***
"Segalanya akan lebih mudah kalau kau berkata jujur."
***
Kereta kuda berwarna putih itu berhenti di depan halaman rumah Bangsawan Arya. Di belakangnya sudah ada Gasendra dan Balges yang muncul dengan sihir teleportasi. Kedua pria itu akan berkunjung ke rumah Bangsawan Arya, lebih tepatnya Gasendra datang untuk keperluan yang sangat penting.
Sebenarnya Arunika sudah menyuruh dua pria itu agar datang ke rumahnya pada siang hari jika memiliki urusan yang sangat penting dengan Yasawirya, karena dia masih harus menjaga toko perhiasan dan tidak bisa mengantar keduanya. Namun, Gasendra menolak dan memilih untuk membantu menjaga toko perhiasan lebih dulu sebelum akhirnya ikut pulang bersama Arunika pada sore hari.
Seperti biasa, ada seorang dayang yang membantu Arunika untuk turun dari kereta kuda dan sisanya lagi menunduk dengan hormat. Arunika pun membalas mereka dengan tersenyum, kemudian langsung memberikan perintah untuk membawa kotak-kotak perhiasan tersebut ke sebuah ruangan khusus.
Gasendra dan Balges yang melihat itupun mendekati gadis muda yang masih berada di teras rumah.
"Kau tidak takut kalau perhiasan-perhiasan itu dicuri?" Gasendra bertanya tepat di sebelah Arunika.
Arunika menggeleng sambil tersenyum dan menatap para dayang yang sedang bekerja memenuhi tugas mereka. "Tidak. Kenapa saya harus takut? Saya yakin mereka tidak akan mencuri kotak-kotak perhiasan itu. Kalau mereka kekurangan uang, mereka langsung melapor pada Ayah."
"Ya?" Gasendra dan Balges terpana mendengar penjelasan yang kurang masuk akal dari Arunika.
"Aduh, saya harus menjelaskannya lebih panjang, tapi anda ada keperluan penting dengan Ayah," kata Arunika sambil terkekeh kecil. "Jadi bertemu dengan Ayah, kan?"
"Ah, ya ... jadi."
Arunika tersenyum sambil mengode Gasendra dan Balges agar mengikuti dirinya untuk bertemu dengan Yasawirya yang sedang di ruang keluarga.
***
"Ayaahh!" Arunika memeluk leher Yasawirya dari belakang sambil tersenyum lebar saat sampai di ruang keluarga.
Yasawirya meletakkan dokumen yang sedang diperiksa, kemudian menoleh pada anak gadisnya.
"Ada apa, Arunika?"
"Ada tamu yang mencari Ayah," jawab Arunika sambil melepaskan pelukannya, "Pangeran dan Tuan Prajurit."
Yasawirya tersentak kecil di tempatnya, kemudian bergumam, "Ah ... sudah datang rupanya."
"Ayah bilang sesuatu?"
"Ya?" Mata Yasawirya terbuka lebar, kemudian menggeleng kecil. "Tidak .... Dimana orangnya?" Yasawirya pun bangkit dari kursi.
"Di ruang tamu keluarga, Yah. Ayo aku antar ke sana!" Arunika menggenggam tangan Yasawirya, namun pria tua itu malah melepaskannya. "Kenapa, Yah?"
"Panggil Mamamu untuk datang ke ruang tamu keluarga, setelah itu kau jangan datang ke sana karena ini urusan penting dan kau tidak boleh tau sama sekali. Paham?" tanya Yasawirya dengan tatapan serius dan langsung membuat Arunika mengangguk patuh.
'Sebenarnya urusan sepenting apa sampai Ayah memanggil Mama untuk ikut menemui Pangeran dan Tuan Prajurit?'
"Arunika?"
"Ya, Ayah?" jawab Arunika menatap wajah sang ayah yang sudah mulai mengerut.
"Apa lagi yang kau tunggu? Cepat panggil Mamamu. Kau tak ingin Pangeran menunggu terlalu lama, bukan?" Yasawirya tersenyum tipis menatap anak gadisnya. Ada tatapan sendu yang tersirat di sana. Tatapan kehilangan dari seorang ayah untuk anak gadis tersayangnya.
Tentu saja Arunika sadar akan hal tersirat itu. Dia menelan saliva, kemudian mengangguk kecil dan berjalan menuju ruang kerja Carelia.
Yasawirya menatap sendu kepergian sang putri, kemudian mengalihkan tatapan pada pintu ruang tamu keluarga yang bersebelahan dengan ruang keluarganya.
