir hitam di balik pintu tersembunyi ini, Pangeran. Sisanya hanya para pemberontak yang tak memiliki sihir apapun."
"Ya, aku juga merasakannya. Salah satu dari mereka memiliki sihir hitam yang lumayan besar," kata Gasendra dengan mata yang mengamati dinding itu. "Aku harap aksesoris itu bekerja dengan baik, kalau tidak–"
Gasendra tiba-tiba menghubungi penyihir kerajaan yang berada di menara menggunakan telepati.
'Hei, aku minta bantuan dari kalian untuk berjaga-jaga. Datanglah ke jalan buntu pasar Urdapalay sekarang juga! Ada hal yang cukup merepotkan di sini.'
'Daulat, Pangeran.'
Setelah telepati terputus, tiga detik kemudian, lima orang penyihir datang ke posisi yang diberi tahukan Gasendra menggunakan teleportasi.
"Seperti biasa ... penyihir kerajaan adalah pasukan tertanggap milik Mahaphraya," puji Gasendra. Tiba-tiba maniknya menatap terkejut saat melihat orang yang membuatnya merinding juga ikut dalam pasukan penyihir.
'Ah, dia pasti ikut ke dalam misi kali ini.'
Wanita tua itu mengedipkan mata jahil pada Gasendra, seakan-akan dia berkata, 'Tolong berikan aku gigi gingsulmu, Pangeran.'
Ugh! Secara refleks, Gasendra membungkam mulutnya. Kemudian dia sadar, bahwa ini bukan saatnya mengkhawatirkan gigi gingsulnya. Ada hal yang lebih dikhawatirkan lagi daripada itu.
"Kalian tentu merasakan sihir hitam itu, kan?"
Para penyihir itu hanya menjawab dengan sebuah anggukan kecil. Jangan heran jika mereka merespon dengan gerakan seperti itu. Sejatinya para penyihir memiliki sifat penyendiri dan jarang bergaul dengan kehidupan luar. Waktu berharga mereka dihabiskan untuk membuat mantra-mantra baru dan mengabdi pada sihir serta kerajaan.
Tapi, ada juga yang banyak omong, contohnya seperti Nenek Eros.
"Ugh, aku mual mencium bau busuk mereka," gerutu Eros sambil menutup hidung mancungnya.
Oh, jangan bayangkan Nenek Eros seperti penyihir wanita yang jahat! Karena faktanya, wajah dan fisik Nenek Eros masih terlihat seperti berumur tiga puluh tahun, padahal umurnya menyentuh angka tujuh puluh dua tahun.
Perlu digaris bawahi! Tujuh puluh dua tahun!
Entah seberapa besar sihir Nenek Eros sampai-sampai bisa awet muda seperti itu.
Tidak sampai penampilan fisiknya saja yang tidak bisa dipercaya. Hobi Nenek Eros pun sangat aneh, misalnya menginginkan gigi gingsul Gasendra untuk dikoleksi.
"Jadi, untuk apa Pangeran memanggil kami ke sini? Saya melihat anda sudah membuat benda-benda yang memiliki sihir pelindung," ujar salah satu penyihir yang memakai vest.
"Ya, aku memang sudah membuat benda tersebut. Aku memanggil kalian hanya untuk berjaga-jaga, semisal sihir hitam di dalam sana malah semakin menjadi-jadi," jelas Gasendra. Dia mengedikkan bahu, kemudian melanjutkan perkataannya. "Aku tidak mau menanganinya sendiri lagi. Yang ada, aku kena kutukan seperti tempo hari."
Balges mengerlingkan mata saat dilirik oleh Gasendra.
Lagipula siapa juga yang tidak akan mengingatnya jika selama empat hari berturut-turut, mereka berdua terkena kutukan insomnia dan kesedihan. Bahkan Gasendra menangis bombay saat membuat aksesoris-aksesoris tersebut karena kutukan itu.
"Kami sudah tau apa yang akan dilakukan untuk ke depannya. Pangeran dan para prajurit silakan masuk ke pintu tersembunyi lebih dulu. Kami akan berjaga di belakang kalian," ujar pemimpin penyihir itu. "Nek Eros, bisakah kau ikut ke dalam bersama mereka?"