'Ini saatnya, Yasawirya. Kau sudah berjanji pada Carelia.' Dia memantapkan hati dan berjalan dengan raut terpaksa ke ruang tamu keluarga.
***
Yasawirya berhenti di depan pintu ruang tamu keluarga saat melihat dua pria yang duduk di kursi dan belum menyadari kedatangannya. Dua pria itu terlihat sibuk memperhatikan lukisan-lukisan yang terpajang di dinding ruang tamu keluarga.
"Selamat datang, Pangeran dan Tuan Prajurit. Semoga anda selalu diberikan selamat dan berkah oleh Para Dewa dan Dewi, Pangeran Gasendra." Yasawirya maju menghampiri dua pria di sana.
Gasendra dan Balges berdiri menyambut kedatangan tuan rumah, kemudian Gasendra mengangguk dan menjawab, "Terima kasih, Tuan Arya."
Yasawirya mengangguk dan mempersilakan kedua tamunya untuk duduk kembali.
"Lukisan-lukisan di ruang ini sangatlah bagus," puji Gasendra yang merasa kagum dengan lukisan di sana.
"Begitu ...?" Yasawirya ikut memperhatikan lukisan yang dibelinya beberapa tahun lalu. "Kalau anda suka, ambillah," sahut Yasawirya dengan enteng dan membuat kedua pria itu langsung menoleh menatap pria tua di hadapan mereka.
"Ah, tidak usah, Tuan. Lukisan-lukisan ini pasti sangat mahal," tolak Gasendra sambil tersenyum kaku.
Yasawirya menghela napas panjang, lalu tersenyum kecut.
Dia menyandarkan tubuh pada kursi sambil bersedekap dan duduk dengan menyilangkan kaki. Dia berlaku seperti bukan seorang bangsawan sembari menatap kedua pria yang terdiam kaget di tempat.
"Kalau tak mau mengambil lukisan mahal itu, kenapa anda ingin mengambil putri saya yang tidak ternilai harganya?"
Gasendra dan Balges terdiam mendengar ironi yang dikatakan Yasawirya.
Gasendra menelan saliva, lalu menjawab, "Karena aku mencintai putrimu, Tuan."
Yasawirya terkekeh sinis menatap Gasendra, kemudian dia diam seribu bahasa menunggu kedatangan Carelia.
Ruang tamu keluarga yang seharusnya hangat, kini berubah menjadi seperti musim dingin di Caledonia.
Bahkan Balges yang tak memiliki urusan pun ikut merasakan hawa dingin tersebut sampai membuatnya bergeming di tempat dengan kepala yang menunduk menatap lantai marmer.
***
Carelia memelankan langkah saat memasuki ruang tamu keluarga yang senyap. Dia bahkan sampai ragu saat mau masuk ke dalam karena tak ada suara satu pun yang terdengar.
Matanya melihat dua pria yang saling menatap dengan kilatan mata yang terpancar dari sana. Ada satu pria lagi yang bernama Balges menatapnya dengan memohon, saat dia baru saja masuk ke ruangan.
Bagaimana dia bisa tahu kalau pria itu bernama Balges?
Tentu saja Arunika yang memberi tahukan hal itu, sebelum dia menuju ruang tamu keluarga.
'Waduh! Ada kejadian apa sampai perang dingin seperti ini?' Carelia mendekat dengan hati-hati, kemudian berdiri di belakang kursi sang suami.
"Semoga Para Dewa dan Dewi selalu memberikan anda keberkahan dan keselamatan, Pangeran Gasendra." Carelia menundukkan kepala di hadapan pria yang langsung merubah raut wajah ketika menyadari kedatangannya.
Gasendra menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis pada Carelia.
"Duduk di sampingku, Carelia."
Wanita itu pun memutar jalan dan duduk di samping Yasawirya dengan tenang. Dia menautkan alis saat menatap wajah suaminya yang tegang. Carelia menghela napas, lalu berbisik pada Yasawirya.
"Tenangkan dirimu, Sayang .... Semalam kita sudah membuat kesepakatan. Ku harap kau tidak melanggarnya."
Mendengar bisikan dari sang istri, Yasawirya pun menghela napas dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Kini keadaan di ruang tamu keluarga yang sebelumnya sangat tegang, berubah menjadi tegang dengan tatapan Yasawirya yang menajam.
"Anda mencintai putri saya?"