"Aku?" Eros menunjuk dirinya sendiri, kemudian tertawa kecil. "Kau menyuruh seorang wanita tua?"
Pimpinan penyihir itu hanya terdiam menanggapi Eros. Semua orang tahu kalau Eros selalu mengancam sisi tuanya, padahal kenyatannya dia masih segar bugar.
Wanita tua itu mendengus sebelum mengubah tampilannya seperti seorang pria dan memakai seragam prajurit.
"Aku sudah berubah. Setelah ini, tolong berikan aku cuti lagi," pinta Eros. "Kalau tidak–" Eros melirik Gasendra seraya tersenyum miring, "aku akan meminta imbalan dari Pangeran saja."
Gasendra menggeleng kencang, lalu mengangguk setuju dan menerima permintaan dari Eros.
"Baiklah. Setelah ini, kau akan diberikan cuti selama satu bulan," kata Gasendra pasrah. Setelah urusan di Urdapalay selesai, dia akan kembali ke istana dan membuat laporan permintaan cuti Eros pada Jahankara.
Eros menggaruk rambut hitamnya seraya menggerutu. "Satu bulan terlalu cepat .... Ada yang harus ku urus ke Caledonia."
Semua orang di sana kompak menyuarakan hujatan dalam hati mereka.
'Dasar nenek tua banyak maunya!'
'Kau tau tidak kalau masa cutiku hanya sepuluh hari setiap tahunnya?'
Gasendra menghela napas panjang seraya memejamkan maniknya. "Lalu kau mau berapa?"
Eros mengangkat satu jarinya sambil tersenyum licik.
"Satu minggu?"
Eros menggeleng dan mengacungkan jari telunjuknya lebih tinggi lagi. "Satu bulan! Aku minta tambahan satu bulan," pinta Eros seenak jidat.
"Yang benar saja," keluh Balges yang merasa tak adil karena masa cutinya hanya sepuluh hari setiap tahun. Itu juga cukup sulit untuk mengambilnya, karena dia harus mengurus surat ke sana dan ke sini. Jadi, dia lebih memilih untuk menghanguskan masa cuti.
"Ya!"
Keputusan Gasendra berhasil membuat semua orang yang di sana membeku di tempat dan iri pada Eros. Sedangkan yang diberikan cuti secara cuma-cuma pun tersenyum puas dibuatnya.
"Jika Nek Eros ikut bersama kami, kalian bertugas apa?" tanya Balges penasaran. Para penyihir pasti sudah memiliki ancang-ancang cepat dan tepat sebelum memulai, tapi Balges hanya ingin tahu saja.
"Saya akan melakukan sihir pemurnian di wilayah ini bersama dia," ujar penyihir yang memakai vest. Dia juga menunjuk seorang pria yang juga memakai vest di sampingnya.
"Saya akan melakukan sihir penjagaan sebanyak tiga kali lipat untuk kalian semua," ujar salah satu wanita berambut pendek.
Gasendra dan Balges menoleh pada pimpinan penyihir yang belum membuka suaranya.
"Saya mengontrol kekuatan sihir mereka," kata pimpinan penyihir dengan santai, seakan-akan tugasnya tidak terkesan berat sama sekali. Padahal mengontrol kekuatan sihir orang lain mampu membuat kehilangan sebagian sihirnya. Walaupun setelah itu akan pulih kembali, jika tidur beberapa hari di ruangan khusus Menara Penyihir.
Gasendra, Balges, dan para prajurit lainnya mengangguk paham. Tugas mereka hanya merangsek masuk dan mengalahkan semua orang di balik pintu tersembunyi tersebut.
"Kalau begitu apa lagi yang kalian tunggu?" tanya Eros dengan setengah menguap. Rupanya nenek tua itu mulai bosan dengan basa-basi pembagian tugas.
Eros mengarahkan jari telunjuknya ke dinding dan membuka portal sihir. Satu per satu dari mereka masuk ke dalamnya dengan bergantian sesuai waktu yang diatur.
Diawali dengan Balges dan diakhiri dengan Eros. Setelah itu, portal sihir berwarna biru itu tertutup dan menyisakan dinding kayu yang tak terlihat mencurigakan dari luar sana.
———