Gasendra mengangguk dengan tanggap. Kedua tangannya dia letakkan di atas lutut sambil menatap lurus dan serius pada calon mertuanya.
"Seberapa besar?"
"Aku tidak tau bagaimana cara mengukurnya. Tapi, jika ku katakan jiwa dan ragaku akan melindungi dia seutuhnya, apa itu termasuk ukuran rasa cintaku padanya?" Gasendra menjawab dengan jujur dari hati terdalam.
Dia memang belum pernah mencoba rasa manis cinta sebelum bertemu dengan Arunika. Hidupnya selama ini hanya dihabiskan pada rantai politik dan takhta yang mencekik. Bahkan urusan asmara dan bercinta saja ditentukan oleh sang ayah. Dia tak diberi kesempatan untuk mencari dan mencoba rasa manis dan candu dari cinta sejati.
"Aku tau anda merasa tidak rela kehilangan Arunika. Tapi, bisakah anda merelakannya hanya untukku?" Untuk pertama kalinya, Gasendra memohon langsung tanpa surat sebagai perantara. Permohonan yang langsung keluar dari lubuk hati terdalamnya.
"Anda berani bersumpah atas nama Dewa dan Dewi?" tanya Yasawirya dengan tatapan yang memicing, "untuk keselamatan Arunika saat dia dibawa oleh anda ke istana?"
Arunika adalah gadis yang tahun ini akan menyentuh angka tujuh belas tahun. Gadis yang masih polos, sama seperti Carelia yang dinikahinya saat masih berumur enam belas tahun.
Jika Carelia saja pernah tertipu oleh para Bangsawan lain, apalagi Arunika yang sering tertipu dengan sihir?
Yasawirya disadarkan oleh Carelia yang mengelus lembut pundaknya sambil tersenyum tulus. Dia, Carelia, menggeleng sambil tersenyum.
"Kau salah, Yasawirya .... Putri kita tidak sepolos dan selemah itu. Dia putri kita, putriku, putrimu juga, putri Bangsawan Arya. Kau tau kan sejarah keluargamu?"
Carelia berusaha mengingatkan Yasawirya tentang sejarah Bangsawan Arya yang baik, dermawan, namun tetap kuat. Ditambah lagi dengan campuran Caledonia yang membuat lidah Arunika bisa tajam kapan pun dan dimana pun jika dia menginginkan.
Yasawirya menunduk saat melupakan sejarah Bangsawan Arya dan kelakuan Arunika yang merupakan titisan Carelia. Kejadian itu dilihat oleh Gasendra serta Balges yang hanya bergeming di tempat.
"Beri dia waktu sebentar," kata Carelia sambil mengelus pundak sang suami.
Sepuluh menit berlalu, namun Tuan Arya tak kunjung membuka suara.
Gasendra bangkit dan berlutut, kemudian meletakkan kedua tangan di atas lantai marmer sambil menunduk. "Aku berani berjanji."
"Demi Para Dewa dan Dewi .... Aku, Gasendra putra Jahankara, pewaris takhta Kerajaan Mahaphraya ... berjanji untuk menjaga Arunika putri Yasawirya, putri tunggal Bangsawan Arya, dengan segenap jiwa dan raga, bahkan sampai maut memisahkan kami."
Yasawirya, Balges, dan Arunika menatap pria yang membuat janji di hadapan mereka sambil menahan napas.
Gasendra berdiri dengan tatapan serius ketika selesai membuat janji tersebut. Dia enggan untuk duduk lagi di kursi ruang tamu keluarga Bangsawan Arya.
Jika janjinya tidak diterima, dia akan segera pergi dengan teleportasi ke Kota Kerajaan Mahaphraya. Meninggalkan Arunika di Urdapalay dan membawa rasa cinta, sakit, serta kecewanya ke dalam istana.
"Pergi temui Arunika. Jika dia menerimamu, besok lamar putriku ke sini. Tiga hari kemudian, kalian akan menikah."
Sebuah jawaban perizinan dari Yasawirya yang membuat senyuman lebar terpatri di wajah Gasendra, Balges, dan Carelia. Bahkan Balges dan Carelia sampai menghela napas lega dengan jawaban yang membuat suasana menjadi tidak tegang lagi.
Yasawirya menatap Gasendra dengan tersenyum. Gasendra tahu itu bukan senyuman wajar, melainkan sebuah senyuman yang mengatakan, 'Kau akan selesai jika Arunika tidak menerima cintamu.'
———
To be Continue ....